Petani kelapa di Maluku Utara dulunya bisa memenuhi kebutuhan hidup keluarga, bahkan dapat menyekolahkan anak hingga ke perguruan tinggi, hanya dengan mengandalkan hasil dari satu hektare kebun kelapa.

Sekarang petani kelapa yang hanya memiliki kebun kelapa seluas itu, harus mencari penghasilan tambahan dari usaha lain, karena harga kopra yang merupakan hasil utama kebun kelapa saat ini sangat murah, tidak dapat menutupi biaya hidup dan pendidikan yang justru semakin mahal.

Salah seorang petani kelapa dari Kabupaten Halmahera Selatan Ahmad Hasan menuturkan tanaman kelapa dipanen setiap tiga bulan, tetapi tidak dapat langsung dijual karena pemetikan buah hingga proses pembuatan kopra membutuhkan waktu sedikitnya satu bulan.

Dari satu hektare kebun kelapa biasanya menghasilkan 1,5 ton kopra atau senilai Rp7,5 juta kalau harga kopra di tingkat petani seperti saat ini Rp5.000 per kg, tetapi yang bisa dikantongi petani hanya sekitar Rp5 juta, karena selebihnya untuk menutupi biaya produksi, seperti pemetikan buah dan pembuatan kopra.

Pendapatan Rp5 juta dalam satu kali siklus panen itu, jika dibagi empat bulan berarti petani hanya memperoleh pendapatan Rp1,250 juta per bulan, sehingga tidak akan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga.

Oleh karena itu petani berharap harga kopra di tingkat petani mencapai minimal Rp10.000 per kg.

Kepala Dinas Pertanian Maluku Utara Idham Sangadji mengaku tidak bisa berbuat banyak terkait rendahnya harga kopra di tingkat petani di daerahnya karena ditentukan oleh mekanisme pasar dan perkembangan harga di pasaran global.

Namun demikian, Dinas Pertanian Maluku Utara tetap melakukan berbagai program untuk meningkatkan pendapatan petani kelapa setempat, di antaranya mendorong petani untuk merawat tanaman dengan baik agar produktivitasnya bisa meningkat sampai 3 ton per hektare.

Selain itu, mendorong petani kelapa untuk melakukan peremajaan terhadap tanaman kelapa yang sudah tua, karena dari sekitar 260 ribu hektare tanaman kelapa rakyat di Maluku Utara, sebagian besar sudah berusia tua dan produktivitasnya semakin menurun.

Menurut Idham Sangadji, program lain yang dilakukan untuk meningkatkan pendapatan petani kelapa di Maluku Utara adalah mendorong mereka menerapkan pola pertanian terintergrasi yakni menanam tanaman lain di kebun kelapanya.

Tanaman lain yang ditanam di lahan perkebunan kelapa di antaranya tanaman pangan seperti keladi, ubi kayu dan sayuran serta tanaman rempah seperti jahe merah, kunyit, kencur, bahkan bisa pula memelihara ternak sapi.

Adanya tanaman lain di lahan perkebunan kelapa, akan memberi pendapatan bagi petani kelapa, yang jika dikelola secara baik dan skala besar dapat menutupi kebutuhan hidup keluarga di samping dari hasil kelapa.


Libatkan BUMD

Sejumlah pemerintah kabupaten/kota di Maluku Utara mulai melakukan pula berbagai program untuk meningkatkan pendapatan petani kelapa di daerahnya, di antaranya Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat.

Pemerintah kabupaten itu akan melibatkan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) untuk membeli kopra petani kelapa setempat dengan harga di atas harga pembelian pedagangan pengumpul, kemudian memasarkannya langsung ke Surabaya, Jawa Timur.

Bupati Halmahera Barat Danny Missi mengaku telah menjalin kerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, untuk pemasaran komoditas perkebunan dari Halmahera Barat ke provinsi itu.

Pemerintah Provinsi Jawa Timur telah menyediakan sejumlah pengusaha di daerah itu, yang siap menampung komoditas perkebunan dari Halmahera Barat dengan harga tinggi, kopra misalnya Rp15.000 per kg.

Dengan harga pembelian kopra di Jawa Timur sebesar Rp15.000 per kg maka BUMD di Halmahera Barat memungkinkan membeli kopra petani setempat seharga Rp10.000 per kg, sehingga pendapatan petani akan meningkat yang pada gilirannya akan membuat mereka bisa memenuhi kebutuhan hidup dan menyekolahkan anak hingga ke perguruan tinggi.

Salah seorang pemerhati pertanian di Maluku Utara Sarifudin menilai program yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Halmahera Barat tersebut sangat baik dan sebaiknya diterapkan pula oleh pemerintah kabupaten/kota lainnya di Maluku Utara.

Bahkan tujuan pemasarannya jangan hanya difokuskan di Jawa Timur, tetapi harus pula diupayakan ke luar negeri, seperti ke Filipina yang letak geografisnya relatif dekat dari Maluku Utara dan negara itu selama ini banyak membutuhkan kopra dari Indonesia.

Kalau kopra Maluku Utara bisa menembus ke pasar ekspor, selain akan memberikan devisa bagi negara, juga akan meningkatkan pendapatan daerah dan akan mendorong naiknya harga kopra ditingkat petani, karena harga tidak lagi hanya bergantung dari pasar antar-pulau.

Upaya lain yang harus dilakukan untuk meningkatkan harga kopra di Maluku Utara, menurut Sarifudin, adalah mendorong tumbuhnya industri pengolahan kopra di daerah ini, misalnya industri minyak goreng dan industri sabun, karena adanya industri seperti itu harga kopra di tingkat petani tidak akan murah seperti sekarang ini.

Pemanfaatan produk lain dari kelapa, seperti tempurung kelapa, sabut kelapa dan air kelapa menjadi produk bernilai ekonomi juga harus diupayakan, terutama oleh petani kelapa sendiri agar mereka tidak hanya mengandalkan penghasilan dari kopra, tetapi juga dari produk itu.

Kelapa merupakan salah satu tanaman perkebunan primadona di Maluku Utara, begitu pula petani yang menggantungkan hidup dari tanaman serba guna ini mencapai puluhan ribu orang. Oleh karena itu pemertintah daerah harus selalu menunjukan kepeduliannya jika tanaman kelapa di daerah ini mengalami masalah atau petani kelapa menderita karena anjloknya harga kopra.

Pewarta: *

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017