Ambon, 12/4 (Antaranews Maluku) - Para aktivis sosial yang tergabung dalam kelompok organisasi masyarakat sipil peduli pesisir dan pulau-pulau kecil menilai dokumen dan Ranperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) belum mengakomodir masyarakat adat.

Ketua Pengurus Wilayah Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Maluku, Lenny Patty di Ambon, Kamis menilai dokumen RZWP3K dan Ranperda terkait yang dibuat oleh Dinas Perikanan dan Kelautan (DKP) Maluku masih timpang dan mengabaikan hak-hak masyarakat adat.

"Masyarakat adat memiliki tata kelola yang berakar dari kearifan lokal. Selama ini sudah mereka terapkan dan berdampak positif tapi kenapa tidak diakomodir, malah dibatasi oleh kebijakan pemerintah yang berat sebelah," katanya.

Ranperda dan dokumen RZWP3K yang dalam beberapa hari ke depan akan dibahas dan disahkan oleh DPRD Maluku, dianggap tidak memperhitungkan kepentingan dan hak masyarakat adat, karena isi dari pasal 40 ayat dua menerangkan bahwa wilayah adat yang diakui hanyalah Gugus Pulau VIII.

Gugus Pulau VIII adalah Kepulauan Kei yang meliputi Kota Tual, Kecamatan Pulau-Pulau Kur dan Kur Selatan. Di luar kawasan tersebut bukan wilayah adat.

Selain itu, peta RZWP3K dalam dokumen rencana zonasi wilayah di Maluku juga secara langsung memberikan pembatasan perairan tradisional yang selama ini dikelola oleh masyarakat adat di berbagai kawasan.

Direktur Baileo Maluku Nus Ukru mengatakan persoalan hak dan peran masyarakat adat di Maluku selama sangat kompleks. Pemerintah daerah (Pemda) telah mengabaikan kebijakan dan Undang-Undang (UU) representatif mengenai masyarakat adat.

Di antaranya UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU Nomor 27 Tahun 2007 jo UU Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 52 Tahun 2014 tentang Pedoman Pengakuan dan Perlindungan Masyarakat Hukum Adat.

"Apakah masyarakat adat harus membuat dokumen pemetaan wilayahnya sendiri. Kalau pun mereka bisa menggunakan GPS untuk mengukur jalan, lalu bagaimana selanjutnya? Apakah mereka harus meng-input ke komputer dan menghitung luasnya dan membuat gambar petanya sendiri?" ucap Nus.

Dikatakannya lagi, apabila Pemda masih bersikeras dengan isi RZWP3K dan tetap mengabaikan hak sebagian besar masyarakat adat, maka pihaknya akan menjadikan masalah tersebut sebagai isu nasional.

"Kami tidak akan tinggal diam apabila pemikiran rakyat tidak diakomodir. Masalah ini akan dijadikan sebagai isu nasional, teman-teman dari WALHI akan langsung ke KKP, sedangkan AMAN ke Kemendagri," tegasnya.

Senada dengan Nus Ukru, menurut Direktur Lembaga Partisipasi Pembangunan Masyarakat (LPPM) Ambon Pieter Wairissal, hanya Gugus Pulau VIII yang diakui sebagai kawasan adat dalam RZWP3K, tidak sejalan dengan apa yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah selama ini.

Pemerintah daerah, kata dia, belum menunjukan bukti konkrit tanggung jawabnya mengurus masyarakat adat sebagai bagian rakyat Indonesia yang memiliki hak sama dengan Warga Negara Indonesia (WNI) lainnya.

Hingga saat ini Maluku belum memiliki Perda tentang masyarakat adat sebagai turunan dari UU representatif dan Permendagri Nomor 52 Tahun 2014.

"Bagaimana pemerintah daerah mau mengurusi masyarakat adatnya, Perda terkait masyarakat adat juga tidak ada," ujarnya.

Protes terhadap dokumen RZWP3K dan Ranperda tentang RZWP3K, telah dilakukan oleh masyarakat adat Negeri Haruku dan Sameth, Kecamatan Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah.

Sedikitnya ada 30 orang pemangku adat dari dua negeri tersebut mendatangi kantor DPRD Provinsi Maluku untuk menyerahkan "Surat Keberatan Bersama", pada 12 April 2018.

Mereka didampingi oleh sejumlah aktivis dari AMAN Wilayah Maluku, Baileo Maluku, Himpunan Maluku untuk Kemanusiaan (HUMANUM), Yayasan Arika Mahina, LPPM dan Komnas HAM RI Perwakilan Maluku.

Kedatangan masyarakat adat Negeri Haruku dan Sameth diterima oleh Ketua Komisi A DPRD Melkias Frans dan pimpinan Badan Legislasi (Banleg) DPRD Lutfi Sanaky. Keduanya berjanji akan membicarakan tuntutan masyarakat adat dalam pembahasan Ranperda RZWP3K.

Pewarta: Shariva Alaidrus

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2018