Jakarta, 17/9 (Antara Maluku) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadwalkan kembali pemeriksaan terhadap Setya Novanto, tersangka kasus proyek KTP-e pada Senin (18/9).
"Besok. Kami sudah dilayangkan surat yang kedua," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif di gedung KPK, Jakarta, Minggu.
Syarif mengharapkan Setya Novanto kooperatif untuk menjalani pemeriksaan.
"Kalau beliau betul-betul sakit, kalau misalkan menolak tidak akan dilengkapi dengan surat, pada saat itu dokter KPK dan penyidik bisa mencari "second opinion"," kata Syarif.
Sebelumnya, Setya Novanto yang sedianya akan diperiksa KPK sebagai tersangka dugaan kasus proyek KTP-e pada Senin (11/9) tidak hadir dikarenakan sakit.
KPK pun akan mempelajari surat keterangan sakit Setya Novanto untuk menentukan apakah yang bersangkutan akan dijadwalkan kembali pemanggilannya atau memang ada langkah-langkah dari penyidik yang dinilai sah secara hukum.
"Jadi surat itu akan dipelajari lagi oleh penyidik apakah nanti perlu dilakukan atau permintaan "second opinion" dan perlu diingat juga KPK memiliki MoU dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) yang juga akan bisa cek "second opinion" atas keterangan penyakit yang bersangkutan," ucap Pelaksana Harian (Plh) Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati di gedung KPK, Jakarta, Senin (11/9) lalu.
KPK telah menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-E) tahun 2011-2012 pada Kemendagri pada 17 Juli 2017.
KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka karena diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena kedudukannya atau jabatannya sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp2,3 triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp5,9 triliun dalam paket pengadaan KTP-e pada Kemendagri.
Setnov disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Setya Novanto juga telah mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Sidang perdana praperadilan Novanto yang sedianya dijadwalkan pada Selasa (12/9) ditunda dan dijadwalkan kembali pada Rabu (20/9)