Ambon (ANTARA) - Program prioritas penanganan sampah di Ambon, Provinsi Maluku harus disinkronkan antara Pemprov dengan Pemkot dalam penyusunan program kerja organisasi perangkat daerah (OPD) 2025.
"Kota Ambon dengan kapasitas produksi sampah per hari 250 meter kubik dan yang bisa dijangkau hanya 100 meter kubik lebih akibat armada sampahnya tidak cukup," kata anggota Komisi II DPRD Maluku Arie Sahertian di Ambon, Jumat.
Menurut dia, bagaimana Kota Ambon mau jadi ibu kota provinsi, padahal link koordinasinya terputus. Ini yang mesti menjadi catatan bagi provinsi.
Sebab, tantangan terbesar Kota Ambon yang merupakan ibu kota provinsi adalah soal persampahan. Seharusnya masalah ini menjadi kewenangan paling besar bagi Dinas Lingkungan Hidup, karena link koordinasi antara pemerintah kota dengan provinsi itu terputus," ucapnya.
Sebab, semua beban Pemprov soal persampahan itu ada di Kota Ambon. tetapi link koordinasi bantuan provinsi untuk kota itu kosong.
Karena itu, semestinya dilakukan penataan berupa penyusunan skala prioritas, apa saja yang menjadi komitmen dan skala prioritas pemkot dan Pemprov, sehingga join program sangat diperlukan dan tidak bisa terpisah.
"Kemudian, kita menata apa yang menjadi kewenangan bersama dan tidak bisa terpisah, program tersendiri antara wali kota dan gubernur, lalu OPD mengatur kewenangan masing-masing," ujarnya.
Misalnya, sampah rumah tangga di Kota Ambon belum bisa mencapai semua daerah untuk dibersihkan. Akibatnya, ketika musim hujan, sampah rumah tangga banyak yang berserakan hingga masuk ke laut Teluk Ambon, karena terbawa banjir. Teluk yang indah ini seharusnya dijaga bersama, sehingga programnya tidak bisa terpisah.
"Untuk penanganan sampah laut, perlu juga dilakukan koordinasi antara DLH dengan DKP, karena ini soal limbah yang harus ditangani, sebab muatan program kerja OPD 2024 menjadi asumsi DPRD untuk rancangan 2025," katanya.