Saparua, 24/9 (Antara Maluku) - Penyelenggaraan "Duurstede Festival" di Pulau Saparua, Kabupaten Maluku Tengah, menyedot perhatian dan menjadi hiburan bagi warga di Kepulauan Lease yang meliputi Pulau Saparua, Nusalaut dan Pulau Haruku.

Pantauan Antara, warga mulai mendatangi lapangan sekitar Benteng Duurstede yang menjadi pusat kegiatan sejak Rabu pagi untuk menyaksikan sejumlah perlombaan yang digelar pada hari terakhir festival tersebut.

Hari terakhir mempertandingkan empat jenis lomba yakni orang kuat, `bale papeda`, makan papeda serta suling bambu.

Lomba `orang kuat` merupakan sesi final antara para pemenang di babak penyisihan yang berlangsung sehari sebelumnya. Lomba jenis triatlon tradisional berupa `barnang` (berenang), panggayo (dayung) dan lari, dikhususkan bagi kaum laki-laki ini, di mana setiap tim beranggotakan dua orang.

Lomba orang kuat menjadi salah satu favorit warga untuk menyaksikannya, karena selain memperlihatkan kemampuan dan ketangguhan masing-masing tim dalam mengadu cepat saat "barnang" tradisional di tengah laut sejauh hampir 200 meter, dilanjutkan dengan panggayo (dayung) perahu semang sejauh lebih dari satu kilometer dan dilanjutkan dengan berlari tanpa alas kaki sejauh satu kilometer.

Warga terlihat berkelompok di pesisir pantai sambil berteriak untuk memberikan semangat kepada tim dari masing-masing desa sedang mengikuti lomba yang menguras tenaga tersebut, sedangkan sebagian lainnya memilih mengikuti para peserta dengan menggunakan sepeda motor.

Warga juga antusias untuk menyaksikan lomba makan "papeda dingin" (makanan tradisional masyarakat Maluku terbuat dari sari pati sagu) yang diikuti peserta laki-laki dan perempuan, yakni lomba adu cepat menyantap papeda yang menyerupai lem dan telah didinginkan, tanpa menggunakan kuah atau sayuran.

Selain itu lomba "bale papeda" yang diikuti peserta laki-laki dan perempuan, di mana lomba ini menunjukan kemahiran peserta mengadu kecepatan meramu sari pati sagu dengan air panas untuk menjadi papeda, kemudian memindahkan pepeda masih panas dari satu "sempe" (wadah seperti mangkuk dari tanah liat) ke sempelainnya menggunakan "gata-gata" atau dua bilah bambu yang bagian ujungnya dibuat menyerupai garpu bermata dua.

Lomba bale papeda ternyata tidaklah mudah, karena para peserta harus mengira-ngira air panas yang digunakan telah mencapai titik didih tertentu, sehingga pati sagu dapat diaduk menjadi papeda serta mudah untuk dipindahkan dengan `gata-gata`.

Kendati semua perlombaan digelar di tengah lapangan serta dibawah terik matahari, tetapi tidak menyurutkan niat ribuan warga dari negeri-negeri adat di Pulau Nusalaut, Saparua dan Pulau Haruku untuk menyaksikan sekaligus mendukung peserta dari masing-masing kampungnya.

Sejumlah warga mengaku terkesan dan senang menyaksikan berbagai kegiatan yang mengangkat seni dan budaya serta tradisi dan kebiasaan sehari-hari masyarakat di Kepulauan Lease (Pulau Haruku, Saparua, Nusalaut) menjadi sebuah perlombaan yang menarik dan unik.

"Ternyata keseharian katong (kita) di Maluku juga dapat dilombakan sekaligus tontonan menarik dan unik bagi orang lain," kata Ferry Patty warga Negeri Ulath, Pulau Saparua.

Ferry bersama sejumlah warga lainnya memberikan apresiasi kepada Ambonesia Foundation, M-Tree Comunitty, DPD PAPRI Maluku bekerja sama dengan Klasis Gereja Protestan Maluku (GPM) Pulau-Pulau Lease atas penyelenggara Duursatede Festival yang melombakan 11 jenis pertandingan yang diangkat dari seni budaya serta tradisi dan keseharian masyarakat tersebut.

"Katong berharap Duurstede Festival dapat menjadi agenda tahunan, sehingga menyadarkan warga di Kepulauan Lease untuk kembali mencintai kebiasaan atau tradisi yang diwariskan oleh para leluhur ini, sebagai sesuatu yang bernilai dari kebudayaan masyarakat Maluku," ujar sejumlah warga.

Duurstede Festival pertama kali diselenggarakan oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Maluku untuk menyambut peringatan Hari Pattimura ke-193 pada 15 Mei 2010.

Pewarta: Jimmy Ayal

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015