Pegiat selam di Kota Tidore Kepulauan (Tikep), Provinsi Maluku Utara meminta agar aset sejarah berupa penemuan bekas pecahan piring, guci, serta meriam di masa Dinasti Ming di perairan laut di Tidore dapat dilindungi dan menjadi kekayaan alam di daerah ini.
Perwakilan pegiat selam Malut, Samar Ishak di Ternate, Minggu, meminta berbagai elemen untuk tidak membawa bekas-bekas piring, guci, dan meriam yang ditemukan di Pantai Soasio agar dijadikan sebagai kekayaan sejarah masa lampau di laut itu.
Artinya, kata dia, apa yang didapatkan di bawah air cukup dibuktikan dengan foto atau video dan hal itu harus dibiarkan menjadi bukti sejarah untuk diselami.
Oleh karena itu, pihaknya menyayangkan sikap Tim Arkeologi Kemendikbud di beberapa spot Perairan Kelurahan Soasio pada tanggal 28 Maret 2021 lalu dengan mengangkat berbagai peninggalan di masa Dinasti Ming seperti piring, guci dan meriam.
Sementara guci yang diangkut oleh tim arkeologi dan diangkat ke darat itu sudah terinteraksi di antara hewan laut, seperti ikan yang sudah menjadikan guci sebagai atau medium tempat menempelnya larva karang.
"Artinya, terumbu karang adalah bukti kuat adanya pertumbuhan karang yang membutuhkan waktu lama untuk spesies karang itu, bisa tumbuh dengan tingkat pertumbuhan 10-15 cm per tahun dan mereka ambil begitu saja dengan alasan penelitian," katanya.
Sehingga, kata dia, jika alasan mereka untuk penelitian, dan apa saja yang sudah diteliti secara spesifik, jika ada catatan sejarah yang menejelaskan tentang guci, piring, dan meriam harus didokumentasikan dan diambil sampel secukupnya saja untuk penelitian.
Jadi, katanya, sangat dibayangkan sejarah perjalanan ekspedisi kapal Spanyol Magellan 500 tahun dalam misi keliling dunia dan berakhir di Tidore yang baru dirayakan di beberapa minggu lalu.
"Sebagai penyelam lokal, sekaligus pemandu kami sangat menyesalkan, kenapa piring, guci, dan merian harus diangkat ke darat, karena di spot ini mejadi 'highlights' andalan bagi setiap tamu yang mau menyelam di Tidore," kata Samar Ishak.
Sebelumnya, Tim Kementerian Kelautan dan Perikanan menyatakan berhasil menemukan bekas piring Dinasti Ming saat menyelam di seputaran pantai Soasio, Kota Tidore Kepulauan guna memberikan langkah untuk mengungkap sejarah masa lalu.
Lokal Riset dan Sumber Daya Kerentanan Pesisir Badan Riset dan Perikanan Kelautan Kementerian Perikanan dan Kelautan, Nia Nailulhasana menyatakan, selain penemuan bekas piring di sekitar kedalaman 15-20 meter itu, ada juga guci, gerabah, keramik putih, mangkok, namun pihaknya belum yakin bahwa bekas tersebut bukan dari peninggalan Portugis dan Spanyol.
Sehingga, kata dia, dari penemuan bekas piring piring itu, kemungkinan bisa dari masa Dinasti Ming dari bangsa Thailand, dan yang menarik dari penemuan itu, berada di depan Benteng Tahula Kelurahan Soasio.
"Tentu, tibanya kapal-kapal perang tempo dulu yang berlabuh di depan benteng tersebut mengangkut banyak barang dagangan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021
Perwakilan pegiat selam Malut, Samar Ishak di Ternate, Minggu, meminta berbagai elemen untuk tidak membawa bekas-bekas piring, guci, dan meriam yang ditemukan di Pantai Soasio agar dijadikan sebagai kekayaan sejarah masa lampau di laut itu.
Artinya, kata dia, apa yang didapatkan di bawah air cukup dibuktikan dengan foto atau video dan hal itu harus dibiarkan menjadi bukti sejarah untuk diselami.
Oleh karena itu, pihaknya menyayangkan sikap Tim Arkeologi Kemendikbud di beberapa spot Perairan Kelurahan Soasio pada tanggal 28 Maret 2021 lalu dengan mengangkat berbagai peninggalan di masa Dinasti Ming seperti piring, guci dan meriam.
Sementara guci yang diangkut oleh tim arkeologi dan diangkat ke darat itu sudah terinteraksi di antara hewan laut, seperti ikan yang sudah menjadikan guci sebagai atau medium tempat menempelnya larva karang.
"Artinya, terumbu karang adalah bukti kuat adanya pertumbuhan karang yang membutuhkan waktu lama untuk spesies karang itu, bisa tumbuh dengan tingkat pertumbuhan 10-15 cm per tahun dan mereka ambil begitu saja dengan alasan penelitian," katanya.
Sehingga, kata dia, jika alasan mereka untuk penelitian, dan apa saja yang sudah diteliti secara spesifik, jika ada catatan sejarah yang menejelaskan tentang guci, piring, dan meriam harus didokumentasikan dan diambil sampel secukupnya saja untuk penelitian.
Jadi, katanya, sangat dibayangkan sejarah perjalanan ekspedisi kapal Spanyol Magellan 500 tahun dalam misi keliling dunia dan berakhir di Tidore yang baru dirayakan di beberapa minggu lalu.
"Sebagai penyelam lokal, sekaligus pemandu kami sangat menyesalkan, kenapa piring, guci, dan merian harus diangkat ke darat, karena di spot ini mejadi 'highlights' andalan bagi setiap tamu yang mau menyelam di Tidore," kata Samar Ishak.
Sebelumnya, Tim Kementerian Kelautan dan Perikanan menyatakan berhasil menemukan bekas piring Dinasti Ming saat menyelam di seputaran pantai Soasio, Kota Tidore Kepulauan guna memberikan langkah untuk mengungkap sejarah masa lalu.
Lokal Riset dan Sumber Daya Kerentanan Pesisir Badan Riset dan Perikanan Kelautan Kementerian Perikanan dan Kelautan, Nia Nailulhasana menyatakan, selain penemuan bekas piring di sekitar kedalaman 15-20 meter itu, ada juga guci, gerabah, keramik putih, mangkok, namun pihaknya belum yakin bahwa bekas tersebut bukan dari peninggalan Portugis dan Spanyol.
Sehingga, kata dia, dari penemuan bekas piring piring itu, kemungkinan bisa dari masa Dinasti Ming dari bangsa Thailand, dan yang menarik dari penemuan itu, berada di depan Benteng Tahula Kelurahan Soasio.
"Tentu, tibanya kapal-kapal perang tempo dulu yang berlabuh di depan benteng tersebut mengangkut banyak barang dagangan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021