Ternate, 31/10 (Antara Maluku) - Pengamat Kelautan dan Perikanan dari Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU) Mahmud Hasan mengatakan pengembangan wisata bahari di wilayah pesisir atau pulau tidak boleh sampai mengorbankan nelayan setempat.

"Nelayan di lokasi pengembangan wisata bahari justru harus menjadi bagian dari pengembangan wisata bahari itu agar mereka dapat menikmati manfaatnya," katanya di Ternate, Selasa.

Pengembangan wisata bahari di berbagai daerah di Indonesia, termasuk di wilayah Malut, kata Mahmuda Hasan, selama ini terkesan kurang memperhatikan keberadaan nelayan setempat, bahkan tidak jarang nelayan terusir dari tempatnya.

Ia mencontohkan nelayan di Pulau Widi, Kabupaten Halmahera Selatan, yang dipaksa oleh Pemkab setempat untuk membongkar rumahnya karena di pulau itu digelar kegiatan lomba mancing internasional atau Widi International Fishing Tournament (WIFT).

"Penyelenggaraan kegiatan WIFT di Pulau Widi sangat baik karena akan lebih memperkenalkan keberadaan pulau itu, baik sebagai objek wisata bahari maupun spot mancing, tetapi seharusnya keberadaan nelayan setempat harus dipertahankan,"katanya.

Menurut Mahmud Hasan, kalau pun keberadaan rumah nelayan di Pulau Widi dianggap tidak layak dan dapat mengganggu keindahan panorama pantai di pulau itu, solusinya bukan dengan membongkarnya, tetapi dengan merenovasinya sehingga nelayan tidak merasa dikorban.

Para wisatawan, terutama dari mancanegara justru sangat menyukai keberadaan masyarakat yang ada di lokasi objek wisata yang dikunjunginya, terlebih jika masyarakat itu memiliki berbagai kearifan lokal, misalnya dalam hal tradisi sosial, ujarnya.

Mahmud Hasan juga menekankan pentingnya menjaga kelestarian ekosistem laut dalam pengembangan wisata bahari, misalnya di lokasi yang telah ditetapkan sebagai kawasan konvervasi, tidak boleh diizinkan pembangunan resor atau bangunan lain di lokasi itu.

Pewarta: La Ode Aminuddin

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017