Ambon, 27/1 Antara Maluku  - Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi Maluku selalu bersikap selektif dalam menerima usulan permohonan perpanjangan izin Rencana Penempatan Tenaga Kerja Asing (RPTKA) dan Izin Mempekerjakan Tenaga Asing (IMTA).

"RPTK dan IMTA itu biasanya diterbitkan dari pusat dengan masa berlaku satu tahun, kemudian pemegang izin yang masuk ke sini harus melapor," kata Kabid Pentalata Disnakertrans setempat, Ratna Sialana di Ambon, Rabu.

Pengajuan izin ini harus dilakukan oleh pihak perusahaan bersama pihak pendamping yang merupakan warga negara Indonesia.

Sebab dalam menempatkan dan mempekerjakan tenaga asing haruslah membawa nilai positif bagi daerah, yakni berupa transfer teknologi dari TKA yang memiliki keahlian khusus dalam bidang tertentu.

"Dalam memproses pengajuan RPTKA-IMTA oleh Nakertrans, berbagai dokumen yang dimiliki seorang pekerja asing harus lengkap, termasuk Kittas dari Imigrasi," kata Ratna didampingi stafnya Dullah Puluh dan Dony Sopaheluwakan.

Kemudian dalam peraturan daerah juga telah mewajibkan setiap naker asing harus membawa kontribusi, sehingga mereka diwajibkan membayar 1.200 dolar AS yang disetorkan ke kas daerah.

Disnakertrans Maluku juga mengaku belum pernah menerima laporan atau usulan perpanjangan RPTKA-IMTA dari PT. JH Energy milik pengusaha asal Korea atas nama Mr. Zu.

"Harusnya mereka melapor, apalagi kalau sudah membawa puluhan warga negara asing asal Tiongkok yang diinformasikan akan dijadikan pekerja di lokasi penambangan emas Pulau Buru," katanya.

Data yang dihimpun Antara, Zu telah membawa dua kelompok WNA asal Tiongkok sejak pertengahan tahun 2015 lalu bersama sejumlah peralatan berat ke Kota Ambon.

Puluhan WNA ini terdiri dari satu kelompok berjumlah belasan orang sudah berada di Namlea, Ibu Kota Kabupaten Buru dan 20-an WNA lainnya yang hanya mengantongi visa kunjungan wisata masih di Kota Ambon dan sering berpindah-pindah lokasi penginapan.



Pewarta: Daniel Leonard

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2016