Ambon, 27/1 (Antaranews Maluku) - Putusan kasasi Mahkamah Agung RI menjatuhkan vonis lima tahun penjara terhadap Direktur PT Nusa Ina Pratama Jusuf Rumatoras, salah satu terdakwa kasus kredit macet, pada PT Bank Maluku-Malut pada tahun 2006 senilai Rp4 miliar.

"Putusan MA juga menyatakan terdakwa dihukum membayar denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan serta uang pengganti sebesar Rp4 miiar subsider empat tahun kurungan," kata Kasie Penuntutan Kejati Maluku, Rolly Manampiring di Ambon, Sabtu.

Mahkamah Agung menyatakan menerima pengajuan kasasi jaksa penuntut umum Kejaksaan Tinggi Maluku dan membatalkan putusan majelis hakim tipikor pada Kantor Pengadilan Negeri Ambon pada tanggal 18 November 2016 lalu.

Terdakwa dijatuhi hukuman penjara dan denda serta membayar uang pengganti karena terbukti melanggar pasal 2 Undang-Undang nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001, juncto pasal 55 ayat (1) KUH Pidana.

Putusan MA RI juga masih lebih ringan dari tuntutan JPU Kejati Maluku pada akhir Juni 2016 lalu yang meminta terdakwa dihukum delapan tahun penjara, denda Rp500 juta subsider enam bulan kurungan dan uang pengganti senilai Rp4 miliar dan dibebani biaya perkara Rp10.000.

Sedangkan majelis hakim tipikor Ambon dalam amar putusannya mempertimbangkan bahwa terdakwa memang terbukti bersalah tetapi perbuatannya bukan termasuk wilayah tindak pidana sehingga dibebaskan dari dakwaan jaksa.

Tiga terdakwa lainnya atas nama Matheus Adrianus Matitaputty selaku kepala cabang utama, Markus Fangahoe dan Eric Matitaputty selaku analis kredit masing-masing telah dijatuhi vonis lima tahun penjara dan denda Rp200 juta subsider tiga bulan kurungan.

Jusuf Rumatoras adalah Direktur PT. Nusa Ina Pratama dalam tahun 2006 lalu mengajukan permohonan kredit modal kerja pembangunan KPR Poka Grand Palace lewat surat permohonan nomor 99/ABN/NIP/200 tanggal 22 Maret 2006 yang ditujukan kepada pimpinan PT.BM cabang utama Ambon sebesar Rp4 miliar.

Terdakwa kemudian melakukan wawancara dengan Eric Matitaputty selaku analis kredit dan mengatakan bahwa dana kredit bagi PT. NIP diperlukan segera mungkin untuk membangun perumahan Pemprov Maluku di kawasan Poka guna menanggulangi korban kerusuhan atau bencana sosial Ambon yang tidak memiliki rumah.

Dalam mengajukan permohonan kredit, kata JPU, terdakwa Yusuf melampirkan sejumlah dokumen diantaranya IMB 648.3.1240 tanggal 26 Oktober 2005 atas nama Pemprov Maluku dan Wali Kota Ambon sebanyak 137 unit KPR tipe 75, 54, serta tipe 43 namun IMB tersebut bukan atas nama PT NIP.

Kemudian terdakwa mengajukan surat perjanjian kerjasama pemprov dengan PT NIP, surat persetujuan DPRD Maluku tanggal 5 Agustus 2005, surat ukur tanah, dan sejumlah dokumen lainnya.

"Terdakwa juga menggunakan sertifikat hak pakai nomor 02 atas nama pemprov sebagai jaminan tambahan dalam permohonan kredit dan berjanji kepada saksi Erik Matutaputty bahwa dalam waktu dekat akan diserahkan sertifikat hak guna bangunan," kata jaksa.

Kemudian terdakwa Yusuf bekerjasama dengan Eric selaku analis kredit sehingga pada saat melakukan kunjungan nasabah tanggal 2 April 2007, Eric merekayasa berita acara kunjungan nasabah.

Dimana bukti kepemilikan atas jaminan tambahan dicatat dengan status SHGB atas nama PT. NIP milik Yusuf, padahal kenyataannya status tanah seluas 18.220 meter persegi itu masih sebatas hak pakai dan pemiliknya adalah Pemprov Maluku.

Permohonan kredit ini akhirnya disetujui Matheus Adrianus Matitaputty selaku kepala cabang utama tanggal 30 April 2007 dan sampai akhir tahun 2008, terdakwa belum mengembalikan pinjaman tersebut.

Terdakwa juga mengajukan permohonan perpanjangan waktu pengembalian kredit, namun sampai saat ini yang dikembalikan hanya sebesar Rp300 juta.

Saksi Markus Fangohoy yang berkas dakwaannya terpisah juga berperan membantu Yusuf dengan cara menerbitkan dokumen pengusulan kredit untuk perpanjangan waktu kredit bagi PT. NIP selama satu tahun tanpa dasar jaminan yang jelas.

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2018