Ambon (ANTARA) - Kepolisian Resor (Polres) Kabupaten Kepulauan Tanimbar membantah anggotanya yakni personel Polsek Kormomolin Aipda MA sebagai debitur datang menemui pihak penagih utang dengan membawa senjata tajam berupa parang.
“Memang benar yang bersangkutan mengakui menyelipkan senjata tajam berupa parang pada sepeda motor dinas, namun tidak digunakan untuk mengancam pihak manapun,” kata Kasi Humas Polres Kepulauan Tanimbar Iptu Olof Batlayeri di Ambon, Senin.
Hal ini disampaikan usai ramai di media sosial personel membawa senjata tajam untuk mengancam penagih utang.
Lebih lanjut Kasi Humas menjelaskan, parang yang dibawa oleh Aipda MA dan diselipkan pada sepeda motor dinas yang dikendarai sebagai upaya untuk berjaga diri ketika dalam perjalanan.
Mengingat, jarak yang ditempuh dari Kecamatan Kormomolin ke Kota Saumlaki kurang lebih berjarak sekitar 69,5 kilometer dan harus melalui hutan, serta pada saat tiba di Kota Saumlaki juga sudah sore hari dan sudah pasti akan kembali pada malam hari sehingga perlu untuk memastikan keselamatan diri guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan.
Hal tersebut pun telah diklarifikasi langsung oleh Aipda MA saat memberikan keterangan langsung kepada Seksi Propam Polres Kepulauan Tanimbar berdasarkan laporan oleh pihak sewa guna usaha karena merasa terancam atas senjata tajam yang diselipkan.
Bahkan hal tersebut tidak terbukti terkait adanya pengancaman yang dilakukan Aipda MA dengan menyelipkan parang pada sepeda motor dinas yang dikendarai tersebut.
Hingga pada akhirnya, pihak penagih utang pun meminta kepada Aipda MA untuk menyelesaikan permasalahan ini secara baik dan kekeluargaan, selanjutnya Personel Propam menyampaikan kepada kedua belah pihak untuk membuat pernyataan.
Namun, pihak penagih utang meminta waktu sejenak untuk ke SPKT guna melakukan mediasi terlebih dahulu terkait kendaraan yang ditarik, baru pernyataan itu dibuat.
Namun hasil dari mediasi yang dilakukan oleh Aipda MA bersama penagih utang pada ruang SPKT tidak mendapat jalan keluar dan kesepakatan bersama diantara kedua belah pihak. Karena, Aipda MA ingin untuk menindaklanjuti pihak penagih utang melalui jalur hukum yang menurutnya atas tindakan yang tidak sesuai dengan aturan Fidusia yang sudah ada terkait penarikan kendaraan.
Sementara itu diketahui dari keterangan Aipda MA, sebelumnya penarikan kendaraan oleh pihak sewa guna usaha ini diduga dilakukan secara sepihak tanpa diketahui olehnya selaku pihak debitur, padahal aturannya jelas bahwa penarikan kendaraan harus dilakukan dengan kesepakatan bersama antara pihak kreditur maupun debitur tanpa adanya unsur paksaan.
Serta, proses penarikan tersebut pun diduga dilakukan oleh pihak sewa guna usaha atau penagih utang tanpa menunjukkan surat tugas dari perusahaan dan dilakukan penarikan ketika kendaraan sedang berada di jalanan yang sementara dikendarai oleh sopir, tanpa sepengetahuan debitur.