Ambon, 6/12 (Antara) - Pertumbuhan ekonomi Provinsi Maluku pada tahun 2018 diharapkan dapat meningkat sebesar 5,9 persen hingga 6,3 persen.

"Hal itu pertanda pertumbuhan ekonomi Maluku cukup meyakinkan," kata Wakil Gubernur Maluku Zeht Sahuburua saat memberikan sambutan pada acara Penyelenggaraan Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2017 di Ambon, Rabu.

Dia mengatakan, kalau diikuti dengan cermat apa yang disampaikan Bank Indonesia lewat Kepala Kantor Perwakilan BI Provinsi Maluku Bambang Pramasudi maka bagi di Maluku sudah cukup baik sebab pertumbuhan ekonomi pada triwulan IV sebesar 5,26 persen dan diharapkan sampai dengan akhir tahun 2017 tumbuh menjadi 5,3 sampai 5,7 persen.

Dengan demikian diperkirakan pada tahun 2018 yang akan datang bisa tumbuh menjadi 5,9 hingga 6,3 persen, dan itu pertanda pertumbuhan ekonomi daerah ini cukup meyakinkan.

"Hanya di satu pihak kita disampingkan, pertumbuhan ekonomi yang begitu baik tetapi kita pada tingkat kemiskinan berada pada nomor empat terbawah di Indonesia," ujarnya.

Kalau saudara-saudara bisa melihat perkembangan ekonomi di Indonesia, lanjutnya, saya bukan ahli di bidang ekonomi tetapi coba saudara-saudara yang punya keahlian di bidang itu bisa menjelaskan dengan baik.

"Tetapi kalau kita lihat pertumbuhan ekonomi yang begitu bagus, kemudian terjadi kemiskinan kelihatan terjadi kontrafersial, mengapa? pertumbuhan ekonomi baik tetapi rakyat menjadi miskin," ujarnya.

Salah satu yang saya ingin jelaskan, lanjutnya, kepada saudara-saudara sekalian pikiran saya yaitu indikator yang di pakai oleh Badan Pusat Statistik (BPS) mengukur suatu daerah apakah dia miskin atau tidak, itu menurut pikiran saya tidaklah benar, mengapa? kita punya pertumbuhan ekonomi cukup baik dari tahun ke tahun tapi kemiskinan Maluku masih menduduki nomor empat di Indonesia.

"Di satu pihak, misalnya contoh konkrit kalau ditanya orang Maluku makan nasi, ya kita makan nasi tidak ada yang tidak, tetapi bukan satu-satunya kebutuhan pokok orang Maluku sebab kita juga punya makanan seperti sagu dan juga umbi-umbian, ikan dan ada juga jagung," katanya.

Sehingga kalau orang menjadikan nasi sebagai patokan satu penghasilan tetap dan biayanya harus dihitung maka dengan sendirinya maka orang akan menghitung itu tidak ada pada daerah Maluku.

"Itulah, jadi kalau BPS melakukan survei memang mereka memakai indikator secara nasional, dan kalai indikator seperti itu diterapkan pada wilayah-wilayah seperti Maluku sulit," ujarnya.

Pewarta: John Soplanit

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017