Jakarta (ANTARA) - Bank Dunia menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi Asia Timur dan Pasifik pada 2023 menjadi 5 persen, dari perkiraan sebelumnya 5,1 persen pada April 2023.
"Faktor eksternal dan domestik membentuk kinerja perekonomian jangka pendek di negara-negara Asia Timur dan Pasifik," kata Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Asia Timur dan Pasifik Aaditya Mattoo dalam konferensi pers virtual bertajuk "Laporan World Bank East Asia and Pacific Economic Update Oktober 2023" di Jakarta, Senin.
Aaditya menuturkan faktor eksternal utama adalah melambatnya pertumbuhan global, masih ketatnya kondisi keuangan, serta kebijakan perdagangan dan industri.
Di antara faktor domestik, yang paling penting adalah dampak dari meningkatnya utang pemerintah dan swasta serta kebijakan makroekonomi.
Pertumbuhan global diproyeksikan turun menjadi 2,1 persen pada 2023, dari 3,1 persen tahun lalu. Meskipun inflasi menurun di negara-negara besar, inflasi inti di Amerika Serikat (AS) dan Uni Eropa tetap tinggi dan pasar tenaga kerja tetap ketat, yang menyebabkan tingginya suku bunga.
Baca juga: Rusia sedang pertimbangkan tantangan buat calon AS pimpin Bank Dunia
"Perlambatan pertumbuhan global, pengetatan keuangan dan langkah-langkah proteksionisme mempengaruhi kinerja perekonomian di negara-negara Asia Timur dan Pasifik," ujarnya.
Seiring dengan melambatnya pertumbuhan global, permintaan luar negeri terhadap barang-barang manufaktur dan komoditas juga melemah. Ekspor barang telah turun lebih dari 20 persen di Indonesia dan Malaysia, dan lebih dari 10 persen di China dan Vietnam dibandingkan dengan penurunan pada kuartal kedua 2022.
Laporan tersebut juga menyebutkan kebangkitan pariwisata yang sedang berlangsung telah membantu ekspor jasa di Filipina, Thailand dan banyak negara Kepulauan Pasifik.
Di sisi lain, langkah-langkah kebijakan perdagangan dan industri di negara-negara mitra dagang utama negara-negara Asia Timur dan Pasifik memengaruhi ekspor mereka.
Baru-baru ini, Undang-Undang Pengurangan Inflasi (Inflation Reduction Act) dan Undang-Undang CHIPS dan Sains pada Agustus 2022, memperkenalkan persyaratan kandungan dalam negeri terkait dengan subsidi yang diberikan di bawah undang-undang baru.
Undang-undang tersebut diikuti oleh penurunan ekspor produk-produk yang terkena dampak ke AS dari Tiongkok dan negara-negara ASEAN, dan sedikit peningkatan pada ekspor dari Kanada dan Meksiko yang dikecualikan dari persyaratan ini.
Baca juga: Bank Dunia sebut kebijakan suku bunga dan fiskal perlu diseimbangkan
Aaditya mengatakan pertumbuhan di China diproyeksikan sebesar 5,1 persen pada 2023, lebih cepat dari 3 persen pada 2022. Namun, pertumbuhan di wilayah lainnya diperkirakan akan melambat menjadi 4,6 persen pada 2023 dari 5,8 persen pada 2022, dan turun dari proyeksi 4,9 persen pada April 2023.
Perekonomian Pasifik diperkirakan akan terus berlanjut berkembang pada 2023, dengan pertumbuhan diproyeksikan sebesar 5,2 persen rata-rata pada 2023.
Wilayah Asia Timur dan Pasifik diproyeksikan tumbuh sebesar 4,5 persen pada 2024. Faktor dalam negeri kemungkinan besar akan menjadi dominan pengaruhnya terhadap pertumbuhan di China, sedangkan faktor eksternal akan memiliki pengaruh yang lebih kuat terhadap pertumbuhan di sebagian besar negara lainnya di kawasan tersebut.
Pertumbuhan ekonomi di China diproyeksikan melambat menjadi 4,4 persen pada 2024, seiring kebangkitan kembali dari pembukaan kembali perekonomian memudar dan dua masalah terdekat, seperti peningkatan utang dan kelemahan di sektor properti, serta faktor-faktor struktural jangka panjang yang membebani pertumbuhan.
Sementara pertumbuhan ekonomi di wilayah lainnya di kawasan tersebut diperkirakan akan meningkat 4,7 persen pada 2024, seiring dengan pelonggaran kondisi keuangan global dan pemulihan ekonomi global mengimbangi dampak perlambatan pertumbuhan di China.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Bank Dunia revisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Asia Timur dan Pasifik