Ambon, 28/9 (Antara Maluku) - Kepala Rumah Tahanan Negara (Karutan) Waiheru Ambon, Irhamuddin membantah adanya skenario untuk membebaskan dua tersangka kasus korupsi anggaran pembelian lahan dan gedung untuk pembukaan kantor cabang PT. Bank Maluku-Malut di Surabaya, IR dan PRT.

"Jadi masa berakhirnya status penahanan IR alias Idris bersama PRT alias Petro pada 28 September 2016 dan Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku merencanakann proses penyerahan tahap II," kata Irhamuddin, di Ambon, Rabu.

Dia mengatakan kalau pihak Rutan sejak awal sudah menunggu kehadiran jaksa.

Hanya saja, kebetulan ada pegawai Rutan yang meninggal dunia sehingga dia bersama seluruh staf melayat ke rumah duka dan mengikuti prosesi upacara pemakaman.

"Jadi kita memproses dahulu yang meninggal dunia dan saya sudah menunggu sejak Rabu(28/9) pagi. Jadi kalau sudah ada silahkan saja langsung dilaksanakan proses penyerahan tahap II sesuai prosedur," ujarnya.

Penjelasan Karutan terkait akan berakhirnya masa penahanan mantan direktur utama PT. BM-Malut, IR serta mantan Kepala Divisi Korsek dan Renstra PT. BM-Malut, PRT alias Petro.

Kemudian penyidik Kejati Maluku telah berkoordinasi dengan pihak rutan sejak Selasa, (27/9) malam, selanjutnya Rabu pagi tim jaksa menuju Rutan untuk menjemput kedua tersangka guna dilakukan penyerahan tahap II berupa barang bukti beserta tersangka dari jaksa penyidik kepada jaksa penuntut umum.

Namun jaksa tidak bisa berbuat banyak saat berada di Rutan karena tidak ada satu pun pegawai yang melakukan proses penyerahan tersangka.

Sehingga Kasie Penyidikan Kejati Maluku, Ledrik Takendengan menghubungi Kepala Rutan dan terjadi dialog panjang yang intinya seluruh pegawai sedang melayat ke rumah duka dan mengikuti upacara pemakaman.

Dalam percakapan itu, Karutan juga mengatakan jam kerja sudah selesai sehingga tidak bisa melakukan tahap II pada Rabu(28/9).

Tetapi ketika dikonfirmasi wartawan, Karutan justru mengelak dan balik bertanya siapa yang bilang seperti begitu.

"Karena jam kerja untuk pegawai negeri dimulai dari pukul 08.00 WIT dan berakhir pukul 16.00 WIT, tetapi kalau kerja administrasi untuk hal lain, semacam pengeluaran atau penerimaan tahanan itu ada siftnya sendiri," katanya.

Yang seperti ini sifatnya insidentil atau darurat, jad kalau tahanan baru masuk Rutan tidak bisa memprediksi waktunya seperti persidangan, orang pulang dari sana tidak harus jam 16.00 WIT sehingga harus ada petugas yang siaga.

Sehingga ada proses tahap II seperti IR dan PRT langsung diproses.

"Jadi tidak ada upaya untuk menghambat dan itu tidak boleh, kalau memang dari kejaksaan sudah menyatakan tahap II, maka kami harus melaksanakan seperti apa yang diperintahkan," kata Irhamuddin.

Apalagi koordinasi sudah sejak Selasa(27/9) malam dan dia menyampaikan surat pemberitahuan ke kejaksaan, tentang masa sepuluh hari, dan pada hari ini juga sudah dibilang hari terakhir.

"Jadi kalau tidak ada langkah apa pun dari kejaksaan, maka pada jam 00.00 WIT kita harus mengeluarkan kedua tersangka," tandasnya.

Sementara Kasie Penyidikan Kejati Maluku, Ledrik Takendengan mengatakan, bila Rutan bersikap seperti ini, maka seluruh tahanan yang terlibat kasus tindak pidana korupsi sebaiknya dititipkan ke ruang tahanan lain seperti Polda Maluku.

Jaksa juga akan melaporkan sikap Karutan Waiheru Ambon terkait peristiwa ini kepada Dirjen Lapas Kemenkum HAM.

Setelah kedua tersangka digiring jaksa dengan mobil tahanan ke Kantor Kejati Maluku, kini giliran tim Penasihat Hukum terdakwa, seperti Fachriy Bahmid dan Morits Latumeten giliran mengulur waktu.

Meski pun mobil tahanan tiba di Kantor Kejati sekitar pukul 15.00 WIT, namun para tim PH tidak hadir hingga pukul 20.35 WIT untuk menyaksikan penadatanganan surat penyerahan tahap II dari tim penyidik kepada jaksa penuntut umum.

Akibatnya jaksa menyiapkan atau menujuk penasihat hukum lain atas nama Adolf Seleky untuk mendampingi dan menyaksikan proses penyerahan tahap II.

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2016