Gempa tektonik beruntun pada Selasa (12/11) malam hingga Rabu pagi mengakibatkan tanah ambles di Desa Sila, Pulau Nusalaut Kabupaten Maluku Tengah bertambah lebar.
Camat Nusalaut, Chris Lailossa, dihubungi dari Ambon, Rabu petang, menjelaskan berdasarkan hasil pertemuan dengan para raja se-Pulau Nusalaut, dampak gempa beruntun diawali dengan magnitudo 5,1 mengakibatkan areal tanah ambles di daerah itu bertambah luas.
"Hanya saja, warga Desa Sila tidak berani melakukan pengukuran karena Polsek Nusalaut pada awal terjadi amblesan pada 4 November 2019, telah memasang 'police line' dan mengimbau jangan melakukan aktivitas di sekitar lokasi amblesan," ujarnya.
Ia mengatakan Tim Pusat Vulkanologi dan Mitigasi dan Bencana Geologi (PVMBG) Bandung rencananya meneliti terjadinya tanah ambles di Desa Sila. Mereka dijadwalkan tiba di Ambon pada 15 November 2019.
"Tim baru ke Desa Sila pada 16 November 2019 karena peralatan harus diangkut KMP dari Pelabuhan Tulehu, Pulau Ambon," katanya.
Dia mengemukakan, PVMBG Bandung mengirimkan tim ke Desa Sila guna menindaklanjuti laporannya kepada Pemprov Maluku, Pemkab Maluku Tengah, serta Pusat Penelitian Laut Dalam (P2LD) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ambon.
"Kami mengapresiasi pengiriman Tim PVMBG Bandung mengingat amblesan saat awal terjadi pada 4 November 2019, sekitar pukul 10.00 WIT hanya 75 centimeter, Namun pada 6 November 2019 kedalamannya antara 12-15 meter," katanya.
Selain itu, retakan tanah selebar 25 meter dengan panjang 100 meter ke arah pantai.
"Amblesan juga mengakibatkan tiga unit rumah warga Sila mengalami keretakan sehingga telah diimbau agar mengungsi untuk sementara sambil menunggu hasil penelitian dari Tim PVMBG Bandung , " ujar Chris.
Tim ESDM dan BPBD, baik dari Provinsi Maluku maupun Pemkab Maluku Tengah, telah meninjau lokasi tanah ambles sehingga laporan mereka mendukung permintaan PVMBG Bandung untuk sesegera mungkin melakukan penelitian.
Kades Leinitu Decky Tanasale mengatakan berdasarkan penelitian staf PVMBG Bandung, Salwan Palgunadi, memastikan terjadi tanah ambles di Desa Leinitu dan Sila, Pulau Nusalaut, Kabupaten Maluku Tengah pada 16 Juni 2012.
"Amblesan terjadi karena tekstur tanah berupa bebatuan koral sehingga bila terjadi gempa tektonik membentuk rongga-rongga," katanya mengutip penjelasan Salwan.
Tanah ambles yang ditinjau di Desa Leinitu dan Sila itu, berdasarkan pengamatan mengakibatkan retak-retak yang melingkar.
"Jadi masyarakat jangan resah dengan amblesan tersebut karena itu tidak berdampak pada terjadinya patahan besar, gelombang pasang (tsunami) maupun munculnya gunung api baru sebagaimana diisukan akhir-akhir ini," katanya.
Catatan ANTARA, terjadinya tanah ambles di Desa Leinitu berukuran 2x3 meter akibat gempa mengguncang Pulau Nusalaut sejak 1 Juni 2012 dan guncangan kuat pada 16 Juni 2012.
Akibat guncangan pada 16 Juni 2012 tanah terbelah, tiga rumah warga retak-retak dan talud penahan ombak patah.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019
Camat Nusalaut, Chris Lailossa, dihubungi dari Ambon, Rabu petang, menjelaskan berdasarkan hasil pertemuan dengan para raja se-Pulau Nusalaut, dampak gempa beruntun diawali dengan magnitudo 5,1 mengakibatkan areal tanah ambles di daerah itu bertambah luas.
"Hanya saja, warga Desa Sila tidak berani melakukan pengukuran karena Polsek Nusalaut pada awal terjadi amblesan pada 4 November 2019, telah memasang 'police line' dan mengimbau jangan melakukan aktivitas di sekitar lokasi amblesan," ujarnya.
Ia mengatakan Tim Pusat Vulkanologi dan Mitigasi dan Bencana Geologi (PVMBG) Bandung rencananya meneliti terjadinya tanah ambles di Desa Sila. Mereka dijadwalkan tiba di Ambon pada 15 November 2019.
"Tim baru ke Desa Sila pada 16 November 2019 karena peralatan harus diangkut KMP dari Pelabuhan Tulehu, Pulau Ambon," katanya.
Dia mengemukakan, PVMBG Bandung mengirimkan tim ke Desa Sila guna menindaklanjuti laporannya kepada Pemprov Maluku, Pemkab Maluku Tengah, serta Pusat Penelitian Laut Dalam (P2LD) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Ambon.
"Kami mengapresiasi pengiriman Tim PVMBG Bandung mengingat amblesan saat awal terjadi pada 4 November 2019, sekitar pukul 10.00 WIT hanya 75 centimeter, Namun pada 6 November 2019 kedalamannya antara 12-15 meter," katanya.
Selain itu, retakan tanah selebar 25 meter dengan panjang 100 meter ke arah pantai.
"Amblesan juga mengakibatkan tiga unit rumah warga Sila mengalami keretakan sehingga telah diimbau agar mengungsi untuk sementara sambil menunggu hasil penelitian dari Tim PVMBG Bandung , " ujar Chris.
Tim ESDM dan BPBD, baik dari Provinsi Maluku maupun Pemkab Maluku Tengah, telah meninjau lokasi tanah ambles sehingga laporan mereka mendukung permintaan PVMBG Bandung untuk sesegera mungkin melakukan penelitian.
Kades Leinitu Decky Tanasale mengatakan berdasarkan penelitian staf PVMBG Bandung, Salwan Palgunadi, memastikan terjadi tanah ambles di Desa Leinitu dan Sila, Pulau Nusalaut, Kabupaten Maluku Tengah pada 16 Juni 2012.
"Amblesan terjadi karena tekstur tanah berupa bebatuan koral sehingga bila terjadi gempa tektonik membentuk rongga-rongga," katanya mengutip penjelasan Salwan.
Tanah ambles yang ditinjau di Desa Leinitu dan Sila itu, berdasarkan pengamatan mengakibatkan retak-retak yang melingkar.
"Jadi masyarakat jangan resah dengan amblesan tersebut karena itu tidak berdampak pada terjadinya patahan besar, gelombang pasang (tsunami) maupun munculnya gunung api baru sebagaimana diisukan akhir-akhir ini," katanya.
Catatan ANTARA, terjadinya tanah ambles di Desa Leinitu berukuran 2x3 meter akibat gempa mengguncang Pulau Nusalaut sejak 1 Juni 2012 dan guncangan kuat pada 16 Juni 2012.
Akibat guncangan pada 16 Juni 2012 tanah terbelah, tiga rumah warga retak-retak dan talud penahan ombak patah.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019