Ambon, 11/1 (ANTARA News) - Direktur Reskrimsus Polda Maluku Kombes Pol Firman Nainggolan menegaskan, izin yang dikantongi tiga perusahaan masing-masing PT BPS, PT PIP, serta PT SSS yang beroperasi di Sungai Anahony, Kabupaten Buru, bukan untuk melakukan penambangan emas.
"Ada dugaan pelanggaran dalam pertambangan, kalau melihat kasus di Sungai Anahony terkhusus untuk tiga perusahaan bila ditarik ke belakang pasti berkaitan dengan masalah perizinan," kata Dir Krimsus di Ambon, Jumat.
Penjelasan tersebut disampaikan Dir Krimsus saat Kasubdit II Direktorat V Bareskrim Polri Kombes Pol Sulistiyono didampingi Kabid Humas Polda Maluku Kombes Pol Muhammad Roem Ohoirat menyampaikan perkembangan penanganan masalah dugaan pelanggaran lingkungan hidup, izin pertambangan, dan kehutanan.
Menurut dia, awalnya izin dari tiga perusahaan ini adalah melakukan penataan dan rehabilitasi lingkungan pascapenertiban para penambang dari kawasan Gunung Botak.
Dalam perjalanannya, penataan dan reklamasi tidak berjalan bahkan yang ditemukan adalah aktivitas pertambangan emas.
Aktivitas yang dilakukan pihak perusahaan ini menggunakan bahan-bahan berbahaya, salah satunya adalah sianida
"Kalau mereka melakukan penataan, mestinya tidak menggunakan B3 tetapi mengangkat sediman dan menumpukkannya di suatu tempat kemudian mendaur ulang sediman guna mencari emas dan inilah yang ditangani Polda bersama Bareskrim Mabes Polri," tegasnya.
Polda Maluku tugasnya menertibkan dan melakukan penegakan hukum berkaitan dengan penambang emas tanpa izin (PETI) di Gunung Botak dan sudah tutup total serta dijaga.
Sementara para pelaku sudah diamankan seperti jaringan yang berkaitan dengan pendistribusian B3, pelaku tambang, dan penyandang dana sudah diproses hukum yang jumlah tersangkanya sekitar delapan orang.
Khusus untuk perusahaan yang ditangani oleh Bareskrim dan diteliti mereka terkait perizinan dan sudah ada penetapan satu tersangka dari PT BPS dimana Dir Tipiter sudah melakukan pemanggilan guna diperiksa sebagai tersangka.
Untuk PT PIP sekarang dilakukan oleh Bareskrim soal pelanggaran di bidang kerusakan lingkungan oleh pihak perusahan dan BPS juga sedang dilalukan penyelidikan terhadap apa akibat yang ditimbulkan oleh mereka atas aktivitas pertambangan terhadap lingkungan, sama halnya dengan PT SSS.
Subdit II Bareskrim juga memanggil Kadis Lingkungan Hidup Pemprov Maluku dan Kabupaten Buru tetapi berhalangan dan stafnya yang masih diperiksa.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019
"Ada dugaan pelanggaran dalam pertambangan, kalau melihat kasus di Sungai Anahony terkhusus untuk tiga perusahaan bila ditarik ke belakang pasti berkaitan dengan masalah perizinan," kata Dir Krimsus di Ambon, Jumat.
Penjelasan tersebut disampaikan Dir Krimsus saat Kasubdit II Direktorat V Bareskrim Polri Kombes Pol Sulistiyono didampingi Kabid Humas Polda Maluku Kombes Pol Muhammad Roem Ohoirat menyampaikan perkembangan penanganan masalah dugaan pelanggaran lingkungan hidup, izin pertambangan, dan kehutanan.
Menurut dia, awalnya izin dari tiga perusahaan ini adalah melakukan penataan dan rehabilitasi lingkungan pascapenertiban para penambang dari kawasan Gunung Botak.
Dalam perjalanannya, penataan dan reklamasi tidak berjalan bahkan yang ditemukan adalah aktivitas pertambangan emas.
Aktivitas yang dilakukan pihak perusahaan ini menggunakan bahan-bahan berbahaya, salah satunya adalah sianida
"Kalau mereka melakukan penataan, mestinya tidak menggunakan B3 tetapi mengangkat sediman dan menumpukkannya di suatu tempat kemudian mendaur ulang sediman guna mencari emas dan inilah yang ditangani Polda bersama Bareskrim Mabes Polri," tegasnya.
Polda Maluku tugasnya menertibkan dan melakukan penegakan hukum berkaitan dengan penambang emas tanpa izin (PETI) di Gunung Botak dan sudah tutup total serta dijaga.
Sementara para pelaku sudah diamankan seperti jaringan yang berkaitan dengan pendistribusian B3, pelaku tambang, dan penyandang dana sudah diproses hukum yang jumlah tersangkanya sekitar delapan orang.
Khusus untuk perusahaan yang ditangani oleh Bareskrim dan diteliti mereka terkait perizinan dan sudah ada penetapan satu tersangka dari PT BPS dimana Dir Tipiter sudah melakukan pemanggilan guna diperiksa sebagai tersangka.
Untuk PT PIP sekarang dilakukan oleh Bareskrim soal pelanggaran di bidang kerusakan lingkungan oleh pihak perusahan dan BPS juga sedang dilalukan penyelidikan terhadap apa akibat yang ditimbulkan oleh mereka atas aktivitas pertambangan terhadap lingkungan, sama halnya dengan PT SSS.
Subdit II Bareskrim juga memanggil Kadis Lingkungan Hidup Pemprov Maluku dan Kabupaten Buru tetapi berhalangan dan stafnya yang masih diperiksa.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019