Ambon, 30/8 (Antara Maluku) - Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan bahwa Maluku termasuk salah satu daerah yang rentan dan rawan terjadi bencana alam berupa gempa tektonik yang dapat menimbulkan kerusakan berat, termasuk terjadinya tsunami.

"Maluku berada pada pertemuan tiga lempeng besar, yakni Pasifik, Indo Australia, dan Eurasia," kata Deputi Bencana Kontingensi Bagian Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB Bernadus Wisnu Widjaja pada pembukaan Tabel Top Exrecise (TTX) Nasional di Ambon, Selasa.

Lempeng Indo Australia masuk ke bawah Eurasia, bertemu dengan Lempeng Pasifik sehingga mengakibatkan patahan yang tidak beraturan.

Tentang hasil penelitian sejumlah ahli geologi dan tektonik Institut Teknologi Bandung bahwa sewaktu-waktu dapat terjadi gempa besar dan menimbulkan gelombang pasang, menurutnya hal tersebut dapat terjadi karena pergerakan lempeng bumi tidak dapat diprediksi.

Dia mengatakan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Tim peneliti BNPB bersama Unesco, beberapa daerah di Maluku yang tergolong rawan gempa di antaranya Seram Bagian Utara, Kabupaten Maluku Tengah, mengingat sebagian besar patahan di bawah laut berada di daerah tersebut.

"Jika gempa besar melanda daerah Seram utara, diperkirakan dapat menimbulkan gelombang pasang dengan ketinggian antara 10-15 meter, sehingga perlu dilakukan langkah-langkah antisipasi," katanya.

Sedangkan untuk Kota Ambon dan Pulau Ambon, Pulau Haruku dan Saparua sesuai data BNPB tsunami dapat terjadi dengan ketinggian antara tiga hingga delapan meter.

Dia menambahkan, pada tahun 2015 pihaknya telah melakukan pemetaan potensi gempa di Kota Ambon berdasarkan data dan informasi yang diberikan BPBD setempat tentang antipasi bencana berupa banjir dan tanah longsor.

Sedangkan untuk Kabupaten Maluku Tengah, Seram Bagian Timur (SBT), Seram Bagian Barat (SBT), Kota Tual, Maluku Tenggara, Maluku Tenggara Barat (MTB), dan Maluku Barat Daya (MBD) sedang dalam tahapan penelitian mengenai informasi gejala bencana alam.

"Karena itu, BPBD Provinsi Maluku, Kota Ambon dan Maluku perlu melakukan langkah-langkah antisipasi guna mencegah hal-hal tidak diinginkan saat terjadi gempa, terutama kerusakan bangunan maupun korban jiwa dalam jumlah besar," ujarnya.

Bernadus menandaskan, pelaksanaan TTX yang untuk pertama kalinya digelar di Maluku sangat penting untuk mengetahui informasi dan indikator bencana alam yang dapat terjadi serta dampak yang dapat ditimbulkan berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan para peneliti Unesco bekerja sama dengan BNPB.

BNPB pertama kali menggelar Tabel Tob Exrecise di Provinsi Sumatera Barat pada Januari 2015, sedangkan pada September 2015 digelar Sumatera Cellent.

Pewarta: Jimmy Ayal

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2016