Ambon, 18/5 (Antaranews Maluku) - Wakil Ketua DPRD Maluku Richard Rahakbauw menegaskan pimpinan dan anggota legislatif sejak tahun 2009 memang mendapatkan dana aspirasi namun tidak mengelolanya secara langsung.

"Dana aspirasi memang ada, tetapi dituangkan dalam bentuk pokok-pokok pikiran lalu disampaikan kepada pemda untuk membuat perancanaan dan dituangkan dalam APBD," kata Richard di Ambon, Jumat.

Rujukannya adalah rencana pembangunan jangka menengah daerah dan terimpliksi dalam delapan prirotas pembangunan daerah termasuk aspirasi masyarakat.

Sedangkan dana aspirasi dalam bentuk pokok-pokok pikiran ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 16 tahun 2010 dan Permendagri nomor 54 tahun 2010 sebagai dasar atau landasan hukumnya.

"Saya jelaskan kalau yang namanya dana aspirasi itu memang ada, hanya saja tidak dikelola secara langsung oleh pimpinan dan anggota DPRD, jadi kita tidak pernah melihat bentuk fisik uangnya," tandas Richard.

Nantinya anggota legislatif melakukan kunjungan reses kepada masyarakat untuk menjaring aspirasi mereka, apa yang paling menjadi kebutuhan mendesak termasuk usulan membutuhkan dukungan anggaran untuk rumah ibadah seperti masjd dan gereja.

Aspirasi ini diteruskan legislator dalam bentuk pokok-pokok pikiran ke pemerintah daerah untuk membuat perancanaan dan dituangkan dalam APBD, kemudian panitia pembangunan rumah ibadah memasukan proposal dan berurusan dengan pemda, melakukan kajian hingga pencairan dana namun tidak melibatkan anggota DPRD.

Jadi sebagai wakil rakyat harus menjaring aspirasi melalui reses ke masyarakat dan Richard menentang pernyataan Ketua DPRD Maluku, Edwin Adrian Huwae kalau dana aspirasi tidak ada.

"Karena saya menyebut Edwin Huwae penipu maka yang bersangkut membuat laporan resmi ke SPKT Polda Maluku dengan aduan pencemaran naman baik serta dugaan korupsi dana APBD 2018," ujarnya.

Richard mengatakan, apa yang dilakukan Edwin merupakan sebuah pembohongan publik sehingga pihaknya akan melapor balik ketua DPRD Maluku ini ke polda dengan dalih membuat laporan palsu.

Dijelaskan, pada tanggal 13 Mei 2018 di jemaat GPM Gatik Galala dilakukan ibadah sehari berkorban yang dihadiri sejumlah pejabat sesuai undangan dan mereka diminta berpartisipasi memberikan sumbangan untuk penyelesaian pembangunan gereja itu.

"Saya memberikan sumbangan Rp2 miliar sementara dr. Elviyana Pattiasina yang juga wakil ketua DPRD Maluku telah memberikan sumbangan Rp500 juta ke Gereja Bethania, tetapi saat itu saya tidak hadir di Galala karena melakukan kunjungan kerja ke Kecamatan TNS, Kabupaten Maluku Tengah," kata Richard.

Namun dirinya mendapatkan informasi kalau Edwin Huwae berbicara soal dana aspirasi DPRD dan mengatakan dirinya selaku ketua DPRD merasa tidak nyaman atas angka-angka yang disebutkan tadi dan bingung dari mana asal dana dan bagaimana nanti pertanggungjawabannya.

Karena selaku ketua DPRD, dirinya sendiri tidak pernah mendapatkan dana aspirasi sehingga Edwin menyumbang satu bulan uang gajinya.

"Saat mendapat informasi ini lalu pada Rabu, (16/5) jemaat GPM Gatik datang dan melakukan ibadah di rumah dinas, saya sampaikan bahwa apa yang dibilang saudara Edwin dalam kapasitas sebagai ketua DPRD itu bahwa tidak ada dana aspirasi itu parlente (bohong)," jelas Richard.

Ketua komisi C DPRD Maluku, Anos Yermias, dan salah satu anggota DPRD Kota Ambon asal Fraksi Golkar, maupun anggota Fraksi Demokrat DPRD Maluku, Wellem Wattimena mengakui kalau yang namanya dana aspirasi itu memang ada.

Hanaya saja tidak diterima dan dikelola dalam bentuk uang tetapi disampaikan pokok-pokok pikiran untuk dirumuskan dalam program prioritas dan disampaikan kepada pemerintah daerah.

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2018