Ternate (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) meminta seluruh elemen di Maluku Utara (Malut) untuk membantu menurunkan angka kekerdilan (stunting) dengan intervensi gizi baik sensitif dan spesifik.
"Hal ini perlu menjadi komitmen bersama untuk melakukan pencegahan kekerdilan pada anak Indonesia khususnya di Malut dengan melakukan berbagai upaya diantaranya pendampingan Intervensi gizi yang dilakukan pemerintah baik intervensi sensitif dan intervensi spesifik," kata Deputi KB/KR BKKBN-RI dr. Eni Gustina MPH saat menghadiri kegiatan Rapat Koordinasi percepatan penurunan angka kekerdilan di wilayah Malut, Selasa.
Eni menjelaskan, intervensi gizi spesifik dilakukan oleh sektor kesehatan melalui Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) dan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), sedangkan intervensi gizi sensitif dilakukan oleh sektor lain di luar kesehatan yang terkait dengan upaya penanggulangan kekerdilan ,
Eni menyatakan bahwa kekerdilan merupakan ancaman utama terhadap kualitas manusia Indonesia, juga ancaman terhadap kemampuan daya saing bangsa.
Hal ini karena anak kekerdilan, bukan hanya terganggu pertumbuhan fisik (bertubuh pendek/kerdil) saja, juga terganggu perkembangan otaknya, yang tentu dapat mempengaruhi kemampuan dan prestasi di sekolah, produktivitas dan kreativitas di usia-usia produktif anak.
Baca juga: TNI-AD sediakan fasilitas kesehatan dukung BKKBN cepat turunkan stunting
Kekerdilan adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah 5 tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga anak terlalu pendek untuk usianya. Kekurangan gizi terjadi sejak bayi dalam kandungan pada masa awal setelah bayi lahir akan tetapi kondisi kekerdilan baru nampak setelah bayi berusia dua tahun.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Malut pada 2020 tercatat sebanyak 95.051 orang balita di Malut. Dari jumlah tersebut yang mengalami kekurangan berat badan sebanyak 3.146 balita atau 14.1 persen, kekerdilan 3.541 balita atau 16.0 persen dan wasting 810 balita atau 8.2 persen.
Salah satu upaya menurunkan kekerdilan juga menggandeng TNI untuk menanggulangi stunting seperti Korem 152/Baabullah yang mengukuhkan bapak dan ibu asuh anak kekerdilan bagi para Dandim atau pejabat daerah.
Pada kesempatan yang sama, Danrem 152/Baabullah Brigjen TNI Novi Rubadi Sugito selaku pembicara menyatakan, kekerdilan terjadi pada tahap awal kehidupan atau usia dini dapat menyebabkan dampak merugikan bagi anak, baik dalam jangka pendek atau jangka panjang.
Khususnya, jika gangguan pertumbuhan dimulai pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yang dihitung sejak konsepsi hingga usia dua tahun. Pada dasarnya kekerdilan pada balita tidak bisa disembuhkan, tapi dapat dilakukan upaya untuk perbaikan gizi guna meningkatkan kualitas hidupnya.
"Pencegahan kekerdilan harus dilakukan sejak dini, bahkan sejak masa kehamilan, kekerdilan pada anak memang harus menjadi perhatian dan diwaspadai. Kondisi ini dapat menandakan bahwa nutrisi anak tidak terpenuhi dengan baik. Jika dibiarkan tanpa penanganan, kekerdilan bisa menimbulkan dampak jangka panjang kepada anak. Anak tidak hanya mengalami hambatan pertumbuhan fisik, tapi nutrisi yang tidak mencukupi juga pengaruhi kekuatan daya tahan tubuh hingga perkembangan otak anak," ujar Brigjen Novi.
Baca juga: Wapres Ma'ruf Amin paparkan upaya hapus kemiskinan ekstrem dan kekerdilan
BKKBN minta elemen di Malut bantu turunkan angka kekerdilan
Rabu, 14 September 2022 6:11 WIB