Camat Nusalaut, Kabupaten Maluku Tengah, Chris Lailossa mempertanyakan hasil penelitian dari tim Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi (PVMBG) Bandung, soal terjadinya tanah amblas (penurunan tanah) di Desa Sila, Pulau Nusalaut pada November 2019.
"Kami mengapresiasi kesigapan dari tim PVMBG Bandung yang melakukan penelitian di Sila pada 16 - 17 November 2019. Hanya saja, rekomendasi dari hasil penelitian itu perlu disampaikan agar pemerintah maupun masyarakat setempat mengetahui secara jelas penyebab amblasan dan upaya-upaya mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan," katanya, dihubungi dari Ambon, Minggu.
Tim PVMBG melakukan penelitian menindaklanjuti amblasan yang bermula pada 4 November 2019, sekitar pukul 10.00 WIT hanya 75 CM. Pada 6 November 2019, kedalamannya antara 12-15 meter.
Selain itu, keretakan tanah selebar 25 meter dengan panjang 100 meter ke arah pantai.
Amblasan juga mengakibatkan tiga unit rumah warga Sila mengalami keretakan.
"Jadi diharapkan kepada Organisasi Perangkat Daerah (OPD0 teknis, baik Pemprov Maluku maupun Pemkab Maluku Tengah bila telah ada rekomendasi dari tim PVMBG, maka baiknya disosialisasikan kepada masyarakat agar tidak menimbulkan keresahan," ujar Camat.
Dia mengutip analisa sementara dari penelitian tim PVMBG Bandung, terjadinya amblasan di Desa Sila, akibat tekstur tanah berupa batu kapur lapuk saat guncangan gempa tektonik.
Tim PVMBG Bandung yang menyatakan bahwa tekstur tanah berupa batu kapur lapuk sehingga guncangan gempa mengakibatkan terjadinya rongga-rongga.
"Jadi di Pulau Nusalaut tidak terdapat jalur patahan, makanya peristiwa ini di Maluku baru terjadi untuk kedua kalinya, menyusul di Desa Sila maupun Leinitu, Pulau Nusalaut, Kabupaten Maluku Tengah pada 16 Juni 2012," kata Camat.
Dia mengakui, tim BVMBG Bandung saat penelitian juga dimintakan kesediaan untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat Desa Sila dan tetangga desanya pada Minggu (17/11) malam.
"Saya mengapresiasi kehadiran Tim PVMBG Bandung karena langsung memberikan sosialisasi dan berdialog dengan masyarakat soal amblasan sehingga bisa mengerti penyebab dan upaya-upaya yang harus dihindari," ujar Camat.
Sebelumnya, Kades Leinitu Decky Tanasale mengatakan, berdasarkan hasil penelitian Staf PVMBG Bandung, Salwan Palgunadi memastikan terjadi amblasan di desa Leinitu dan Sila, pulau Nusalaut, Kabupaten Maluku Tengah pada 16 Juni 2012.
"Tanah amblas terjadi karena tekstur tanah berupa bebatuan koral sehingga bila terjadi gempa tektonik membentuk rongga-rongga," katanya mengutip penjelasan Salwan.
Tanah amblas yang ditinjau di Desa Leinitu dan Sila itu berdasarkan pengamatan mengakibatkan retak-retak yang melingkar.
Catatan Antara terjadinya tanah amblas di Desa Leinitu berukuran 2 X 3 meter akibat gempa mengguncang Pulau Nusalaut sejak 1 Juni 2012 dan guncangan kuat pada 16 Juni 2012.
Akibat guncangan pada 16 Juni 2012 tanah terbelah, tiga unit rumah warga mengalami retak-retak dan talud penahan ombak patah.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2020
"Kami mengapresiasi kesigapan dari tim PVMBG Bandung yang melakukan penelitian di Sila pada 16 - 17 November 2019. Hanya saja, rekomendasi dari hasil penelitian itu perlu disampaikan agar pemerintah maupun masyarakat setempat mengetahui secara jelas penyebab amblasan dan upaya-upaya mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan," katanya, dihubungi dari Ambon, Minggu.
Tim PVMBG melakukan penelitian menindaklanjuti amblasan yang bermula pada 4 November 2019, sekitar pukul 10.00 WIT hanya 75 CM. Pada 6 November 2019, kedalamannya antara 12-15 meter.
Selain itu, keretakan tanah selebar 25 meter dengan panjang 100 meter ke arah pantai.
Amblasan juga mengakibatkan tiga unit rumah warga Sila mengalami keretakan.
"Jadi diharapkan kepada Organisasi Perangkat Daerah (OPD0 teknis, baik Pemprov Maluku maupun Pemkab Maluku Tengah bila telah ada rekomendasi dari tim PVMBG, maka baiknya disosialisasikan kepada masyarakat agar tidak menimbulkan keresahan," ujar Camat.
Dia mengutip analisa sementara dari penelitian tim PVMBG Bandung, terjadinya amblasan di Desa Sila, akibat tekstur tanah berupa batu kapur lapuk saat guncangan gempa tektonik.
Tim PVMBG Bandung yang menyatakan bahwa tekstur tanah berupa batu kapur lapuk sehingga guncangan gempa mengakibatkan terjadinya rongga-rongga.
"Jadi di Pulau Nusalaut tidak terdapat jalur patahan, makanya peristiwa ini di Maluku baru terjadi untuk kedua kalinya, menyusul di Desa Sila maupun Leinitu, Pulau Nusalaut, Kabupaten Maluku Tengah pada 16 Juni 2012," kata Camat.
Dia mengakui, tim BVMBG Bandung saat penelitian juga dimintakan kesediaan untuk memberikan sosialisasi kepada masyarakat Desa Sila dan tetangga desanya pada Minggu (17/11) malam.
"Saya mengapresiasi kehadiran Tim PVMBG Bandung karena langsung memberikan sosialisasi dan berdialog dengan masyarakat soal amblasan sehingga bisa mengerti penyebab dan upaya-upaya yang harus dihindari," ujar Camat.
Sebelumnya, Kades Leinitu Decky Tanasale mengatakan, berdasarkan hasil penelitian Staf PVMBG Bandung, Salwan Palgunadi memastikan terjadi amblasan di desa Leinitu dan Sila, pulau Nusalaut, Kabupaten Maluku Tengah pada 16 Juni 2012.
"Tanah amblas terjadi karena tekstur tanah berupa bebatuan koral sehingga bila terjadi gempa tektonik membentuk rongga-rongga," katanya mengutip penjelasan Salwan.
Tanah amblas yang ditinjau di Desa Leinitu dan Sila itu berdasarkan pengamatan mengakibatkan retak-retak yang melingkar.
Catatan Antara terjadinya tanah amblas di Desa Leinitu berukuran 2 X 3 meter akibat gempa mengguncang Pulau Nusalaut sejak 1 Juni 2012 dan guncangan kuat pada 16 Juni 2012.
Akibat guncangan pada 16 Juni 2012 tanah terbelah, tiga unit rumah warga mengalami retak-retak dan talud penahan ombak patah.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2020