Salah satu anak almarhum Hasan Keiya (HK) yang meninggal dunia di RSUD dr. M. Haulussy Ambon, Sahai Keiya menegaskan bahwa dirinya sudah dua kali menjalani pemeriksaan cepat maupun tes usap dan dinyatakan tidak reaktif atau pun positif terpapar COVID-19.

"Dua kali sudah menjalani pemeriksaan cepat maupun tes usap dengan hasilnya negatif," kata Sahal dalam rapat dengar pendapat dengan Tim I Pengawasan Percepatan Penanganan COVID-19 DPRD Maluku di Ambon, Kamis.

Rapat dengar pendapat dipimpin Wakil Ketua DPRD Maluku, Melkianus Sairdekut ini dihadiri Direktur RSUD Haulussy, dua dokter spesialis penyakit dalam yang menangani almarhum HK, Kadis Kesehatan Maluku, keluarga pasien, serta Wasekjen Pengurus Besar Ikatan Kerukunan Keluarga Tehoru-Teluti, Hidayat Samalehu.

"Kalau ikut prosedur, almarhum meninggal dunia karena COVID-19. Tetapi, saya sendiri tidak terbukti reaktif atau pun positif, di mana HK sebenarnya meninggal dunia karena kanker rektum dan lima komplikasi penyakit lainnya," ujarnya.

Dia menilai ini sebuah tindakan pembunuhan  yang tidak ada lagi nilai-nilai kemanusiaan, sehingga sangat disesalkan, makanya tolong diperhatikan dan dievaluasi Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID - 19 Maluku agar jangan ada lagi HK yang lain.

"Pelayanan kesehatan luar biasa ngeri dan kalau saya terpapar virus corona mustinya positif. Hanya saja, buktinya negatif dan sudah dua kali diperiksa saat memberikan keterangan di Mapolresta Pulau Ambon," katanya dengan nada kesal.

"Saya bertanggungjawab atas apa yang disampaikan, dan terima kasih kepada petugas kesehatan yang sudah mengurus almarhum," tandas Sahai. 

Direktur RSUD dr. M. Haulussy, dr. Rita Tahitoe mengatakan turut berdukacita atas kepergian almarhum, dan persoalan ini sudah disampaikan kepada Ketua Harian Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID - 19 Maluku, Kasrul Selang dan dihadiri Kadinkes, Danrem,  Dandim maupun pejabat terkait.

Almarhum HK masuk RSUD Haulussy pada  16 Juni 2020 di ruang UGD dengan tes cepat, di mana didiagnosa menderita penyakit kanker reptum dan ditangani dr. Hajar Malawat serta spesialis penyakit dalam, dr. Chintya Pentury.

Kemudian almarhum saat itu dibawa ke ruang isolasi pasien COVID-19 sesuai prosedur tetap (Protap) yang berlaku. 

Selanjutnya, pada 18 Juni 2020 dilakukan tes usap cepat dengan menggunakan Tes Cepat Molekuler (TCM) yang ada di RSUD Haulussy, di mana akurasinya sama dengan pemeriksaan real time PCR pada Balai Kesehatan Lingkungan.

"Tetapi bedanya, alat TCM ini bisa mendeteksi sekitar 45 menit dan terlihat hasilnya, sedangkan alat yang lainnya bisa tiga hari sehingga pada 8 Juni 2020 itu sudah diketahui almarhum terpapar virus corona," ujar Rita.

Kemudian pada saat meninggal dunia pada 26 Juni 2020, dilakukan lagi pemeriksaan menggunakan alat TCM dengan hasilnya tetap sama yakni pasien positif terpapar virus corona sehingga dilakukan pemakaman jenazah menggunakan protokol kesehatan COVID-19 dan standar Badan Kesehatan Dunia (WHO).

Waktu pemulasaran jenazah HK, salah satu anak almarhum juga masuk dalam ruang isolasi untuk menshalatkan almarhum karena kebetulan tidak ada Ustad.

Tim ini juga dilatih khusus sesuai protokol WHO atau pun Kemenkes, dan dalam tim ada masing - masing satu petugas Islam maupun Kristen yang bertugas  melakukan pelayanan pasien yang meninggal dunia.

"Kita juga pada saat itu tidak menutup kemungkinan kalau ada keluarga yang mau masuk dan diberikan APD untuk pemulasaran jenazah," kata Rita.

Sementara dr. Hajar Malawat mengakui menerima almarhum HK karena saat itu sedang bertugas di ruang isolasi, tetapi yang pertama menangani pasien adalah dr. Nikijuluw.

"Keluarga mendatangi rumah saya menjelaskan almarhum awalnya masuk RSUD Masohi, Kabupaten Maluku Tengah dengan penyakit kanker dan diperiksa non reaktif, kemudian saat dievakuasi ke Ambon dan diperiksa di RS Bhakti Rahayu ternyata reaktif," jelas dr. Malawat.

Keluarga juga memohon agar tolong dilakukan tes usap cepat terhadap almarhum, tetapi masyarakat tidak mengetahui kalau alat catris terbatas sehingga dokter terpaksa memprioritaskan pasien di tes usap dengan metode cepat, meski pun di sisi lainnya dokter ingin memperlakukan semua pasien sama.

"Kebetulan kasus pasien HK adalah kasus yang berat jadi saya memutuskan menggunakan metode tes usap cepat dengan hasilnya ternyata terdeteksi COVID-19," tegas Rita. 

Akibat banyaknya komplen dari keluarga pasien lain yang begitu, manejemen RSUD Haulussy memutuskan membuat surat pernyataan yang isinya jika ada hasil tes usap positif, mohon dijelaskan kepada keluarga dan mereka bersedia pasien mendapatkan perawatan di RSUD tersebut.

"Saya memberikan hasil swab cepat atas permintaan keluarga dan surat pernyataan diminta ditandatangani tetapi ada keberatan, dengan alasan mereka tidak mau alamarhum ditangani di RSUD Haulussy dan ingin kembali ke Masohi untuk dirawat tim COVID-19 RSU di sana," ujarnya.

Dokter Malawat juga diminta berkoordinasi dan dia menghubungi manajemen RSUD Haulussy serta gustu provinsi dan tim gustu menghubungi dokter spesialis penyakit dalam di RSU Masohi.

"Dokter spesilasis penyakit dalam di Masohi juga menghubungi saya dan menjelaskan telah memberikan pengertian kepada keluarga almarhum kalau bisa HK dirawat dahulu sambil menunggu konversi swabnya jadi negatif," katanya.

Almarhum menderita tumor rektum yang sudah merambah ke tulang belakang sehingga saraf-saraf bagian bawah jadi terganggu dan akibatnya mobilitas almarhum sangat terbatas.

Dokter juga tidak bisa membiarkan keluarga masuk ruang isolasi karena dikhawatirkan ada resiko terinfeksi, namun keluarga meminta dan setelah berkoordinasi dengan manajemen RSUD, boleh diizinkan asal menggunakan APD lengkap.

"Sekali lagi kami tidak membela diri ketika masih ada pempers di peti jenazah almarhum tetapi kami mohon maaf yang sebesar-besarnya, karena jumlah pasien yang begitu banyak tidak berimbang dengan tenaga medis yang terbatas," ujarnya.

 

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : Lexy Sariwating


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2020