Dinas Kesehatan (Dinkes) Kesehatan Maluku Utara (Malut) menyatakan, angka kekerdilan pada anak di Kabupaten Pulau Taliabu  meningkat dan saat ini mencapai 11 persen.

Sekretaris Dinas Kesehatan Provinsi Malut, Sarbaim Alkarim,  di Ternate, Kamis, mengatakan, angka kekerdilan di Taliabu berada pada angka 11 persen, sementara untuk angka kekurangan gizi di Taliabu berada pada angka 14 persen.

"Dari angka tersebut baru dua Puskesmas yang menginput data itu yakni Puskesmas Bobong maupun Lede. Jika semua Puskesmas sudah menginput maka datanya pasti akan berubah," ujarnya.

Pihak Dinas Kesehatan Provinsi Malut juga memberikan sebanyak 5.000 dosis vaksin dengan jenis yang berbeda, yakni sinovac dan astrazeneca. Pihak Dinkes Malut juga telah menyiapkan alat rapid test antigen

"Untuk alat rapid testnya sendiri kita menyiapkan sesuai kebutuhan di Kabupaten Pulau Taliabu" kata Sarbaim. 

Kabupaten Pulau Taliabu termasuk dalam Kabupaten/Kota prioritas nasional dalam upaya pencegahan kekerdilan. Prevalensi kekerdilan di Malut berdasarkan Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)  2018 yaitu 31.4 persen kasus. Di Kabupaten Pulau Taliabu berdasarkan data dari Seksi KIA/GIZI Dinas Kesehatan pada 2020 sebanyak 82 kasus sedangkan Januari hingga Juli 2021 tercatat 35 kasus. 

"Untuk itu, sedang dilakukan perencanaan untuk menetapkan lokasi fokus intervensi kekerdilan terintegrasi pada 2022. Lokasi fokus ditetapkan pada 10 Desa dengan prevalensi kekerdilan tinggi," ujarnya.

Sebelumnya,  Pemerintah Kabupaten Pulau Taliabu, melalui Dinas Kesehatan melakukan advokasi dan koordinasi pelibatan stakeholder dalam penanganan kekerdilan di kabupaten tersebut.

Bupati Pulau Taliabu, Aliong Mus dihubungi terpisah memberikan apresiasi atas upaya yang telah dilakukan oleh Dinas kesehatan, Dinas PMD, Dinas Pendidikan, Dinas Sosial dan Bappeda dalam upaya  penanggulangan kekerdilan. Dia juga meminta kepada semua pihak agar bersedia untuk berkomitmen dan bersepakat atas penurunan angka prevalensi kekerdilan di Kabupaten Pulau Taliabu.

Aliong memaparkan, Indonesia, banyak faktor yang menjadi penyebab masalah gizi, baik secara langsung maupun tidak langsung. Masalah gizi secara langsung dipengaruhi oleh faktor konsumsi makanan dan penyakit infeksi. Keduanya merupakan faktor yang saling mempengaruhi. Sedangkan penyebab tidak langsungnya adalah ketersediaan dan pola konsumsi rumah tangga, kesehatan lingkungan dan pola asuh. 

"Daya beli yang cukup juga belum bisa mencerminkan kecukupan asupan gizi  anggota  keluarga dalam rumah tangga tanpa pengetahuan terhadap makanan bergizi seimbang," ujarnya.

Sayangnya, masih banyak keluarga di Kabupaten Pulau Taliabu yang belum memiliki kesadaran atas pemenuhan gizi mulai dari ibu hamil, bayi, dan balita serta masih sulitnya akses terhadap layanan kesehatan, pemenuhan gizi serta air bersih dan sanitasi. 

Inilah yang harus kita atasi bersama dengan sinergitas berbagai sektor yang saya sebutkan sebelumnya. Masing-masing dari kita memiliki peran penting dan harus mengambil bagian sesuai tupoksi kerja dalam penanganan stunting di Kabupaten Pulau Taliabu. 

Selain itu, untuk Pemerintah Desa di tekankan agar mengoptimalkan peran Posyandu serta kader Posyadu dan kader Pemberdayaan Masyarakat sebagai garda terdepan untuk menangani stunting mulai dari fasilitas pendukung berupa alat dan kelengkapan dalam Posyandu serta dilakukannya pelatihan kader Posyandu secara paripurna.

"Saya juga mengharapkan kesediaan semua pihak yang hadir disini, untuk dapat saling bekerja sama dalam mengentaskan permasalahan stunting di Kabupaten Pulau Taliabu. Mudah-mudahan dengan adanya kerja sama lintas sektoral, dengan peran masing-masing dapat menurunkan dan menekan pravalensi stunting di Kabupaten Pulau Taliabu serta mencegah kasus stunting baru muncul," tandas Bupati.

 

Pewarta: Abdul Fatah

Editor : Lexy Sariwating


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021