"Total potensi cadangan air di Indonesia sebanyak 3,9 miliar meter kubik per tahun," kata Menteri Basuki, dalam sambutan tertulis yang dibacakan Staf Ahli Bidang Ekonomi dan Investasi Kementerian PU dan Perumahan Rido Matari Ichwan, di Ambon, Senin (14/9) malam.
Menteri Basuki menyatakan hal itu, pada pembukaan Pertemuan Konsultasi Operasi dan Pemeliharaan Prasarana Sumber Daya Air tahun 2015 yang merupakan agenda tahunan.
Ia mengungkapkan, pada saat ini air baru 691 miliar meter kubik per tahun yang dapat dimanfaatkan, yang sebagian besar untuk irigasi sebesar 141 miliar meter kubik per tahun atau 80,5 persen. Sisanya untuk keperluan rumah tangga dan industri.
"Sampai saat ini baru 178 bendungan yang telah dibangun dengan tampungan air yang sudah tererilisasi itu," katanya.
Selanjutnya, kata Basuki, luas areal dan kondisi jaringan, berdasarkan peraturan Menteri PU dan Perumahan Rakyat Nomor 14 Tahun 2015, telah ditetapkan status daerah irigasi untuk irigasi permukaan dengan total 7.145.168 hektar dengan rincian pusat sebesar 2.376.168 hektar atau 33,26 persen, provinsi 1.105.474 hektar atau 15,47 persen, kabupaten/kota dengan persentase terbesar 3.663.173 hektar atau 51,27 persen.
"Jadi, dapat diketahui dari data tersebut bahwa kewenangan irigasi daerah provinsi maupun kabupaten/kota adalah 66,74 persen," ujarnya.
Sedangkan apabila melihat kondisi tahun 2014, kondisi irigasi pusat 54 persen baik, meningkat menjadi 77,23 persen. Kondisi irigasi provinsi dari 39 persen telah menjadi 46,59 persen, ada peningkatan 7,59 persen. Kabupaten/kota kondisi baik 48 persen, namun menurun menjadi 40,59 persen atau menurun 7,05 persen.
Kebutuhan nyata
Dikatakan, sesuai dengan kebutuhan prasarana sumber daya air (SDA), hitungan kebutuhan nyata operasi dan pemeliharaan dilakukan dengan penelusuran jaringan secara mutlak diperlukan, ini untuk menangani kondisi dan fungsi terkini dari SDA yang pririotas ditangani ke depannya.
"Sudah bukan eranya lagi bahwa biaya operasi dan pemeliharaan SDA didasarkan pada rata-rata per hektar per meter kubik, per meter atau per kilo meter kubik. Kita harus mengubah polanya," kata Basuki.
Ia mengakui, masalah sumber daya manusia (SDM) belum mencukupi untuk operasi pemeliharaan di lapangan. Karena permasalahan kwantitas maupun kwalitas dalam pelaksanaan operasi dan pemelihraan merupakan permasalahan utama.
"Saat ini, belum terlihat adanya solusi yang tepat dan hal ini juga menjadi isu pertemuan regional dalam operasi dan pemeliharaan sebelumnya," ujarnya.
Selanjutnya, belum optimalnya kinerja lembaga pengelola SDA yakni Dinas PU, Dinas Sumber Daya Air, Balai Besar Wilayah Sungai, Balai wilayah sungai, Balai SDA, UPT Dinas PU, SDA Pengairan, Dewan Sumber Daya Air serta Komisi Irigasi.
Karena itu, lembaga tersebut perlu dilakukan upaya-upaya peningkatan koordinasi dan peningkatan kinerja sesuai dengan kewenangan masing-masing, serta belum optimalnya fungsi pemberdayaan masyarakat.
"Ini merupakan hal yang penting yang ditandainya ada pelanggaran pola dan rencana tata tanam, adanya pencurian air, pelanggaran garis sipadan sungai dan irigasi juga pelanggaran terhadap pemanfaatan SDA," kata Basuki.
Melihat kondisi tersebut, tambah dia, langkah yang diperlukan oleh pemerintah provinsi, kabupaten/kota secara sinergis harus mulai membangun tampungan air, waduk, situ, dan melakukan upaya konservasi di daerah resapan guna mengantisipasi kekurangan air di masa mendatang.
Dikatakan, sesuai dengan kebutuhan prasarana sumber daya air (SDA), hitungan kebutuhan nyata operasi dan pemeliharaan dilakukan dengan penelusuran jaringan secara mutlak diperlukan, ini untuk menangani kondisi dan fungsi terkini dari SDA yang pririotas ditangani ke depannya.
"Sudah bukan eranya lagi bahwa biaya operasi dan pemeliharaan SDA didasarkan pada rata-rata per hektar per meter kubik, per meter atau per kilo meter kubik. Kita harus mengubah polanya," kata Basuki.
Ia mengakui, masalah sumber daya manusia (SDM) belum mencukupi untuk operasi pemeliharaan di lapangan. Karena permasalahan kwantitas maupun kwalitas dalam pelaksanaan operasi dan pemelihraan merupakan permasalahan utama.
"Saat ini, belum terlihat adanya solusi yang tepat dan hal ini juga menjadi isu pertemuan regional dalam operasi dan pemeliharaan sebelumnya," ujarnya.
Selanjutnya, belum optimalnya kinerja lembaga pengelola SDA yakni Dinas PU, Dinas Sumber Daya Air, Balai Besar Wilayah Sungai, Balai wilayah sungai, Balai SDA, UPT Dinas PU, SDA Pengairan, Dewan Sumber Daya Air serta Komisi Irigasi.
Karena itu, lembaga tersebut perlu dilakukan upaya-upaya peningkatan koordinasi dan peningkatan kinerja sesuai dengan kewenangan masing-masing, serta belum optimalnya fungsi pemberdayaan masyarakat.
"Ini merupakan hal yang penting yang ditandainya ada pelanggaran pola dan rencana tata tanam, adanya pencurian air, pelanggaran garis sipadan sungai dan irigasi juga pelanggaran terhadap pemanfaatan SDA," kata Basuki.
Melihat kondisi tersebut, tambah dia, langkah yang diperlukan oleh pemerintah provinsi, kabupaten/kota secara sinergis harus mulai membangun tampungan air, waduk, situ, dan melakukan upaya konservasi di daerah resapan guna mengantisipasi kekurangan air di masa mendatang.