Ambon, 4/8 (Antara Maluku) - Garuda Sakti Aliansi Indonesia (GSAI) Kabupaten Buru mengancam akan melaporkan Serka AW, oknum Babinsa di Kayeli kepada atasannya secara berjenjang, terkait persoalan jabatannya sebagai pelaksana Raja Kayeli.

Ketua GSAI Kabupaten Buru, Ibrahim Wael di Ambon, Kamis, menjelaskan, pihaknya juga akan meneruskan laporan ini kepada Presiden RI selaku pembina dan pelindung lembaga swadaya masyarakat tersebut.

Menurut dia, AW alias Abdullah adalah seorang anggota TNI aktif yang mengangkat diri sebagai pelaksana raja Kayeli pascakematian Fuad Wael, tanpa melalui mekanisme adat dan tradisi leluhur yang berlaku selama ini.

Menurut Ibdrahim, seseorang yang akan diangkat menjadi raja Kayeli adalah berasal dari garis keturunan yang jelas serta mendapat persetujuan para pemangku adat dan imam.

"Raja juga diwajibkan menguasai bahasa asli daerah Buru sebab petuanan regenschap Kayeli membawahi berbagai desa dan dusun yang tersebar pada sembilan kecamatan, termasuk masyarakat yang hidup di pedalaman.

Persetujuan para pemangku adat dan imam ini harus melalui rapat musyawarah adat dan mendapat dukungan semua pihak.

Khusus untuk masyarakat masih hidup di pedalaman ini hanya bisa berkomunikasi dengan bahasa daerah sehingga seorang raja Kayeli harus fasih menguasai bahasa aslinya sendiri.

Menurut dia, pascawafatnya raja Kayeli Muhammad Fuad Wael sejak bulan lalu, ada upaya oknum-oknum tertentu yang mengangkat diri sebagai pelaksana raja Kayeli namun mendapat perlawanan dari para pemimpin adat, imam negeri, maupun masyarakat setempat akibat dinilai menyalahi mekanisme adat leluhur yang berlaku turun-temurun.

Misalnya penunjukkan Mansur Wael alias Onyong sebagai pelaksana raja yang mendapat perlawanan sengit dari masyarakat adat serta imam dan melaporkannya secara resmi ke Gubernur Maluku Said Assagaff.

Kini upaya serupa kembali dilakukan secara sepihak oleh orang-orang tertentu yang telah menunjuk Serka Abdullah Wael sebagai pelaksana raja pada Rabu, (27/7) 2016.

"Mereka melakukan pertemuan di balai desa dan menujuk anggota Koramil Mako itu sebagai pelaksana raja, padahal tidak ada pihak saniri negeri maupun tokoh adat dan imam yang hadir," ujar Ibrahim.

Akibatnya, sebuah tenda yang dibuat untuk acara pertemuan lanjutan di Desa Waebsait dibongkar paksa oleh masyarakat karena tidak menyetujui pertemuan yang dianggap ilegal tersebut.

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2016