Ambon, 24/10 ( Antara Maluku ) - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) Perwakilan Papua dan Maluku menggelar Media Sharing Session, dengan tema "Peran media dalam kegiatan hulu Migas" yang berlangsung di Ambon, Senin.

Kegiatan tersebut dihadiri Kepala Perwakilan SKK Migas Papua dan Maluku Enrico CP Ngantung dan para staf. Hadir juga Humas Inpex Adrial Wilde.

Sedangkan peserta dalam kegiatan itu berasal dari sejumlah pimpinan media masa elektronik, cetak dan online.

Sebagai narasumber dalam kegiatan itu, Pj Kepala Urusan Humas Perwakilan SKK Migas Wilayah Papua dan Maluku, Otniel L Wafom yang menyampaikan materi rencana strategis kehumasan industri hulu Migas.

Selanjutnya narasumber kedua Managing Director Petromindo.com, Alexander Ginting, yang membawa materi Tinjauan Hulu Migas Dunia, Indonesia dan Maluku.

Menurut Otniel, media massa bukan hanya sekadar sumber informasi, tapi sebagai pembangun opini publik terhadap persoalan tertentu secara berkelanjutan.

"Media massa merupakan pusat penentu kebenaran karena memiliki kemampuan mentransfer dua elemen yaitu kesadaran dan informasi ke dalam agenda publik," katanya.

Dia mengatakan media massa memiliki strategi menjalin komunikasi yang baik dan memberikan pemahaman yang baik terkait kegiatan hulu migas.

"Industri Hulu Migas masih menjadi tumpuan pendapatan negara

hingga saat ini. Industri Hulu Migas juga berhadapan langsung dengan ekspektasi publik berkaitan dengan pengelolaan sumber daya pokok dan utama yang berkaitan dengan hajat hidup orang banya," ujarnya.

Ia mengakui seluruh institusi yang berada dalam industri

Hulu Migas menempati posisi politik yang sangat strategis, sehingga

sangat tidak mungkin tidak berkaitan dengan kepentingan politik.

Selanjutnya belum ada kepastian mengenai tata kelola industri migas, khususnya bentuk lembaga penyelenggara industri hulu migas dan peran Pertamina.

"Industri migas nasional menghadapi tantangan serius dan berat berupa subsidi dan konsumsi energi membengkak, sedangkan cadangan semakin menipis dan produksi terus menurun," ujar Otniel.

Sementara itu, Managing Director Petromindo.com, Alexander Ginting mengatakan harga minyak mentah dunia mulai turun drastis pada semester II 2014, dan setelah mengalami masa stabil di AS 105 dolar per barel selama empat tahun.

Kemudian dari 115 dolar per barel menyentuh titik terendah 45 dolar per barel pada Januari 2015 dan sekarang mencapai 52 dolar per barel.

Menurut dia, munculnya AS sebagai produsen utama minyak akibat " Shale Oil", keengganan Arab Saudi plus OPEC untuk menurunkan kuota produksi.

Selanjutnya gejolak di Libya dan Irak tidak menurunkan output dan peningkatan produksi Iran akibat kesepakatan Nuklir.

"Opec pada September 2016 menyepakati pengurangan produksi minyak untuk pertama kalinya sejak 2018," kata Alexander.

Kesepakatan membatasi produksi minyak, katanya yakni dari target 33,24 juta barel per hari menjadi 32,5 juta hingga 33 juta bph. Kendati hanya memangkas produksi minyak 240 ribu-740 ribu bph dari target sebelumnya 33,24 juta bph.

"Namun, kesepakatan tersebut terbukti ampuh meningkatkan harga minyak dunia," ujarnya.

Ia menyebutkan terjadi resisi ekonomi di Asia dan Eropa yang mengakibatkan permintaan menjadi lebih sedikit dari yang diperkirakan, ditambah penghapusan, pengurangan subsidi BBM, antara Juli dan September 2014 terjadi penurunan permintaan sebesar 0,8 juta barel per hari.

Kemudian terjadinya pengalihan dari minyak ke sumber energi lain, dan efesiensi konsumsi akibat perkembang teknologi.

Pewarta: Rofinus E. Kumpul

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2016