Ambon, 10/8 (Antara Maluku) - Majelis hakim Pengadilan Negeri Ambon mempertanyakan keterkaitan antara barang bukti kasus narkoba berupa uang tunai Rp60 juta dan enam unit telepon genggam milik terdakwa Mardy Marasabessy yang disita penyidik.

"Seharusnya saksi menjelaskan uang Rp60 juta ini apakah merupakan hasil transaksi narkoba atau bukan, termasuk enam buah telepon genggam milik terdakwa karena pada putusan akhir majelis bisa menyatakan dirampas untuk negara," kata ketua majelis hakim PN setempat, Esau Yarisetouw didampingi SMO Siahaan dan Samsidar Nawawi di Ambon, Kamis.

Pertanyaan majelis hakim disampaikan dalam persidangan dengan agenda pemeriksaan saksi Bachtiar Tengko dan Rasyid, dua anggota Satres Narkoba Polres Buru yang menangkap terdakwa beserta barang bukti.

Namun saksi menjawab hanya bisa menduga uang tersebut merupakan hasil penjualan narkoba yang dilakukan terdakwa, dan uang lainnya sejumlah Rp7 juta dikembalikan kepada istri terdakwa karena merupakan uang gaji.

Kedua saksi juga tidak bisa menjelaskan enam buah telepon genggam milik terdakwa yang disita apakah memiliki keterkaitan dalam perkara itu atau tidak, sementara terdakwa yang merupakan anggota Polres Buru ini mengaku kalau uang tersebut adalah hasil penjualan emas di Gunung Botak dan awalnya berjumlah Rp80 juta.

Saksi diminta memberikan penjelasan yang tepat agar bisa diketahui apakah status tersangka sebagai bandar narkoba, pengedar atau penjual, atau kah hanya sebagai pemakai narkoba.

"Kita tidak tahu apakah ada nomor khusus milik bandar yang ada dalam telepon genggam atau tidak untuk membuktikan adanya komunikasi untuk bertransaksi sehingga bisa dijadikan bukti dan dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan vonis," tandas majelis hakim.

Dalam persidangan tersebut, majelis hakim juga mempertanyakan apakah saksi mengetahui adanya jaringan perdagangan narkoba yang tersistematis dimana bandarnya berada di Jakarta lalu dikirim ke Makassar (Sulsel) baru masuk Kota Ambon.

"Sudah banyak perkara narkoba yang kami tangani dan belakangan ini trennya semakin meningkat, tetapi yang namanya bandar tidak pernah ditahan dan diproses hukum," tandas majelis hakim.

JPU Kejati Maluku, Awaludin mengatakan, terdakwa pada hari Sabtu, (11/3) 2017 sekitar pukul 16.30 WIT di tempat Base Camp Pagar Senk Gunung Botak di Dusun Wamsait yang merupakan areal penambangan emas Pulau Buru ditangkap karena memiliki sabu-sabu.

Terungkapnya kasus ini bermula dari saksi Aiptu Bahtiar Teppo melakukan penangkapan terhadap saksi Ali Alkatiri (dalam BAP terpisah) yang sedang membawa sabu-sabu lalu diinterogasi.

"Saksi mengakui barang tersebut dibeli dari saksi lainnya bernama Gunawan Santoso (dalam BAP tersendiri) dan kini dalam proses penuntutan, dan Santoso juga mengaku membeli satu paket sabu dari terdakwa Wardy senilai Rp2,54 juta," kata JPU.

Atas keterangan para saksi, Kasat Narkoba Polres Buru AKP Jufri Jawa bersama saksi Bahtiar dan tiga orang rekannya mendatangi terdakwa di lokasi Base Camp Pagar Senk yang terletak di Susun Wamsait, Desa Dava (Kecamatan Waelata) Kabupaten Buru.

Kedatangan mereka ke areal penambangan emas ini untuk menangkap terdakwa dan melakukan penggeledahan sehingga ditemukan barang bukti berupa 16 paket sabu, satu buah dompet warna coklat dan uang tunai Rp60 juta yang terletak di atas tempat tidur.

Polisi juga menemukan satu kotak kanebo berisikan alat hisap sabu (bong) sebuah kotak korek kuping berisi sedotan plastik, sumbu pirex kaca, korek kuping, korek api, serta enam unit telepon genggam.

"Setelah digiring ke Mapolres Buru untuk diperiksa, terdakwa mengaku mendapatkan barang tersebut dari pamannya bernama Ali Marasabessy sebanyak 49 paket.

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017