Jakarta (ANTARA) - Guru Besar Antropologi Hukum Universitas Indonesia, Sulistyowati Irianto, mengatakan bahwa putusan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) untuk perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pilpres 2024 tidak boleh terpaku pada undang-undang.
"Putusan hakim harus melampaui analisis doktrinal. Artinya, hakim tidak sekadar menjadi corong undang-undang saja," kata Sulis, sapaan akrabnya, dalam acara Diskusi Media: Landmark Decision MK" yang digelar di Jakarta, Jumat.
Ia menjelaskan, apabila Hakim MK hanya menjadikan diri sebagai corong undang-undang, maka itu sudah ketinggalan zaman karena undang-undang tidak pernah bisa mengejar perkembangan dan perubahan masyarakat yang begitu cepat.
"Selalu ada perubahan-perubahan baru, rasa-rasa keadilan baru yang harus dipenuhi dan direspons oleh semua insan hukum kita," kata dia.
Ia juga menilai, perkara PHPU Pilpres 2024 menguji pilar-pilar negara hukum di Indonesia, mulai dari demokrasi, HAM, dan mekanisme kontrol untuk mengendalikan pemisahan kekuasaan yang mana tidak hanya secara trias politika.
Maka dari itu, lanjutnya, penanganan perkara sengketa Pilpres kali ini menjadi bersifat sangat khusus dan tidak bisa direduksi menjadi penyelesaian sengketa biasa.
"Jadi, yang diharapkan adalah Hakim MK bisa memikirkan suatu pertimbangan yang melampaui analisis sengketa," ujarnya.
Selain itu, posisi MK sebagai Guardian of Constitution (Penjaga Gawang Konstitusi), harus pula mempertahankan konstitusi pemilu di Indonesia, terlebih dengan adanya perintah konstitusi dalam Pasal 22E UUD 1945 yang mengatakan bahwa asas Pemilu adalah langsung, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
Diketahui, MK akan membacakan putusan perkara PHPU Pilpres 2024 pada hari Senin, 22 April 2024 pukul 09.00 WIB di ruang sidang lantai dua Gedung I MK RI, Jakarta.
Berdasarkan jadwal yang tertera pada laman resmi MK, hakim konstitusi akan membacakan putusan untuk gugatan sengketa pilpres yang diajukan oleh Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar dan Ganjar Pranowo-Mahfud Md serentak pada hari yang sama.
Sidang pemeriksaan perkara sengketa Pilpres 2024 pun telah digelar pada tanggal 27 Maret hingga 5 April. Kemudian, para pihak dalam perkara mengajukan kesimpulan sidang ke MK pada tanggal 16 April.
Adapun sejak tanggal 16 hingga 21 April, Hakim Konstitusi telah melangsungkan Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) guna memutus perkara tersebut.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pakar: Putusan PHPU Hakim MK tak boleh terpaku UU