Direktur Kriminal Khusus (Dirkrimsus) Polda Maluku, Kombes Pol Eko Santoso mengakui adanya tiga laporan polisi dalam penanganan perkara Bank Nasional Indonesia 46 Cabang Utama Ambon yang melibatkan delapan tersangka dan sebanyak 150 saksi telah dimintai keterangan.
"Dalam kasus BNI ini ada tiga laporan polisi, ada yang masuk tindak pidana penipuan, kasus perbankan, serta dugaan tindak pidana korupsi. Ada yang masih kita tunggu karena nasabah selaku korban tidak mau melaporkan," katanya, di Ambon, Rabu.
Menurut dia, BNI merupakan bank negara jadi ada dana yang dikorupsi, tetapi yang dilakukan tersangka FJ alias Faradiba adalah tindak penipuan dan juga penggelapan sebab ada penyetoran dana yang lewat sistem dan ada yang tidak.
"Yang lewat sistem artinya masuk pada tindak pidana korupsi. Namun, ada orang yang menyetor kepada FJ hanya di halaman kantor dan besoknya menerbitkan buku tabungan, tetapi ini tidak ada dalam sistem perbankan," tegasnya.
Sama halnya dengan penampungan rekening juga ada tiga laporan polisi.
Menurut dia, masalah aset juga rumit dan tidak bisa main gebuk tersangka untuk mengakui sehingga dipakai sistem informasi teknologi untuk melakukan pelacakan sehingga terungkap sejumlah aset tersangka FJ di Ambon dan Sulawesi, termasuk di Surabaya.
Untuk menentukan nilai kerugian negara bukan pada polisi tetapi sesuai analisa PPATK, kemudian meminta keterangan ahli dari BPK RI, ahli perbankan, serta ahli hukum pidana maupun ahli tindak pidana pencucian uang.
Sedangkan, Kasubdit Tipikor Ditrimsus Polda Maluku, Kompol Ardian menjelaskan, selain mengumpulkan berbagai dokumen oleh polisi, semua ahli ini dilibatkan polisi dalam proses penyelidikan untuk mendapatkan keterangan mereka baru dilakukan gelar perkara guna menentukan siapa saja yang menjadi tersangka.
"Semua kesaksian kita kumpulkan dan dibicarakan, seperti DN yang dimintai keterangan lalu apa saja dokumen yang didapatkan polisi selanjutnya mengharapkan dijadikan tersangka," ujarnya.
DN merupakan suami tersangka FJ yang selama ini diberitakan terlibat dalam perkara BNI 46 Cabang Utama Ambon.
Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Pol M. Roem Ohoirat menjelaskan, kasus BNI 46 ini sudah dilakoni tersangka sejak 2012 dengan modus melakukan kegiatan di luar sistem perbankan.
Kemudian dia melakukan kegiatan resmi lewat perbankan namun yang bersangkutan membobol sistem tersebut.
"Harus diketahui bahwa dalam sistem penyidikan itu unsur-unsurnya adalah barang siapa berbuata apa, dan kita tidak serta-merta menetapkan seseorang sebagai tersangka tanpa bukti dan saksi yang kuat," tegas Ohoirat yang juga mantan Wadir Reskrimsus Polda Maluku ini.
Sekali polisi salah menetapkan seseorang sebagai tersangka dan dipraperadilankan kemudian gugatannya diterima majelis hakim, maka habislah karir polisi tersebut.
Tidak ada manfaatnya bagi polisi untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka tanpa cukup bukti, sebaliknya menjadi sebuah prestasi kalau penetapan tersangka berdasarkan keterangan saksi dan alat bukti yang kuat.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2020