Wakil Ketua Kadin Maluku John Patisahusiwa khawatir kenaikan Tarif Dasar Listrik (TDL) sebesar 15 persen mulai Juli 2010 akan menghambat kegiatan investasi di Maluku, karena investor berpikir modal yang harus diinvestasikan bertambah besar. "Saya khawatir kenaikan TDL mengakibatkan kegiatan penanaman modal di Maluku cenderung merosot, karena investor enggan mengeluarkan biaya tambahan," kata Patisahusiwa di Ambon, Kamis. Ia mengungkapkan, saat ini saja realisasi investasi di Maluku "jalan di tempat" karena berbagai kendala, terutama ketersediaan daya listrik dan kurang tersedianya sarana maupun prasarana. Bila TDL dinaikkan, maka investor akan semakin enggan menanamkan modal di Maluku, padahal daerah ini memiliki potensi sumber daya alam (SDA) bernilai strategis dan belum dimanfaatkan optimal. Patisahusiwa berpendapat, kenaikan TDL akan juga berpengaruh terhadap kegiatan usaha Koperasi dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), demikian pula kegiatan ekonomi produktif keluarga. Maluku saat ini memiliki pasokan listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) berusia tua (di atas 20 tahun). Seringnya pemadaman dan kapasitasnya yang terbatas menghambat investasi berskala besar. Ia berharap pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berkapasitas 30 MW di Waai dapat dipercepat. "Potensi SDA termasuk air dan ombak di laut Maluku pun belum dimanfaatkan," katanya. Menurut Patisahusiwa, kenaikan TDL juga bisa mendorong kesenjangan pembangunan di kawasan Timur Indonesia, yang selama ini memang tertinggal dibandingkan ke kawasan Barat. "Jadi harus ada kebijakan khusus agar pengembangan pembangunan di kawasan Timur Indonesia, terutama Maluku, tidak semakin tertinggal," katanya. "Diimbangi kinerja" Sementara itu, Ketua Komisi B DPRD Maluku Melky Frans mengatakan rencana pemerintah menaikkan Tarif Dasar wajar tetapi harus diimbangi peningkatan kinerja pelayanannya. Menurut Frans, wacana kenaikan TDL sudah lama bergulir dan pemerintah boleh mewujudkannya, asalkan tidak memberatkan konsumen apalagi sampai mematikan usaha industri kecil masyarakat yang sangat bergantung pada tenaga listrik. "Masih banyak daerah terpencil, termasuk pulau-pulau terdepan nusantara di Maluku yang ada penduduknya sampai hari ini belum mendapatkan layanan PT.(Persero) PLN lewat program listrik masuk desa," katanya. Ia menambahkan, warga yang mampu bisa membeli mesin genzet atau mendapatkan listrik yang menggunakan tenaga surya melalui Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM), tetapi itu pun tidak bisa bertahan lama jika tidak dirawat secara baik. Dikatakannya, dampak kenaikan TDL akan juga mendongkrak naik harga produksi barang dan jasa. "Berapapun kenaikan TDL, konsumen yang sadar kewajiban akan tetap membayar tagihan setiap akhir bulan, tapi kenaikan ini harus diimbangi peningkatan kinerja pelayanan PLN secara maksimal," demikian Melky Frans. Bachruddin, seorang penjahit di kawasan jalan A.Y Patty Ambon, mengatakan bila terjadi kenaikan TDL pihaknya berencana menaikkan harga jahit dan obras. "Bangunan yang disewa untuk tempat jahit sudah mahal, apalagi ditambah kenaikan TDL sehingga membutuhkan tambahan pengeluaran biaya operasional, maka harga jahit terpaksa kami sesuaikan," ujarnya. Hal senada dikemukakan Surjono, seorang pengusaha roti di kawasan Urimessing Ambon. Ia mengaku akan menaikkan harga jual dari Rp800 menjadi Rp900 per buah bila pemerintah menaikkan TDL sekitar 15 persen.

Pewarta:

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2010