"Kenyataan pada saat ini rukun itu indah. Kerukunan adalah pilar kekuatan dan menjamin keutuhan bangsa," kata Fesal, pada Kegiatan Pelatihan Mengenal Dialog dan Pengenalan Mediasi, di Ambon, Selasa.
Menurut dia, hubungan antarumat beragama di Maluku berjalan cukup baik, ada peningkatan dari tahun ke tahun, pasca konflik yang melanda daerah ini 15 tahun yang silam.
"Kita mempunyai pengalaman pahit pada masa konflik dan mudah-mudahan pengalaman itu, tidak terulang kembali. Karena itu, ketika sukses event-event keagamaan sudah pasti kita bisa mewujudkan Provinsi Maluku sebagai laboratorium perdamaian dan kerukunan umat beragama," kata Fesal.
Namun, menurut dia, yang menjadi titik fokus untuk diperhatikan saat ini, tentu lagi trend, adalah konflik internal umat beragama. Misalnya saja, konflik antara Negeri/Desa Hitu Mesing-Mamala, Mamala-Morela, Porto-Haria, Kailolo-Pelau.
"Kalau kepentingan dalam sepak bola tidak apa-apa, tetapi ini bentrok internal umat beragama, sehingga secara logika sulit dimengerti akar masalahnya," ujar Fesal.
Tetapi, kata dia, setelah ditelusuri dan diteliti, ternyata faktor penyebabnya adalah krisis pemahaman umat beragama itu sendiri. Selain itu, ada faktor ekonomi, ketidakadilan, supermasi hukum yang belum berjalan maksimal. Kemudian ada persoalan masalah pengangguran, dan kecemburuan sosial.
"Inilah faktor-faktor yang sering terjadi bentrok internal umat beragama. Karena itu perlu mengkaji lebih dalam krisis pemahaman," katanya.
Kementerian Agama, kata Fesal, terus mendorong pemahaman umat beragama. Kalau seseorang memahami ajaran agamanya dengan baik dan betul, sudah pasti tidak mungkin ada terjadi gesekan.
"Mengapa kita perlu mendorong pemahaman?, karena dalam satu agama ada terjadi perbedaan pemahaman, tetapi beruntung tingkat kedewasaan umat beragama saat ini cukup tinggi, ini sangat luar biasa, sehingga gejolak-gejolak yang akan timbul sedapat mungkin bisa diminimalisir.
"Pelatihan kapasitas para fasilitator dialog dan mediasi menjadi pilar penting untuk membuat komunitas kita menjadi rukun dan damai. Saya kira trend konflik internal umat beragama perlu menjadi fokus perhatian dalam kegiatan pelatihan ini, karena sangat penting," ujarnya.
Jadi, mudah-mudahan dalam kegiatan ini ada penguatan kapasitas dari para fasilitator sehingga mereka menjadi center of exaland untuk membuat masyarakat Maluku rukun dan damai.
Menurut dia, hubungan antarumat beragama di Maluku berjalan cukup baik, ada peningkatan dari tahun ke tahun, pasca konflik yang melanda daerah ini 15 tahun yang silam.
"Kita mempunyai pengalaman pahit pada masa konflik dan mudah-mudahan pengalaman itu, tidak terulang kembali. Karena itu, ketika sukses event-event keagamaan sudah pasti kita bisa mewujudkan Provinsi Maluku sebagai laboratorium perdamaian dan kerukunan umat beragama," kata Fesal.
Namun, menurut dia, yang menjadi titik fokus untuk diperhatikan saat ini, tentu lagi trend, adalah konflik internal umat beragama. Misalnya saja, konflik antara Negeri/Desa Hitu Mesing-Mamala, Mamala-Morela, Porto-Haria, Kailolo-Pelau.
"Kalau kepentingan dalam sepak bola tidak apa-apa, tetapi ini bentrok internal umat beragama, sehingga secara logika sulit dimengerti akar masalahnya," ujar Fesal.
Tetapi, kata dia, setelah ditelusuri dan diteliti, ternyata faktor penyebabnya adalah krisis pemahaman umat beragama itu sendiri. Selain itu, ada faktor ekonomi, ketidakadilan, supermasi hukum yang belum berjalan maksimal. Kemudian ada persoalan masalah pengangguran, dan kecemburuan sosial.
"Inilah faktor-faktor yang sering terjadi bentrok internal umat beragama. Karena itu perlu mengkaji lebih dalam krisis pemahaman," katanya.
Kementerian Agama, kata Fesal, terus mendorong pemahaman umat beragama. Kalau seseorang memahami ajaran agamanya dengan baik dan betul, sudah pasti tidak mungkin ada terjadi gesekan.
"Mengapa kita perlu mendorong pemahaman?, karena dalam satu agama ada terjadi perbedaan pemahaman, tetapi beruntung tingkat kedewasaan umat beragama saat ini cukup tinggi, ini sangat luar biasa, sehingga gejolak-gejolak yang akan timbul sedapat mungkin bisa diminimalisir.
"Pelatihan kapasitas para fasilitator dialog dan mediasi menjadi pilar penting untuk membuat komunitas kita menjadi rukun dan damai. Saya kira trend konflik internal umat beragama perlu menjadi fokus perhatian dalam kegiatan pelatihan ini, karena sangat penting," ujarnya.
Jadi, mudah-mudahan dalam kegiatan ini ada penguatan kapasitas dari para fasilitator sehingga mereka menjadi center of exaland untuk membuat masyarakat Maluku rukun dan damai.