Plt. Direktur RUSD dr M. Haulussy Ambon, dr Rodrigo Limon mengatakan sejak Maret 2020 telah melakukan pelayanan COVID-19 terhadap 227 orang pasien positif dengan persentase 67 persen berjenis kelamin perempuan dan sisanya pria.
"Usia para pasien yang terbanyak adalah antara 45 tahun hingga 55 tahun," kata Rodrigo di Ambon, Sabtu.
Kemudian ada tiga penyakit penyerta yang mendampingi virus corona pada pasien antara lain hipertensi atau darah tinggi, diabetes, dan gagal ginjal, sehingga pelayanan di RSUD Haulussy adalah memisahkan mereka yang terpapar dan non COVID-19.
Mengenai pembayaran insentif tenaga medis, kata Rodrigo, RSUD baru memasukkan data bulan Maret sedangkan April dalam tahap proses, karena aturan pada juknis menuntut ada berbagai aturan yang perlu dipenuhi.
Sedangkan aturan di RS sangat kompleks seperti di IGD, aturannya berbeda dalam menetapkan insentif dan tidak sama dengan ruang lain seperti OK atau ruang isolasi.
"Sehingga kita harus berkoordinasi dengan tim verifikasi Dinkes provinsi supaya tidak menyalahi aturan dalam menentukan siapa saja tenaga kesehatan yang menerima pembayaran insentif," ujarnya.
Untuk bagian kamar operasi, ketentuannya apabila melayani pasien yang terkonfirmasi baru bisa dikatakan dia mendapatkan insentif, sedangkan di IGD yang merupakan garda terdepan menerima pasien maka diperlakukan sesuai SK tim COVID-19 provinsi, mulai dari menerima pasien.
Dia juga mengaku telah menyampaikan permasalahan ini dalam rapat kerja bersama Sub-Tim I Penanganan dan Pengawasan COVID-19 DPRD Maluku yang dihadiri Kadis Kesehatan provinsi, Balai POM dan BTKL PP Ambon.
Sementara koordinator labpratorium BPOM Ambon, Halima Payapo menjelaskan pihaknya juga membantu menguji spesimen tes usap dan sampai sekarang telah menerima 5.687 sampel.
"Biasanya kami terima sampel dari Dinkes provinsi sore hari dan paginya sudah langsung dikerjakan," kata dia.
Ada beberapa kendala selama ini, seperti bahan-bahan habis pakai, sehingga ada komplain kenapa bisa lebih dari tiga hari baru diketahui hasilnya.
"Selama kami melakukan pengujian sampel usap di laboratorium BPOM Ambon, untuk APD didukung oleh Dinkes dan bahan habis pakai dari Gustu Provinsi sehingga terkendala pada hasil uji yang terlambat kalau benda-benda ini habis," ucapnya.
BPOM merupakan instansi vertikal sehingga mengelola sendiri anggarannya dan pembayaran insentif tenaga kesehatan bukan dari Gustu Provinsi.*
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2020
"Usia para pasien yang terbanyak adalah antara 45 tahun hingga 55 tahun," kata Rodrigo di Ambon, Sabtu.
Kemudian ada tiga penyakit penyerta yang mendampingi virus corona pada pasien antara lain hipertensi atau darah tinggi, diabetes, dan gagal ginjal, sehingga pelayanan di RSUD Haulussy adalah memisahkan mereka yang terpapar dan non COVID-19.
Mengenai pembayaran insentif tenaga medis, kata Rodrigo, RSUD baru memasukkan data bulan Maret sedangkan April dalam tahap proses, karena aturan pada juknis menuntut ada berbagai aturan yang perlu dipenuhi.
Sedangkan aturan di RS sangat kompleks seperti di IGD, aturannya berbeda dalam menetapkan insentif dan tidak sama dengan ruang lain seperti OK atau ruang isolasi.
"Sehingga kita harus berkoordinasi dengan tim verifikasi Dinkes provinsi supaya tidak menyalahi aturan dalam menentukan siapa saja tenaga kesehatan yang menerima pembayaran insentif," ujarnya.
Untuk bagian kamar operasi, ketentuannya apabila melayani pasien yang terkonfirmasi baru bisa dikatakan dia mendapatkan insentif, sedangkan di IGD yang merupakan garda terdepan menerima pasien maka diperlakukan sesuai SK tim COVID-19 provinsi, mulai dari menerima pasien.
Dia juga mengaku telah menyampaikan permasalahan ini dalam rapat kerja bersama Sub-Tim I Penanganan dan Pengawasan COVID-19 DPRD Maluku yang dihadiri Kadis Kesehatan provinsi, Balai POM dan BTKL PP Ambon.
Sementara koordinator labpratorium BPOM Ambon, Halima Payapo menjelaskan pihaknya juga membantu menguji spesimen tes usap dan sampai sekarang telah menerima 5.687 sampel.
"Biasanya kami terima sampel dari Dinkes provinsi sore hari dan paginya sudah langsung dikerjakan," kata dia.
Ada beberapa kendala selama ini, seperti bahan-bahan habis pakai, sehingga ada komplain kenapa bisa lebih dari tiga hari baru diketahui hasilnya.
"Selama kami melakukan pengujian sampel usap di laboratorium BPOM Ambon, untuk APD didukung oleh Dinkes dan bahan habis pakai dari Gustu Provinsi sehingga terkendala pada hasil uji yang terlambat kalau benda-benda ini habis," ucapnya.
BPOM merupakan instansi vertikal sehingga mengelola sendiri anggarannya dan pembayaran insentif tenaga kesehatan bukan dari Gustu Provinsi.*
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2020