Balai Arkeologi Maluku masih kekurangan sumber daya manusia (SDM) untuk melakukan riset terkait sejarah, budaya dan kepurbakalaan di wilayah Provinsi Maluku dan Maluku Utara.
"Permasalahan yang paling utama di sini adalah Balai Arkeologi Maluku hanya punya lima peneliti, sementara daerah yang harus di-cover adalah dua provinsi, totalnya ada 23 kabupaten/kota," kata Kepala Balai Arkeologi Maluku Bambang Sugiyanto, di Ambon, Senin.
Ia mengatakan Balai Arkeologi Maluku sudah berusia 26 tahun. Tupoksi kerjanya meliputi wilayah Provinsi Maluku dan Maluku Utara. Dua provinsi tersebut merupakan daerah kepulauan, Maluku yang terdiri dari 11 kabupaten/kota dan Maluku Utara 12 kabupaten/kota.
Luasnya wilayah yang harus ditangani tidak sesuai dengan SDM yang tersedia, akibatnya banyak riset yang tidak tertangani hingga tuntas, dan penelitian lebih banyak difokuskan di Provinsi Maluku.
"Dengan hanya lima peneliti sangat sulit untuk melakukan penelitian secara keseluruhan di dua provinsi sekaligus," ucap Bambang.
Dikatakannya lagi, sama halnya dengan penelitian di bidang lainnya, penelitian arkeologi juga harus mengacu pada tahap observasi potensi dengan mengumpulkan data-data dan informasi lapangan baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga ada gambaran besar dan tolak ukur untuk penelitian lanjutan.
Karena tujuan akhir dalam penelitian tidak hanya sebatas mendapatkan hasil penelitian yang diinginkan, tapi juga menjadi referensi dan pegangan yang bisa digunakan oleh pemegang kebijakan dalam pengelolaan dan pengembangan daerah.
Menurut Bambang, penelitian terkait kepurbakalaan di wilayah Maluku dan Maluku Utara sejauh ini, masih jauh dari yang diharapkan, karena masih sedikit wilayah yang sudah diobservasi, sehingga sulit untuk melakukan penelitian lanjutan.
"Ini PR besar buat kita semua. Masing-masing peneliti harus punya grand design penelitian, wilayah ini harusnya mau diapain. Seharusnya sebelum penelitian diobservasi dulu apakah kita bisa mengeksplorasi lebih lanjut, sehingga tidak ada lubang-lubang yang tertinggal," ujar Bambang.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021
"Permasalahan yang paling utama di sini adalah Balai Arkeologi Maluku hanya punya lima peneliti, sementara daerah yang harus di-cover adalah dua provinsi, totalnya ada 23 kabupaten/kota," kata Kepala Balai Arkeologi Maluku Bambang Sugiyanto, di Ambon, Senin.
Ia mengatakan Balai Arkeologi Maluku sudah berusia 26 tahun. Tupoksi kerjanya meliputi wilayah Provinsi Maluku dan Maluku Utara. Dua provinsi tersebut merupakan daerah kepulauan, Maluku yang terdiri dari 11 kabupaten/kota dan Maluku Utara 12 kabupaten/kota.
Luasnya wilayah yang harus ditangani tidak sesuai dengan SDM yang tersedia, akibatnya banyak riset yang tidak tertangani hingga tuntas, dan penelitian lebih banyak difokuskan di Provinsi Maluku.
"Dengan hanya lima peneliti sangat sulit untuk melakukan penelitian secara keseluruhan di dua provinsi sekaligus," ucap Bambang.
Dikatakannya lagi, sama halnya dengan penelitian di bidang lainnya, penelitian arkeologi juga harus mengacu pada tahap observasi potensi dengan mengumpulkan data-data dan informasi lapangan baik secara langsung maupun tidak langsung, sehingga ada gambaran besar dan tolak ukur untuk penelitian lanjutan.
Karena tujuan akhir dalam penelitian tidak hanya sebatas mendapatkan hasil penelitian yang diinginkan, tapi juga menjadi referensi dan pegangan yang bisa digunakan oleh pemegang kebijakan dalam pengelolaan dan pengembangan daerah.
Menurut Bambang, penelitian terkait kepurbakalaan di wilayah Maluku dan Maluku Utara sejauh ini, masih jauh dari yang diharapkan, karena masih sedikit wilayah yang sudah diobservasi, sehingga sulit untuk melakukan penelitian lanjutan.
"Ini PR besar buat kita semua. Masing-masing peneliti harus punya grand design penelitian, wilayah ini harusnya mau diapain. Seharusnya sebelum penelitian diobservasi dulu apakah kita bisa mengeksplorasi lebih lanjut, sehingga tidak ada lubang-lubang yang tertinggal," ujar Bambang.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021