Jakarta (ANTARA) - Analis Pasar Mata Uang Lukman Leong menyatakan pelemahan rupiah tertekan penguatan dolar Amerika Serikat (AS) yang mencapai level terkuat dalam hampir 6 bulan terakhir di tengah sentimen perlambatan ekonomi global.
“Permintaan kuat dolar AS oleh aksi flight to safety, setelah data PMI (Purchasing Managers' Index) China dan Eropa yang lebih lemah dari harapan,” ujar dia ketika dihubungi, di Jakarta, Rabu.
Sebagai informasi, flight to safety adalah fenomena pasar keuangan yang terjadi ketika investor menjual apa yang mereka anggap sebagai investasi berisiko tinggi (ekuitas) dan membeli investasi yang lebih aman seperti obligasi atau emas.
Data PMI Eropa tercatat sebesar 47,9 dengan ekspektasi 48,3. Adapun Data PMI sektor jasa China pada Agustus 2023 menunjukkan penurunan pertumbuhan menjadi 51,8 dengan ekspektasi 53,6.
“Rally dolar AS akhir-akhir ini cukup kuat dan diperkirakan akan bisa bertahan hingga FOMC (Federal Open Market Committee) pada September 2023. Pejabat The Fed diperkirakan akan kembali memberikan statement hawkish,” ujar Lukman.
Baca juga: Rupiah pada Selasa pagi melemah jadi Rp15.260 per dolar AS
Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu pagi melemah 0,31 persen atau 48 poin menjadi Rp15.318 per dolar AS dari sebelumnya Rp15.270 per dolar AS.
Dolar AS menguat terhadap sekeranjang mata uang utama lainnya ke level tertinggi dalam hampir enam bulan pada akhir perdagangan Selasa (Rabu pagi WIB). Hal tersebut disebabkan kegelisahan atas pertumbuhan global, khususnya di Uni Eropa, Inggris, dan China, menyebabkan investor berbondong-bondong ke mata uang safe-haven dolar AS.
Indeks dolar AS, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama lainnya, naik 0,66 persen menjadi 104,8080 pada akhir perdagangan.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Rupiah melemah di tengah sentimen perlambatan ekonomi global