Ambon, 18/2 (Antara Maluku) - Sejarawan Simon Maelissa dan Prof. John A. Pattykaihatu mengenalkan keindahan Kota Ambon masa lampau kepada wartawan dari berbagai media, dalam acara Jelajah Pusaka Bahari Teluk Ambon yang digelar oleh Balai Arkeologi Maluku, Sabtu.

Kedua sejarawan yang pernah sama-sama terlibat dalam penulisan buku "Ambon Tempoe Doloe dan Sekarang" itu mengenalkan kota tersebut di sela-sela pelayaran mengelilingi Teluk Ambon dengan KMP Lelemuku.

Sedikitnya belasan wartawan hadir dalam wisata sejarah yang menjadi bagian dari rangkaian kegiatan Temu Jurnalistik Arkeologi itu.

Prof. John A. Pattykaihatu mengatakan Kota Ambon tak lagi seindah tahun 1970 - 1980-an, dengan lingkungan yang bersih dari sampah, tertata dan tak semrawut.

"Kota Ambon sudah tidak seindah dulu. Sekarang banyak sampah di mana-mana, semrawut dan tidak teratur. Tahun 70-an - 80-an kita masih bisa mendapatkan Ambon dengan penataan yang baik," kata Guru Besar Sejarah dari Universitas Pattimura itu.

Tak jauh berbeda dengan Prof John, mantan dosen sejarah dari Universitas Pattimura Simon Maelissa mengatakan Ambon yang pernah mengalami masa historikal panjang pendudukan bangsa Portugis, Belanda dan Jepang, telah berkali-kali mengalami pergantian penguasa kolonial.

Pada era Portugis dan Hindia-Belanda dalam ekspansi monopoli jalur rempah-rempah, mereka membangun dan menata kota tersebut dengan sangat baik. Tidak hanya tata bangunan hunian, pertokoan dan pasar, bahkan parit-parit pun diatur sedemikian rupa untuk mencegah banjir.

Penataan yang rapi tersebut masih bisa ditemukan dalam dokumen-dokumen pemerintah Hindia-Belanda semasa itu, salah satunya adalah catatan Georg Eberhard Rumpf atau lebih dikenal dengan Rumphius.

Ahli botani berdarah Jerman yang juga tentara Vereenigde Oostindische Campagnie (VOC), kongsi dagang Hindia-Belanda, menyebutkan Ambon adalah pasar tercantik.

"Sebagai pusat atau pasar rempah-rempah yang dibawa dari berbagai wilayah di Maluku dan Maluku Utara, Kota Ambon dibangun dengan sangat bagus oleh pemerintah kolonial, jejak-jejak peninggalan itu masih bisa kita temukan sampai sekarang, salah satunya adalah pasar lama yang kini sudah sangat kumuh," kata Simon.

Lebih lanjut ia mengatakan di masa pendudukan Portugis dan Hindia-Belanda, pembangunan Kota Ambon mengacu pada posisi benteng Niew Victoria sebagai pusat kendali kekuasaan kolonial pada masa itu.

Pasar, terminal dan pusat pertokoan, yakni Chinesestraat (pecinan Ambon) dibangun tak jauh dari benteng Niew Victoria.

Benteng itu sendiri awalnya dibangun oleh Portugis pada 1575, di bawah pemerintahan Gubernur Gazapar de Mello, dengan nama Nossa Senhora Annucida yang dikemudian hari lebih banyak disebut benteng Kota Laha.

Bangunan pertahanan yang menjadi cikal bakal berdirinya Kota Ambon itu, kemudian diambil oleh Hindia-Belanda pada 1605 yang berhasil menendang keluar Portugis dari Kepulauan Maluku. Belanda lalu menanamainya dengan Victoria yang artinya kemenangan.

Sekitar tahun 1754 gempa besar melanda Ambon, dan menghancurkan sebagian besar bangunan VOC, tak terkecuali benteng Victoria, yang lalu dibangun kembali dan dinamai Niew Victoria.

"Sebagian besar pembangunan bagian-bagian penting kota terkait pusat perdagangan tak jauh dari posisi benteng. Sekarang ini Chinesestraat kita kenal dengan jalan AY. Patty yang menjadi jalan utama di Ambon," ucapnya.

Pewarta: Shariva Alaidrus

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017