Ambon, 23/7 (Antara Maluku) - Aktivis Lies Marantika menilai isu pekerja anak di Maluku, terutama pekerjaan domestik belum mendapat perhatian khusus dan intensif dari pemerintah dan masyarakat, tidak seperti kasus kekerasan lainnya.

"Kasusnya ada tapi perhatian terhadap isu itu secara tekun belum ada, tidak fokus dan intensif karena perlu pembuktian yang nyata, apalagi bagi anak-anak yang karena alasan tertentu tidak tinggal dengan keluarga kandung," katanya di Ambon, Minggu.

Lies yang juga Direktur Gasira, lembaga kajian dan advokasi untuk pemberdayaan perempuan di Maluku mengatakan isu perlindungan anak berkaitan dengan pemenuhan tumbuh kembang anak.

Anak-anak berhak memiliki waktu untuk bermain, belajar, bersosialisasi dengan teman sebayanya dan melakukan hal-hal kreatif yang mendukung pertumbuhannya, tapi tidak semua anak mendapatkan haknya tersebut.

Seringkali oleh orang dewasa, anak-anak yang dibebankan tugas dan tanggung jawab menangani pekerjaan-pekerjaan rumah tangga secara berlebihan sehingga tak memiliki kesempatan menikmati waktu mereka layaknya anak-anak yang lain.

Mereka disuruh mengambil alih pekerjaan rumah tangga yang seharusnya ditangani oleh orang dewasa, seperti memasak, mencuci pakaian, mengasuh anak dan lainnya.

Ia mencontohkan, seorang anak korban kasus pekerja anak yang dititipkan oleh Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak (P2TP2A) Kota Ambon di Rumah Aman Gasira.

Anak yang baru duduk di kelas lima SD berasal dari salah satu kabupaten di Maluku. Karena alasan ekonomi, ia kemudian dititipkan tinggal dengan paman dan bibinya di Kota Ambon agar bisa bersekolah.

Selama tinggal bersama paman dan bibinya, anak perempuan itu diharuskan mengerjakan semua pekerjaan rumah tangga sebelum dan sepulang sekolah. Ia kemudian melarikan diri ke rumah ketua rukun tetangga (RT) setempat setelah tidak tahan diperlakukan kasar.

Dalam pengakuannya kepada ketua RT dan P2TP2A, tidak hanya sering mendapat perlakuan kasar, ia juga juga sempat dilecehkan secara seksual oleh pamannya.

"Dia harus bangun pagi-pagi untuk membereskan rumah dan melakukan pekerjaan lainnya sebelum berangkat sekolah, pulangnya dia harus mengasuh anak dari paman dan tantenya, begitu setiap harinya. Kasus seperti ini luput dari pengamatan kita," ujar Lies.

Mantan Komisioner Komnas Perempuan periode 1998-2006 mengatakan polemik pekerjaan domestik bagi anak sering disalahartikan oleh banyak orang dewasa.

Anak-anak memang dibolehkan membantu orang tua untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga, tapi hanya yang sesuai dengan usianya dan tidak menghilangkan waktu tumbuh kembangnya, seperti membersihkan kamar tidurnya sendiri, membereskan barang-barang atau mainannya, dan sebagainya.

"Saya rasa itu yang harus dikritisi. Anak boleh membantu di rumah tapi kalau diberi tanggung jawab untuk mengelola pekerjaan, menurut saya perlu disesalkan karena akan mempengaruhi tumbuh kembang anak," ucapnya.

Pewarta: Shariva Alaidrus

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017