Ternate (ANTARA) - Keputusan Komisi Disiplin (Komdis) BRI Super League yang menjatuhkan sanksi larangan bermain tiga pertandingan kepada pemain Malut United sekaligus penggawa Tim Nasional Indonesia, Yakob Sayuri, menuai kritik keras.
Ketua Salawaku, Iksan Do Yasin, mengatakan Komdis seharusnya mengedepankan pemeriksaan yang menyeluruh sebelum mengeluarkan keputusan. Menurutnya, Yakob merupakan korban provokasi dan tindakan rasis dari seorang individu tidak beridentitas, namun justru menjadi pihak yang paling dirugikan oleh keputusan Komdis.
Kelompok suporter Malut United, Salawaku, menilai keputusan tersebut tidak adil, tidak berdasar pada rasa keadilan, bahkan diduga memiliki motif kepentingan tertentu.
“Komdis dalam keputusannya harus menerima informasi yang jelas, jangan hanya sepihak saja. Apalagi ada pihak yang paling dirugikan yakni Yakob Sayuri dan tim Malut United itu sendiri,” ujarnya kepada wartawan di Ternate, Minggu.
Insiden yang berujung pada sanksi terhadap Yakob Sayuri terjadi seusai pertandingan Persita Tangerang kontra Malut United FC pada pekan ke-13 BRI Super League di Stadion Indomilk Arena, Kabupaten Tangerang, Minggu (23/11).
Menurut Iksan, keributan di area tunnel bermula ketika seorang individu mengaku sebagai wartawan mendadak masuk ke area steril yang seharusnya hanya boleh diakses oleh pemain dan ofisial. Orang tersebut disebut mengenakan ID card, namun diduga tidak resmi dan tidak sesuai prosedur keamanan.
Kehadirannya bukan hanya melanggar aturan akses, tetapi juga memicu ketegangan karena individu itu sempat merekam pemain Malut United serta melontarkan provokasi. Melihat situasi itu, Yakob Sayuri disebut berupaya menegur dan meminta yang bersangkutan keluar dari area terlarang tersebut.
Namun teguran itu justru berujung pada adu cekcok. Bahkan menurut Salawaku, individu tersebut mengeluarkan kata-kata bernada rasis kepada Yakob. Situasi semakin memanas ketika beberapa ofisial Persita, yang juga tidak mengenakan ID card resmi, ikut masuk ke area tunnel dan menambah kericuhan.
“Masuknya pihak tanpa identitas membuat area yang seharusnya steril menjadi penuh sesak. Ketidakteraturan ini menjadi penyebab utama keributan membesar karena tidak ada pengendalian akses yang jelas,” tambah Iksan.
Sekretaris Jenderal Salawaku, Nyong Barakati, menyayangkan keputusan Komdis yang dianggap tidak melihat konteks kejadian secara objektif. Menurutnya, Yakob Sayuri justru menjadi korban utama dalam insiden tersebut.
“Yakob Sayuri menerima ucapan bernada rasis dari oknum tak beridentitas, sebuah perlakuan yang sama sekali tidak boleh terjadi di sepakbola profesional,” tegasnya.
Yang lebih disayangkan, lanjut Nyong Barakati, pelaku tindakan rasis tersebut tidak mendapatkan sanksi, sementara Yakob Sayuri dijatuhi hukuman larangan bermain selama tiga pertandingan. Bahkan Malut United disebut tidak diberi kesempatan untuk mengajukan banding atas keputusan itu.
“Situasi ini menempatkan Yakob, seorang pemain timnas yang selalu memberikan totalitas untuk klub dan negara, dalam posisi sangat tidak adil. Ia menjadi korban provokasi dan rasisme, namun justru menerima hukuman paling berat,” ujarnya.
Salawaku menilai keputusan Komdis tidak hanya merugikan Yakob, tetapi juga berdampak pada performa Malut United yang sedang berkompetisi di papan tengah liga. Mereka berharap Komdis dapat meninjau kembali keputusan tersebut secara lebih objektif dan transparan.
Hingga berita ini diturunkan, Komisi Disiplin belum memberikan tanggapan resmi terkait kritik dari kelompok suporter Malut United maupun dugaan adanya provokasi dan tindakan rasis dalam insiden tersebut.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Suporter Malut United nilai sanksi Komdis ke Yakob Sayuri tidak adil
