Ambon (ANTARA) - Sejumlah komunitas peduli lingkungan di Provinsi Maluku, yakni The Mulung dan Moluccas Coastal Care, menyoroti kondisi krisis air bersih yang kini mulai melanda sejumlah daerah di Kota Ambon.
"Tidak bisa dipungkiri salah satu penyebabnya juga adalah sampah. Apalagi susah sekali di Kota Ambon ada sungai yang bersih dari sampah,” kata pendiri The Mulung, Olyvia Jasso, di Ambon, Kamis.
Ia menilai, jika masyarakat tidak segera memiliki kesadaran untuk tidak membuang sampah sembarangan, maka penyerapan air akan terhambat. Jika tidak ada kesadaran dan penanggulangan yang baik dari sekarang, maka diprediksi 30 tahun ke depan Ambon akan kesusahan air bersih.
"Kalau masyarakat masih buang sampah sembarangan, lalu timbun atau tanam sampah kan nanti menghambat penyerapan air," ujarnya.
Baca juga: "The Mulung" rancang aplikasi galang dana untuk lingkungan di Maluku, mantapkan infrastruktur
Untuk mempertahankan air bersih, ia mengatakan The Mulung secara rutin melakukan aksi pembersihan sampah baik di sungai, maupun di pesisir pantai. "Karena bicara air bersih itu tidak lain dari (masalah) sampah, hutan, juga pohon," katanya.
Selain itu, ia berharap masyarakat lebih bijak lagi menggunakan air serta menjaga lingkungan agar tetap bersih. "Mulai sekarang, pintar-pintar menggunakan air. Sekarang mungkin kita belum merasakan dampaknya, tapi di beberapa daerah itu sudah sangat merasakannya," tuturnya.
Baca juga: Ratusan satwa dilindungi dilepasliarkan selama periode Januari-Juli, begini penjelasannya
Sementara itu, Ketua Moluccas Coastal Care (MCC), Stefani Teria Salhuteru, mengatakan beberapa daerah di Kota Ambon kini telah kekurangan air bersih. Kondisi itu terjadi di daerah Kuda Mati, Mangga Dua, dan Gunung Nona. "Kita belum melakukan penelitian, tapi yang saya dengar dari mereka, kalau air bersih sudah berkurang, tidak sama dengan dulu lagi," ujarnya.
Menurut dia, komunitas MCC rutin melakukan aksi penanaman pohon untuk penyelamatan air bersih. "Pohon punya akar untuk menyerap dan menyimpan cadangan air. Jadi ini solusi dari kita supaya air bersih tetap terjaga," ujarnya.
Kegiatan ini berlangsung sejak 2019 lalu hingga sekarang, dan dinamakan dengan program “Tree of Hope”. MCC sendiri punya cara mengajak masyarakat untuk menanam pohon, yakni dengan cara membawa beberapa jenis bibit pohon di dalam mobil pikap, lalu menggunakan toa dan mengajak masyarakat ikut berpartisipasi.
"Jadi, kita tidak memberi cuma-cuma, tetapi mengajak melalui toa, supaya yang datang pun adalah memang benar-benar yang mau dan berkomitmen," katanya.
Teria berharap, pemerintah punya ketegasan untuk mengupayakan bagaimana pun caranya agar hutan-hutan lindung tetap terjaga. "Karena komunitas juga sudah bergerak, tapi kalau pemerintah tidak buat apa-apa, tetap bakalan lama," tuturnya.
Baca juga: Sampah kapal pengambil telur ikan cemari kawasan konservasi Kei Kecil, lestarikan lingkungan
Baca juga: Green Moluccas galakkan adopsi mangrove di Teluk Ambon, jadi inspirasi