Jakarta, 11/10 (Antara Maluku) - Sebanyak 21 anak dari seluruh pelosok negeri terpilih menjadi peserta "Sehari Jadi Menteri".

Program kerjasama Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan Plan Indonesia ini mewujudkan impian anak Indonesia untuk menyuarakan haknya dan merasakan bagaimana menjadi seorang pengambil keputusan.

Untuk itu, program ini pun mengangkat tema yang bertajuk "Sehari Jadi Menteri: Suara Anak untuk Pencegahan Perkawinan Usia Anak".

Anak-anak sebagai tonggak masa depan bangsa dilibatkan agar dapat memberikan kontribusi menyuarakan pencegahan perkawinan usia anak di komunitas atau lingkungan sekitarnya. Suara mereka dapat di dengar oleh para pemangku kepentingan dan dapat menginspirasi orang lain untuk mendukung anak-anak khususnya anak perempuan untuk dapat belajar, memimpin,
memutuskan dan berkembang.


"Saya ucapkan selamat kepada 21 peserta yang telah terpilih. Kalian semua bisa ada di sini karena kreativitas dan inovasi kalian, dan tentunya karena adanya affirmative action yang kalian lakukan," ujar Deputi Tumbuh Kembang Anak Kementerian PPPA, Lenny N. Rosalin, di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, hal yang melatarbelakangi adanya Hari Anak Perempuan Internasional adalah ketidaksetaraan gender yang dialami oleh banyak anak-anak perempuan yang masih tertinggal dibandingkan anak laki-laki. 

Hal itu juga sebagai dasar untuk melakukan kampanye-kampanye dan sosialisasi agar anak–anak perempuan di Indonesia semakin maju. Tahun ini merupakan tahun yang kedua penyelenggaraan kegiatan ini, dengan tema yang sama yakni terkait perkawinan pada anak.

"Perkawinan anak menjadi isu yang luar biasa penting dan sangat relevan bagi anak-anak, khususnya anak perempuan agar kita dapat mengangkat mereka menjadi pelopor dalam mengurangi angka perkawinan anak," katanya.

Lenny menambahkan, Indonesia berada di posisi 7 daftar negara dengan tingkat perkawinan anak tertinggi di dunia.

Menurut dia, perkawinan anak juga memiliki dampak yang penting, tiga di antaranya berpengaruh terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM). 

Pertama, masalah pendidikan, banyaknya anak yang telah menikah akhirnya Drop Out dari sekolah. 

Kedua, masalah kesehatan, baik dari Ibu maupun anaknya, karena si Ibu masih memiliki umur yang sangat muda, ketika melahirkan akan terkena risiko pendarahan, bahkan kematian. 

Ketiga, masalah ekonomi, jika dalam usia anak-anak mereka telah menjadi janda yang telah memiliki anak, maka anak tersebut harus bekerja untuk menghidupi anaknya. Selain itu, pada
umumnya mereka hanya memiliki ijazah tingkat sekolah dan memiliki upah yang rendah, sehingga dapat menyebabkan siklus kemiskinan.

Lenny mengatakan, jika Indonesia ingin memiliki IPM yang tinggi, maka seluruh lapisan masyarakat harus ikut menekan angka perkawinan anak.

Salah satu peserta kegiatan “Sehari jadi Menteri” asal Bali, Kade Ayu Winandari Kusuma Pramesuari mengaku senang bisa bertemu dengan peserta lainnya dari seluruh Indonesia dan mendapatkan banyak ilmu terkait kesetaraan gender dan perkawinan anak.

Ia juga merasa dapat berkontribusi dan menyuarakan aspirasinya melalui rekomendasi yang ditujukan kepada Menteri PPPA. Ia berharap melalui rekomendasi yang dihasilkan dari simulasi Rapat Pimpinan yang ditujukan kepada Menteri Yohana dapat ditindaklanjuti,
sehingga dapat menekan angka perkawinan anak, khususnya di daerah pelosok yang minim akses informasi.

