Ambon, 31/5 (Antara Maluku) - Jaksa Agung HM Prasetyo menegaskan eksekusi hukuman mati bagi para terpidana kasus narkotika dan bahan berbahaya (narkoba) merupakan kedaulatan hukum Indonesia yang tidak boleh dicampuri pihak lain.
"Ketika ada pro dan kontra hukuman mati pun, kami tetap tegas karena ini menyangkut masalah kedaulatan hukum Indonesia yang tidak boleh dicampuri," kata Jaksa Agung di Ambon, Selasa.
Menurut dia, pihak asing boleh mengajukan protes dan keberatan dengan alasan hak azasi manusia dan sebagainya tetapi harus dilihat juga kepentingan korban kejahatan, sehingga tidak hanya melihat pelakunya saja.
"Saya sering katakan eksekusi mati bukan hal yang menyenangkan tetapi harus kita lakukan karena demi kelangsungan bangsa kita, dan masyarakat bisa memahami serta memakluminya dan saya berharap bisa mendukung upaya jaksa," katanya.
Jaksa Agung juga menjelaskan mengapa rencana eksekusi mati tahap ketiga terpidana kasus narkoba terkesan mengalami penundaan, karena sebenarnya ada alasannya, yakni karena bangsa ini memiliki berbagai permasalahan penting yang harus diprioritaskan.
Masalah prioritas itu di antaranya perbaikan ekonomi sehingga masyarakat diminta bisa memahaminya.
"Bukan berarti kejaksaan ragu-ragu karena kita tetap menyatakan perang terhadap narkoba dan tidak kompromi dengan pengedar serta bandar narkoba. Saya sampaikan bahwa sekarang ini betapa masif dan luasnya akibat yang ditimbulkan karena kejahatan narkoba," ujar Jaksa Agung.
Sekitar lima juta anak-anak Indonesia saat ini menjadi korban penyalahgunaan narkoba, dan dari angka itu sekitar 1,5 juta orang tidak mungkin disembuhkan lagi.
Mereka menjadi sampah dan kehilangan masa depan serta jadi beban bukan saja keluarga tetapi masyarakat, karena ketika pemerintah bermaksud melakukan rehabilitasi itu biayanya luar biasa besar.
Untuk 100.000 orang korban narkoba saja dibutuhkan dana Rp1 triliun untuk merehabilitasi dan butuh waktu enam bulan, lalu kalau lima juta orang butuh waktu lebih lama dan anggarannya yang begitu fantastis.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2016
"Ketika ada pro dan kontra hukuman mati pun, kami tetap tegas karena ini menyangkut masalah kedaulatan hukum Indonesia yang tidak boleh dicampuri," kata Jaksa Agung di Ambon, Selasa.
Menurut dia, pihak asing boleh mengajukan protes dan keberatan dengan alasan hak azasi manusia dan sebagainya tetapi harus dilihat juga kepentingan korban kejahatan, sehingga tidak hanya melihat pelakunya saja.
"Saya sering katakan eksekusi mati bukan hal yang menyenangkan tetapi harus kita lakukan karena demi kelangsungan bangsa kita, dan masyarakat bisa memahami serta memakluminya dan saya berharap bisa mendukung upaya jaksa," katanya.
Jaksa Agung juga menjelaskan mengapa rencana eksekusi mati tahap ketiga terpidana kasus narkoba terkesan mengalami penundaan, karena sebenarnya ada alasannya, yakni karena bangsa ini memiliki berbagai permasalahan penting yang harus diprioritaskan.
Masalah prioritas itu di antaranya perbaikan ekonomi sehingga masyarakat diminta bisa memahaminya.
"Bukan berarti kejaksaan ragu-ragu karena kita tetap menyatakan perang terhadap narkoba dan tidak kompromi dengan pengedar serta bandar narkoba. Saya sampaikan bahwa sekarang ini betapa masif dan luasnya akibat yang ditimbulkan karena kejahatan narkoba," ujar Jaksa Agung.
Sekitar lima juta anak-anak Indonesia saat ini menjadi korban penyalahgunaan narkoba, dan dari angka itu sekitar 1,5 juta orang tidak mungkin disembuhkan lagi.
Mereka menjadi sampah dan kehilangan masa depan serta jadi beban bukan saja keluarga tetapi masyarakat, karena ketika pemerintah bermaksud melakukan rehabilitasi itu biayanya luar biasa besar.
Untuk 100.000 orang korban narkoba saja dibutuhkan dana Rp1 triliun untuk merehabilitasi dan butuh waktu enam bulan, lalu kalau lima juta orang butuh waktu lebih lama dan anggarannya yang begitu fantastis.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2016