Ambon, 22/2 (Antara Maluku) - Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon terus melestarikan budaya "timba laor" atau menangkap cacing laut (Lyde Oele) secara beramai-ramai.

"Tradisi timba laor terus dilestarikan hingga kini di kawasan pesisir Nusaniwe dan Leitimur Selatan, munculnya laor juga dipengaruhi siklus bulan dan matahari pada bulan Maret atau April, dan muncul hanya setahun sekali," kata Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan kota Ambon, Henry Sopacua, Senin.

Laor muncul setiap bulan Maret atau April, terutama saat air pasang dan berwarna keruh.

Tahun ini. Disparbud Kota Ambon telah menyiapkan konsep yang berbeda, agar para wisatawan mancanegara maupun lokal dapat kesempatan luas untuk menyaksikan tradisi satu tahun sekali itu.

"Tahun dilakukan di dua lokasi. Sebelumnya hanya fokus di Negri Latuhalat, sekarang juga di pesisir Leitimur," kata Henry.

Menurut dia, pesta budaya "Timba Laor" dikemas dalam bentuk seni pertunjukan dan kuliner khas berbahan dasar cacing laor sebagai sajian khusus bagi masyarakat dan wisatawan.

Setelah menimba atau menangkap cacing laor beramai-ramai, maka warga secara berkelompok langsung memasak hasil tangkapannya dalam berbagai menu.

Sejumlah pengusaha restoran dan hotel juga akan diundang untuk menyaksikan pesta budaya tersebut sebagai bahan inspirasi menjadikan cacing laor sebagai salah satu menu istimewa di tempat usaha mereka.

"Pesta budaya tahun ini menjadi titik awal untuk mengemas tradisi `Timba Laor` menjadi lebih menarik dengan berbagai kegiatan variatif, sehingga diharapkan dapat menjadi `event` tahunan yang banyak menyedot perhatian wisatawan dalam dan luar negeri untuk berkunjung ke Ambon pada bulan Maret-April setiap tahun," katanya.

Laor adalah sejenis cacing laut dalam bahasa ilmiahnya Lycde Oele dan dari kelas Polychaeta Filum Analida, biasanya muncul saat purnama pasang tertinggi dan hanya muncul di daerah pantai berkarang.

Biota tersebut khas dan digemari oleh masyarakat Maluku karena kandungan protein yang lebih tinggi daripada ikan dan dapat diolah menjadi masakan tradisional dengan rasa gurih.

Musim panen laor sesungguhnya merupakan waktu kemunculan cacing dengan panjang 3-5 centimeter untuk melakukan pemijahan (spawning time).

Kegiatan timba laor di Indonesia hanya dilakukan di dua provinsi yakni Maluku dan Nusa Tenggara Barat (NTB).

"Di Mataram budaya timba laor yang disebut "Nyale" dilakukan setiap tahun dan menjadi atraksi budaya masyarakat setempat dan para wisatawan, sementara Maluku khususnya Ambon hanya dilakukan masyarakat setempat," kata Henry Sopacua.

Pewarta: Penina Mayaut

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2016