Saparua, 12/5 (Antara) - Museum Negeri Provinsi Maluku Siwalima Ambon menghadirkan kisah Thomas Matulessy dan kawan-kawan dalam pameran keliling "Memaknai 200 Tahun Perjuangan Pattimura", di desa Saparua, Kecamatan Saparua, Kabupaten Maluku Tengah, Jumat.
Digelar di paviliun gedung diorama sejarah perang Pattimura yang berada tak jauh dari lokasi berdirinya Benteng Duurstede, pameran tersebut dilaksanakan untuk menyongsong peringatan dua abad perjuangan Thomas Matulessy atau lebih dikenal dengan Kapitan Pattimura, pada 15 Mei 2017.
Tidak kurang dari 53 koleksi benda, data dan informasi yang dipamerkan oleh Museum Siwalima dalam pameran yang dijadwalkan berlangsung hingga 15 Mei mendatang.
Koleksi-koleksi yang dipamerkan, antara lain senjata api berupa bedil, pistol yang digunakan oleh tentara Vereenidge Oostindische Compagnie (VOC), meriam kecil, sejumlah senjata tradisional yang digunakan oleh tentara rakyat, seperti parang, salawaku (perisai khas Maluku), panah, tombak, dan bambu runcing.
Dipamerkan juga seragam lengkap tentara pemerintah Hindia Belanda (Koninklijke Nederland-Indische Leger - KNIL), dan benda-benda serta informasi mengenai rempah-rempah yang telah memikat bangsa-bangsa dari barat datang ke Maluku, seperti timbangan, bakul dan peralatan untuk memetik pala dan cengkih.
Selain itu, para pengunjung juga dikenalkan dengan tokoh-tokoh sentral Maluku yang berperan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, seperti Alexander Jacob Patty, Abdul Muthalib Sangadji, Marthinus Putuhena dan Johannes Leimena.
Kisah dokter-dokter Maluku yang berasal dari keluarga sederhana tapi berhasil lulus dari School Tot Opeliding Van Indlansche Artsen (Stovia) dan menjadi pakar di bidangnya, salah satunya adalah dokter Jacob Bernardus Sitanala yang dikenal secara luas oleh dunia internasional sebagai ahli penyakit kusta, juga dihadirkan di pameran itu.
"Pameran ini memang sudah direncanakan sejak tahun lalu. Kegiatan ini sendiri untuk memberikan kesadaran kepada generasi muda, kalau di atas pundak mereka ada tugas yang diberikan oleh Pattimura, bahwa meski dia mati akan bangkit 1.000 Patimura lainnya," kata Kepala Museum Siwalima Jean E. Saiya.
Ia mengatakan sesuai dengan apa yang telah dipesankan oleh Pattimura sebelum dihukum gantung, generasi sekarang harus terus berjuang, tetapi bukan melawan penjajahan melainkan kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan, dan keterpurukan.
"Semangat perjuangan ini yang mau diwariskan kepada mereka, bahwa sekarang tidak lagi berjuang dengan parang dan salawaku, tetapi dengan pena dan buku," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017
Digelar di paviliun gedung diorama sejarah perang Pattimura yang berada tak jauh dari lokasi berdirinya Benteng Duurstede, pameran tersebut dilaksanakan untuk menyongsong peringatan dua abad perjuangan Thomas Matulessy atau lebih dikenal dengan Kapitan Pattimura, pada 15 Mei 2017.
Tidak kurang dari 53 koleksi benda, data dan informasi yang dipamerkan oleh Museum Siwalima dalam pameran yang dijadwalkan berlangsung hingga 15 Mei mendatang.
Koleksi-koleksi yang dipamerkan, antara lain senjata api berupa bedil, pistol yang digunakan oleh tentara Vereenidge Oostindische Compagnie (VOC), meriam kecil, sejumlah senjata tradisional yang digunakan oleh tentara rakyat, seperti parang, salawaku (perisai khas Maluku), panah, tombak, dan bambu runcing.
Dipamerkan juga seragam lengkap tentara pemerintah Hindia Belanda (Koninklijke Nederland-Indische Leger - KNIL), dan benda-benda serta informasi mengenai rempah-rempah yang telah memikat bangsa-bangsa dari barat datang ke Maluku, seperti timbangan, bakul dan peralatan untuk memetik pala dan cengkih.
Selain itu, para pengunjung juga dikenalkan dengan tokoh-tokoh sentral Maluku yang berperan dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia, seperti Alexander Jacob Patty, Abdul Muthalib Sangadji, Marthinus Putuhena dan Johannes Leimena.
Kisah dokter-dokter Maluku yang berasal dari keluarga sederhana tapi berhasil lulus dari School Tot Opeliding Van Indlansche Artsen (Stovia) dan menjadi pakar di bidangnya, salah satunya adalah dokter Jacob Bernardus Sitanala yang dikenal secara luas oleh dunia internasional sebagai ahli penyakit kusta, juga dihadirkan di pameran itu.
"Pameran ini memang sudah direncanakan sejak tahun lalu. Kegiatan ini sendiri untuk memberikan kesadaran kepada generasi muda, kalau di atas pundak mereka ada tugas yang diberikan oleh Pattimura, bahwa meski dia mati akan bangkit 1.000 Patimura lainnya," kata Kepala Museum Siwalima Jean E. Saiya.
Ia mengatakan sesuai dengan apa yang telah dipesankan oleh Pattimura sebelum dihukum gantung, generasi sekarang harus terus berjuang, tetapi bukan melawan penjajahan melainkan kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan, dan keterpurukan.
"Semangat perjuangan ini yang mau diwariskan kepada mereka, bahwa sekarang tidak lagi berjuang dengan parang dan salawaku, tetapi dengan pena dan buku," ucapnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017