Ambon, 29/9 (Antara Maluku) - Lembaga swadaya masyarakat (LSM) Himpunan Maluku Untuk Kemanusiaan (HUMANUM) mengembangkan program adaptasi masyarakat terhadap dampak perubahan iklim bagi masyarakat di pulau-pulau kecil.

"Ini masih pilot project, kami berharap ke depannya bisa dikembangkan secara meluas kepada masyarakat, khususnya yang berada di pulau-pulau kecil karena mereka yang lebih rentan," kata Direktur HUMANUM Vivi Marantika di Ambon, Kamis.

Ia mengatakan program adaptasi perubahan iklim yang dikembangkan oleh lembaganya bersama dengan Baileo Maluku berfokus pada pembangunan kemampuan adaptis dan memperkuat ketangguhan masyarakat mengatisipasi dampak perubahan iklim.

Kemampuan adaptasi lebih mengacu pada pengalihan sumber-sumber ekonomi atau yang berkaitan dengan mata pencaharian masyarakat.

Programnya pun menyasar pada kelompok-kelompok rentan, seperti perempuan yang menjadi sebagai kepala keluarga dan keluarga dengan orang tua yang disabilitas.

"Bicara mengenai perubahan iklim adalah bicara tentang sebab-akibat, ketika ada perubahan apapun yang terjadi di tempat lain berimplikasi kepada tempat lain. Yang paling berbahaya adalah ketika situasi itu terjadi di pulau-pulau kecil, seperti di Aru misalnya," katanya.

Dikatakannya lagi, pengembangan program adaptasi perubahan iklim telah dilaksanakan di desa Laulau, Kobrau, dan Nafar yang berada di Pulau Wokam sejak Maret 2017 dan akan berlangsung hingga pertengahan tahun 2018.

Pulau Wokam terpilih sebagai lokasi proyek percontohan dikarenakan relatif kecil dengan luas wilayah yang tidak mencapai 2.000 kilometer persegi, sehingga sangat terancam oleh situasi perubahan iklim.

Dampak perubahan iklim juga sudah mulai terlihat di Pulau Wokam, yakni naiknya permukaan laut yang ditandai dengan semakin tingginya abrasi dan luas pantai semakin melebar ketika air surut pantai, sehingga menyebabkan daratan semakin sempit.

Masyarakat setempat juga tidak lagi bisa memprediksi musim, karena cuaca buruk terjadi hampir sepanjang tahun, gelombang pasang relatif lebih intensif dan ketinggiannya semakin hari semakin tinggi.

"Masyarakat tidak lagi bisa memprediksi musim, biasanya mereka mengenal musim barat sekitar Desember - April ditandai dengan gelombang pasang yang sangat tinggi, angin kencang dan hujan deras secara bersamaan, itu adalah situasi yang sama sekali tidak bisa terkendali," katanya.

Menurut catatan Badan Informasi geospasial Indonesia, perubahan iklim akan melenyapkan sedikitnya 3.000 pulau, salah satunya yang paling jelas disebutkan adalah beberapa pulau di Kepulauan Aru.

Hasil penelitian lainnya, salah satunya Koalisi Rakyat Untuk Perikanan (KIARA) menyebutkan dalam 50 tahun ke depan ada sekitar 52 pulau di Indonesia akan tenggelam.

"Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pulau-Pulau Kecil adalah luasnya tidak lebih dari 2.000 kilometer persegi, umumnya pulau-pulau di Aru tidak mencapai ukuran itu," ujar Vivi.

Pewarta: Shariva Alaidrus

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017