Harga komoditas cengkih di Kota Ambon, Provinsi Maluku, naik Rp3.000 per kilogram menjadi Rp90.000 pada akhir bulan Agustus, dipengaruhi oleh permintaan di pasar utama di Surabaya, Jawa Timur.

Sejumlah pedagang di gudang pengumpul hasil perkebunan di Jalan Setia Budi, Kota Ambon, Sabtu, harga cengkih yang ditawarkan oleh pedagang pengumpul kini mencapai Rp90.000 per Kg, naik dibandingkan sebelumnya Rp87.000 per Kg. Seorang pedagang pengumpul, Evi, mengatakan sedang ada perubahan harga komoditi cengkih terjadi di Surabaya, sehingga mempengaruhi harga cengkih yang dipatok kepada petani dari berbagai wilayah di Maluku.

Menurut dia, banyak petani yang kesal dengan fluktuasi harga cengkih yang sudah terjadi sejak dua bulan belakangan ini. Namun, petani dan pedagang pengumpul tidak bisa berbuat banyak sebab harga yang diterapkan di Ambon mengikuti perkembangan harga di pasar utama di Surabaya.

"Harga cengkih memang bergerak naik sudah tiga hari belakangan ini menjadi Rp90.000 per Kg, naik dari sebelumnya Rp87.000 per Kg. Padahal harga cengkih ini sempat naik hingga mencapai Rp105.000 per Kg sejak pertengahan Juli, dan awal Agustus turun terus," ujar Evi.

Baca juga: Mantap, harga biji pala di Ternate stabil Rp100 ribu per kilogram

Tidak hanya cengkih, komoditas perkebunan lainnya juga mengalami perubahan harga, seperti kopra yang kini turun dari Rp11.300 menjadi Rp11.000 per Kg. Harga rempah yang relatif stabil adalah fuli, atau kulit pembungkus biji pala, yang hingga kini masih bertahan Rp240.000 per Kg. Selain itu, harga biji coklat juga stabil di angka Rp29.000 per Kg.

Sementara itu, harga biji pala bundar kini harganya bervariasi yakni Rp85.000 hingga Rp95.000 per Kg tergantung kualitasnya. 

Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Maluku, Elvis Patiselano, mengatakan patokan harga komoditas rempah Maluku sangat bergantung pada pasar di Surabaya. Meski Maluku adalah daerah penghasil rempah, namun pemerintah daerah setempat tidak bisa mengontrol penetapan harga karena semua tergantung mekanisme pasar.

"Jadi harga komoditi itu tergantung negosiasi antara pembeli dan penjual. Tidak bisa pemerintah menetapkan harga, bahwa kamu harus jual dengan harga sekian itu tidak bisa, karena patokan harga sesuai dengan mekanisme pasar, kecuali komoditi strategis seperti bahan kebutuhan pokok masyarakat pemerintah menetapkan Harga Eceran Tertinggi," ujarnya.

Menurut dia, Pemprov Maluku hanya bisa mengontrol harga kebutuhan pokok seperti beras, gula pasir melalui Harga Eceran Tertinggi (HET). Namun, untuk komoditas hasil perkebunan tetap tergantung mekanisme pasar sehingga sering terjadi fluktuasi harga.

Baca juga: Harga cengkih di Sulut "meroket" tembus Rp100.000/Kg, semoga di Maluku juga
 

Pewarta: John Soplanit

Editor : Febrianto Budi Anggoro


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021