Dokter penyakit dalam konsultan paru dr. Hendarsyah Suryadinata, Sp.PD-KP mengatakan penyakit gastroesophageal reflux disease atau gerd yang tidak diatasi bisa memicu asma yang tidak kunjung sembuh.
“Gerd atau asam lambungnya naik jadi masuk ke trakea, itu memicu asma. Asmanya enggak sembuh-sembuh karena gerdnya enggak diatasin,” ucapnya saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu.
“Gerd atau asam lambungnya naik jadi masuk ke trakea, itu memicu asma. Asmanya enggak sembuh-sembuh karena gerdnya enggak diatasin,” ucapnya saat dihubungi ANTARA di Jakarta, Rabu.
Selain gerd, debu dalam rumah dan paparan asap rokok menjadi faktor yang tidak bisa dihindari pada penderita asma.
Hendarsyah menjelaskan, asma merupakan penyakit genetik yang tidak bisa disembuhkan. Penderita asma harus bisa mengendalikan penyakitnya dengan menghindari berbagai pemicu seperti faktor udara, kondisi fisik dan psikis.
“Trigger-nya tiap orang beda-beda, di antaranya yang sering udara dingin, paparan gas atau asap kemudian fisik seperti kecapean, faktor psikis seperti stress mau ujian, terus olahraga ada yang bisa memicu,” ucapnya.
Baca juga: Dokter sebut jantung koroner dapat dilakukan intervensi dengan metode PCI
Asma juga bisa dialami seseorang dibarengi dengan beberapa kondisi seperti asma bronkial atau sesak, alergi dermatitis atopic pada kulit, asma dengan rhinitis yaitu bersin-bersin kronis, dan konjungtivitis yaitu mata merah karena iritasi debu.
Beberapa kondisi ini bisa muncul bersamaan dengan asma pada penderita pada saat kecil maupun saat sudah dewasa.
“Beda-beda tiap orang, ada yang waktu kecilnya rhinitis waktu lima atau enam tahun, nanti pas usia belahan belasan tahun alerginya hilang, usia 20-an muncul asmanya, usia 40 tahun muncul dermatitisnya, muncul konjungtivitisnya di usia 50 tahun, itu rangkaian semua sebetulnya,” ucapnya.
Pada penderita asma, kata Hendarsyah, harus mengetahui apa yang menjadi pemicu asma kembali kambuh. Perawatan yang bisa dilakukan adalah pencegahan dengan rutin mengonsumsi obat-obatan yang disebut dengan controller untuk mencegah terjadinya serangan asma dan reliever sebagai pelega Ketika terjadi asma.
Obat isap ini perlu dikonsumsi sampai asmanya bisa diatasi dan bisa lepas dari obat.
Obat isap ini perlu dikonsumsi sampai asmanya bisa diatasi dan bisa lepas dari obat.
Baca juga: Dokter ungkap usus buntu pada anak berisiko lebih tinggi dibanding dewasa
“Jadi kalau misalnya controller sedot pagi dan malam, lalu main dan kehujanan, dingin, sesak yang disedot reliever-nya pencegahan kalau asma,” ucapnya.
Penggunaan obat ini bisa diturunkan dosisnya jika asma pada penderita sudah terkontrol dengan baik dan tidak ada serangan dalam tiga sampai enam bulan.
Lalu jika sudah bisa terkontrol dengan dosis yang sudah diturunkan, penderita asma bisa terlepas dari obat isapnya namun harus tetap menghindari segala hal yang bisa memicu asma sehingga tidak jatuh pada kondisi yang lebih berat.
Lalu jika sudah bisa terkontrol dengan dosis yang sudah diturunkan, penderita asma bisa terlepas dari obat isapnya namun harus tetap menghindari segala hal yang bisa memicu asma sehingga tidak jatuh pada kondisi yang lebih berat.
Ia mengatakan berdasarkan data dari epidemiologi, wanita yang menderita asma cenderung lebih banyak menyerang pada usia menjelang belasan sampai 20 tahun, sedangkan bagi penderita laki-laki lebih sering terjadi justru pada usia anak-anak, lalu bisa muncul lagi sekitar usia 30 sampai 40 tahun.
“Kalau laki-laki lebih banyak justru pas waktu anak-anak, lalu muncul lagi sekitar 30 atau 40 tahunan. Sampai sekarang kita masih belum tahu apakah ada genetik atau ada yang mendasarinya sehingga jumlahnya seperti itu, cuma itu dari data epidemiologi,” ucap Hendarsyah.
Baca juga: Dokter ingatkan waspada diabetes jika anak sering mengompol