"Saya mengapresiasi usaha Pemerintah, masyarakat, dunia usaha, dan media yang telah mensukseskan kegiatan ini dan berkontribusi untuk menekan angka perkawinan anak. Bagi kalian 21 anak-anak yang telah terpilih, saya harap dapat berperan untuk mengatakan tidak pada perkawinan anak, tidak hanya untuk diri sendiri, namun juga dapat menjadi pelopor dan pionir di antara keluarga, teman-teman, dan lingkungan sekitarnya," tutup Lenny N. Rosalin.

Sebelumnya, telah terpilih Ayu Juwita, peserta kegiatan “Sehari jadi Menteri” asal Sumatera Utara sebagai Menteri PPPA Cilik.

Dalam rangkaian acara tersebut, para peserta melakukan simulasi Rapat Pimpinan layaknya
Menteri, para Deputi serta Asisten Deputi lainnya untuk menghasilkan rekomendasi yang nantinya disampaikan kepada Menteri PPPA, Yohana Yembise.

Hasil rekomendasinya sebagai berikut:

1. Mendorong Presiden untuk menindaklanjuti Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) pencegahan perkawinan usia anak dan membuat Peraturan Menteri (Permen) serta merekomendasikan kepada setiap daerah untuk membuat Peraturan Daerah (Perda), Peraturan Gubernur (Pergub), Peraturan Walikota (Perwali) dan Peraturan Desa (Perdes) tentang
pendewasaan usia perkawinan didukung oleh gerakan 10.000 hashtag dan 5000 surat yang dilakukan oleh masyarakat.

2. Ketegasan hokum saat menangani kasus kekerasan seksual dengan mendorong Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) untuk disahkan.

3. Melibatkan seluruh lapisan masyarakat (Pemerintah, penyedia layanan kesehatan, perusahaan dan masyarakat secara umum) mengenai menstruasi untuk menghindari bully yang disebabkan oleh kesadaran yang rendah mengenai menstruasi dan mengenai nutrisi untuk ibu hamil guna menanggulangi kematian kepada ibu dan anak yang terdampak perkawinan usai anak

4. Memanfaatkan akses digital dan non digital ramah anak (yang telah disaring oleh KPI) yang memperlihatkan bahaya perkawinan usia anak dan pornografi sehingga dapat diakses oleh kaum urban sampai rural dengan kampanye online, baliho (papan reklame), program TV dan film.

5. Membuat program  TVMas (Tim Evaluasi Masyarakat) sebagai wadah independen dalam membantu pemerintah untuk mengevaluasi:

a) Perda/ Perbup/ Perdes pencegahan perkawinan usia anak.
b) Kabupaten/ Kota Layak Anak (KLA)
c) Pelayanan Kesehatan
d) Akta Kelahiran Yang sudah ada yang didukung fakta dan data

6. Mendukung Parlemen Muda dan pelatihan kepemimpinan untuk perempuan sejak dini agar dapat menjadi Kepala Daerah, anggota Parlemen dan Menteri

7. Memberikan kesempatan kepada korban pernikahan usia anak agar dapat berkembang, berpendapat, serta memutuskan. Dengan cara membuat program untuk mendorong korban kembali bersekolah.

8. Pemerataan dan penguatan PUSPAGA dan PATBM untuk mencegah perkawinan usia anak dengan:

a) Program “SERAK” (sekolah keterampilan untuk anak yang terpinggirkan dengan cara membuat pelatihan untuk menambah keterampilan dan kemampuan kewirausahaan).
b) Program NEW (No Exploitation to Women) gerakan baru untuk tidak mengeksploitasi perempuan dan anak perempuan dengan cara mengkombinasikan kegiatan seni dengan edukasi pemberian informasi mengenai pernikahan usia anak
c) “PEKAN KREATIF” melibatkan komunitas dengan menyelipkan seni budaya

9. Bekerja sama dengan tokoh keagamaan dan adat dalam mensosialisasikan pendidikan kesehatan reproduksi (kespro) yang komperehensif dan pencegahan perkawinan usia anak di komunitas dan sekolah dengan bekerja sama dengan anak yang memiliki bakat teater, puisi, musik, komik, dan sebagainya.

Pewarta: Siaran Pers

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017