Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Halmahera Utara (Halut), Maluku Utara (Malut) menolak keberadaan PT Tri Usaha Baru (TUB) yang bergerak di bidang pertambangan, karena masuk dalam areal tanah adat.

"PT TUB ini memiliki izin dari pemerintah kabupaten (Pemkab) Halmahera Barat (Halbar) tetapi beroperasi di wilayah Halut, maka ini akan merugikan secara aspek kehutanan di wilayah Halut," kata anggota DPRD Kabupaten Halut, Asrul di Ternate, Rabu..

Diketahui masyarakat adat juga menolak keberadaan PT TUB sebab lahan tersebut berstatus tanah adat, bukan milik perusahan dan beroperasinya PT TUB telah mengancam hutan di sekitarnya.

Dia mengatakan, perusahaan tersebut rupanya tidak memiliki izin lingkungan maupun izin lainnya dari Pemkab Halut, sebab, PT TUB hanya mengantongi izin dari Pemkab Halbar saja, padahal hasil kerukan dan lokasi beroperasi PT TUB berada di wilayah admistrasi Halut.

Tidak hanya merugikan pada sisi kehutanan, namun, aspek keuangan daerah dalam bentuk pajak juga sama sekali tidak masuk ke Halut, baik itu pajak Galian C dan sejumlah item pajak lainnya.

"PT TUB ini bagian dari 27 IUP yang bermasaalah, dan perusahan ini merugikan kehutanan serta pajak Pemkab Halut," katanya.

Dia menambahkan, masalah ini bermula ketika adanya Peraturan Menteri Dalam Negri (Mendagri) nomor 60 tahun 2019, yang mengatur batas wilayah Halut dan Halbar.

Selain itu, perbatasan wilayah Halut dan Halbar itu sudah jelas diatur dalam UU Nomor 41 1999 dan UU Nomor 3 tahun 2003 dan penafsiran dari pemkab halbar justru mengklaim bahwa Gogoroko yang di diami oleh PT TUB masuk ke wilayah Halbar, padahal dalam Undang-undang maupun permendagri sudah dijelaskan Roko masuk dan menjadi bagian dari wilayah hukum Pemkab Halut.
 
"PT TUB seharusnya mengantongi izin dari Pemkab Halut bukan dari Halbar, untuk itu Pemkab Halut dan DPRD menolak keberadaan PT TUB di Roko," ujarnya.


 

Pewarta: Abdul Fatah

Editor : Lexy Sariwating


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019