Ambon (Antara Maluku) - Pemerintah Kota Ambon menggelar pesta budaya "Timba Laor" atau menangkap cacing laut (Lyde Oele) secara beramai-ramai di pantai wisata Namalatu, Desa Latuhalat, Ambon, Maluku, Minggu petang hingga malam hari.
Tradisi budaya yang dibuka Sekretaris Daerah Kota Ambon Anthony Latuheru tersebut, diikuti ribuan warga dari berbagai desa di semenanjung Nusaniwe maupun dari berbagai kawasan di Kota Ambon.
Sejumlah atraksi budaya, di antaranya tari-tarian ikut ditampilkan untuk menghibur warga yang mengikuti tradisi budaya tersebut, menjelang waktu senja, sambil menunggu air laut mulai surut atau disebut "meti" saat kegiatan penangkapan cacing itu dilakukan beramai-ramai.
Sepanjang bibir pantai wisata Namalatu yang berbatu dan berkarang, telah dipasangi puluhan lampu petromaks, sebagai alat penerang bagi warga yang akan ikut menangkap cacing yang juga sering disebut "wawo" tersebut secara beramai-ramai.
Menurut Anthony, tradisi menangkap cacing Laor sudah dilakukan warga setempat dan pulau Kota Ambon, terutama yang bermukim di pesisir pantai sejak dahulu, tetapi aktivitas yang dilakukan sekali dalam setahun tersebut dilakukan sendiri-sendiri atau berkelompok.
"Makanya dalam dua tahun terakhir ini kami mengemas tradisi ini dalam bentuk pesta rakyat `Timba Laor` yang dipusatkan di lokasi wisata pantai Namalatu Desa Latuhalat, dengan sasaran utama menjadikan tradisi ini sebagai salah satu `event` pariwisata," katanya.
Tradisi menangkap cacing laor secara bersama-sama, katanya, jika dikemas dengan baik dapat menjadi salah satu daya tarik bagi wisatawan, apalagi hewan lunak tersebut hanya bisa ditemukan di beberapa daerah di Indonesia.
Pesta budaya "Timba Laor" juga digelar untuk mengisi 2015 yang diprogramkan pemkot setempat sebagai tahun "Mangente Ambon".
Kepala Dinas Pariwisata Kota Ambon Hendry Marijes Sopacua mengatakan pesta budaya "Timba Laor" dikemas dalam bentuk seni, pertunjukan dan kuliner khas berbahan dasar cacing laor, sehingga menarik untuk dinikmati masyarakat dan wisatawan.
"Setelah menimba atau menangkap cacing laor beramai-ramai, maka warga secara berkelompok langsung memasak hasil tangkapannya dalam berbagai menu, untuk disajikan dan dimakan bersama-sama," katanya.
Pihaknya juga mengundang sejumlah pengusaha restoran dan hotel untuk ikut menyaksikan pesta budaya tersebut sehingga menjadi inspirasi untuk menjadikan cacing laor sebagai salah satu menu istimewa untuk disajikan kepada wisatawan.
"Pesta budaya tahun ini menjadi titik awal untuk mengemas tradisi `Timba Laor` menjadi lebih menarik dengan berbagai kegiatan variatif, sehingga diharapkan dapat menjadi `event` tahunan yang banyak menyedot perhatian wisatawan dalam dan luar negeri untuk berkunjung ke Ambon pada bulan Maret-April setiap tahun," katanya.
Laor adalah sejenis cacing laut dalam bahasa ilmiahnya Lycde Oele dan dari kelas Polychaeta Filum Analida, biasanya muncul saat purnama pasang tertinggi dan hanya muncul di daerah pantai berkarang.
Biota tersebut khas dan digemari oleh masyarakat Maluku karena kandungan protein yang lebih tinggi daripada ikan dan dapat diolah menjadi masakan tradisional dengan rasa gurih.
Musim panen laor sesungguhnya merupakan waktu kemunculan cacing dengan panjang 3-5 centimeter untuk melakukan pemijahan (spawning time).