Sejumlah warga Desa Morela, Kecamatan Lehitu (Pulau Ambon) sedang membangun sebuah rumah percontohan tahan gempa milik warga tetannga di Desa Waai, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku yang dibiayai Dirjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR.
"Sejak tiga hari lalu kami terlibat dalam pembangunan rumah milik Opa Tubalawoni di sini dan perkembangannya cukup baik meskipun belum dilakukan plesteran dinding serta pemasangan rangka atas untuk atapnya," kata ketua rombongan pekerja asal Desa Morela, Fauzi Latukau di Ambon, Selasa.
Ia menjelaskan Desa Morela yang penduduknya beragama Islam dan Desa Waai yang beragama Kristen memiliki hubungan persaudaraan "Pela-Gandong". Meski berbeda agama namun mereka saling membantu dalam membangun rumah ibadah maupun rumah warga terkena musibah akibat bencana.
Akibat gempa bumi tektonik 26 September 2019 yang berlanjut dengan gempa susulan terbesar tanggal 10 Oktober 2019, kata dia, banyak rumah warga di dua desa ini yang mengalami kerusakan, baik ringan, sedang, maupun rusak berat.
Menurut Fauzi Latukau, satu unit rumah percontohan tahan gempa lainnya juga sedang dibangun di Desa Tulehu, Kecamatan Salahutu.
"Rumah percontohan tahan gempa tipe permanen yang dibangun berukuran 4 x 6 meter yang terdiri atas dua ruang kamar dan satu ruang tamu serta kamar mandi, sementara rangka atas menggunakan baja ringan dan atapnya dari spandek," katanya.
Ia menambahkan bahwa untuk rangka baja ringan dan spandek yang sudah disiapkan akan dipasang oleh pekerja lain asal Pulau Jawa.
Fauzi mengakui tidak mengetahui tipe rumah percontohan tahan gempa ini dirancang pihak mana, karena mereka hanya bekerja dan diawasi pihak Dinas PUPR Maluku.
Sementara itu, dosen Fakultas Teknik Sipil Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM) Ambon, Desvi Maspaitella menjelaskan, pihaknya menawarkan percontohan rumah tahan gempa kepada Dinas PUPR.
"Kami hanya sebagai sukarelawan untuk menawarkan program pembangunan rumah tahan gempa dengan konstruksi permanen dengan melibatkan para dosen Fakultas Teknis dan mahasiswa," katanya.
Sehingga, kata dia, dalam perkembangannya ada dua rumah percontohan yang kini sedang dibangun, yakni masing-masing berada di Desa Tulehu dan Desa Waai.
"Untuk Kabupaten Seram Bagian Barat terdapat empat kecamatan yang tedampak bencana gempa dengan jumlah rumah penduduknya mencapai ribuan unit, baik rusak ringan, sedang, ataupun rusak berat, namun saat ini masih dalam proses penilaian" katanya.
Sementara salah satu "Saniri Negeri" Waai, Stefi Tapilaha mengatakan, pascagempa utama magnitudo 6,5 Dinas PUPR provinsi mendata 71 unit rumah warga Waai yang mengalami kerusakan.
Namun jumlah ini sebenarnya mengalami perubahan pascagempa susulan terbesar kedua tanggal 10 Oktober 2019 menyebabkan rumah warga yang awalnya tidak mengalami kerusakan jadi rusak ringan atau sedang.
"Guna mencegah adanya gejolak sosial, diharapkan pemerintah melalui Dinas PU PR bisa melakukan pendataan ulang terhadap seluruh rumah warga," kata Stefi.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019
"Sejak tiga hari lalu kami terlibat dalam pembangunan rumah milik Opa Tubalawoni di sini dan perkembangannya cukup baik meskipun belum dilakukan plesteran dinding serta pemasangan rangka atas untuk atapnya," kata ketua rombongan pekerja asal Desa Morela, Fauzi Latukau di Ambon, Selasa.
Ia menjelaskan Desa Morela yang penduduknya beragama Islam dan Desa Waai yang beragama Kristen memiliki hubungan persaudaraan "Pela-Gandong". Meski berbeda agama namun mereka saling membantu dalam membangun rumah ibadah maupun rumah warga terkena musibah akibat bencana.
Akibat gempa bumi tektonik 26 September 2019 yang berlanjut dengan gempa susulan terbesar tanggal 10 Oktober 2019, kata dia, banyak rumah warga di dua desa ini yang mengalami kerusakan, baik ringan, sedang, maupun rusak berat.
Menurut Fauzi Latukau, satu unit rumah percontohan tahan gempa lainnya juga sedang dibangun di Desa Tulehu, Kecamatan Salahutu.
"Rumah percontohan tahan gempa tipe permanen yang dibangun berukuran 4 x 6 meter yang terdiri atas dua ruang kamar dan satu ruang tamu serta kamar mandi, sementara rangka atas menggunakan baja ringan dan atapnya dari spandek," katanya.
Ia menambahkan bahwa untuk rangka baja ringan dan spandek yang sudah disiapkan akan dipasang oleh pekerja lain asal Pulau Jawa.
Fauzi mengakui tidak mengetahui tipe rumah percontohan tahan gempa ini dirancang pihak mana, karena mereka hanya bekerja dan diawasi pihak Dinas PUPR Maluku.
Sementara itu, dosen Fakultas Teknik Sipil Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM) Ambon, Desvi Maspaitella menjelaskan, pihaknya menawarkan percontohan rumah tahan gempa kepada Dinas PUPR.
"Kami hanya sebagai sukarelawan untuk menawarkan program pembangunan rumah tahan gempa dengan konstruksi permanen dengan melibatkan para dosen Fakultas Teknis dan mahasiswa," katanya.
Sehingga, kata dia, dalam perkembangannya ada dua rumah percontohan yang kini sedang dibangun, yakni masing-masing berada di Desa Tulehu dan Desa Waai.
"Untuk Kabupaten Seram Bagian Barat terdapat empat kecamatan yang tedampak bencana gempa dengan jumlah rumah penduduknya mencapai ribuan unit, baik rusak ringan, sedang, ataupun rusak berat, namun saat ini masih dalam proses penilaian" katanya.
Sementara salah satu "Saniri Negeri" Waai, Stefi Tapilaha mengatakan, pascagempa utama magnitudo 6,5 Dinas PUPR provinsi mendata 71 unit rumah warga Waai yang mengalami kerusakan.
Namun jumlah ini sebenarnya mengalami perubahan pascagempa susulan terbesar kedua tanggal 10 Oktober 2019 menyebabkan rumah warga yang awalnya tidak mengalami kerusakan jadi rusak ringan atau sedang.
"Guna mencegah adanya gejolak sosial, diharapkan pemerintah melalui Dinas PU PR bisa melakukan pendataan ulang terhadap seluruh rumah warga," kata Stefi.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019