Ambon, 2/10 (Antaranews Maluku) - Puluhan keluarga purnawirawan Polri yang menjadi transmigran lokal di Desa Kawa, Kabupaten Seram Bagian Barat mengancam akan mendemo Kapolri Jenderal polisi Tito Karnavian karena lahan yang ditempati sudah memiliki sertifikat atas nama Polda Maluku.

"Kami sudah menyiapkan sejumlah massa beserta beberapa pengacara untuk rencana aksi demo ke Kapolri, dan bila perlu dilanjutkan ke Predien Jokowi untuk menuntut hak-hak kami sebagai keluarga purnawirawan Polri," kata koordinator keluarga purnawirawan, Frans Belung di Ambon, Selasa.

Penjelasan Frans yang hadir bersama puluhan keluarga purnawirawan Polri disampaikan saat melakukan aksi demonstrasi di Polda Maluku.

Kehadiran mereka yang ingin berdialog dengan Kapolda Maluku Irjen Pol Royke Lumowa tidak terpenuhi karena sedang ada agenda lain sehingga para pendemo diterima Karo SDM Polda setempat, Kombes Pol Harvin R mewakili pimpinan Polda.

Karo SDM juga mengarahkan para demonstran untuk menempuh jalur hukum agar nantinya hakim yang mengadili dan memutuskan perkara tersebut secara adil.

"Kami adalah putra-puteri purnawirawan Polri yang menempati lokasi transmigrasi lokal di Desa Kawa, dan kedatangan kami membawa aspirasi seluruh purnawirawan untuk menuntut hak atas tanah karena itu merupakan pemberian mantan Menhankam/Pangab Jenderal (Purn) TNI M. Yusuf lewat Kadapol Maluku dan diberikan kepada purnawirawan," jelas Frans Belung.

Mereka mengau sudah menetap hampir mencapai 20 tahun sehingga masyarakat juga sudah menanam tanaman umur panjang dan umur pendek, sudah ada gereja, ada makam purnawirawan Polri.

Selama hampir 20 tahun menetap dan mereka merasa lahan itu sudah menjadi miliknya karena sesuai SK Kadapol saat itu, dan mereka juga tahu kalau lahan tersebut merupakan hibah dari Desa Kawa kepada purnawirawan Polri.

Namun belakangan Polda Maluku sudah membuat sertifikat secara diam-diam tanpa sepengetahuan warga, dan setahu mereka ini adalah program ilegal berupa penyerobotan lahan seluas 350 hektare.

Akibat konflik kemarin, keluarga purnawrawan Polri ini sempat mengungsi dan tidak bisa kembali karena rumah sudah terbakar, kemuian jaminan keamanan saat itu tidak ada.

Sertifikat yang dibuat oleh Polda Maluku dan warga belum memiliki sertifikat tersendiri, tetapi yang dipegang hanyalah SK Kadapol dan mempunyai peta blok, dan penempatan purnawirawan dari nomor satu hingga lebih dari 100 kepala kleuarga.

"SK kadapol diberikan lalu disediakan sarana/prasarana, pertama adalah 100 unit rumah yang disediakan dengan pompa dragon dan selama tiga bulan Polda Maluku memberikan jatah ransum makanan kepada purnawrawan untuk jangka waktu dua tahun," ujarnya.

Kemudian setelah dua tahun purnawirawan sudah harus mandiri dan mereka sudah menana aneka tanaman umur pendek dan umur panjang dan sampai sekarang masih ada purnawirawan yang menetap jadi mereka menuntut hak orang tua mereka.

"Kami tahu Polda Maluku mengambil alih lahan karena ada papan larangan yang menyatakan ada sertifikat dan tanah ini merupakan milik Polda sehingga tidak boleh digunakan untuk apap pun sejak tahun lalu," kata Frans.

Akibatnya, warga juga sudah memasang tanda larangan lain berdasarkan SK Kadapol dan menyiapkan gugatan praperdailan polda ke pengadilan.

"Kenapa dibuat tanda larangan setelah warga mengungsi akibat konflik, sehingga mereka akan tetap berjuang sampai titik darah penghabisan bila perlu menghadap Presiden karena ini perbuatan yang ilegal dan melanggar hak-hak warga," tegasnya.

Video :  

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2018