Sampai detik ini belum lagi berubah status Maluku sebagai salah satu provinsi termiskin di Indonesia, tepatnya di urutan ke-3, meskipun upah minimum provinsi (UMP) daerah ini tercatat mengalami kenaikan dari Rp840.000 menjadi Rp900.000 per orang, sementara nilai ekspor per Oktober 2010 mencapai 103, 037 ton dengan nilai  Rp53,48 juta dolar AS. Namun demikian, data BPS Maluku per Oktober 2010 menunjukkan neraca perdagangan luar negeri daerah ini mengalami defisit sebesar 202,41 juta dolar AS. Berdasarkan hasil sensus 2010, jumlah penduduk di Maluku tercatat 1.531.402 jiwa, terdiri dari 773.585 laki-laki dan 757.817 perempuan. Penyebaran terbanyak di Maluku Tengah yakni 23,59 persen dan Kota Ambon 21,57 persen. Angkatan kerja di 11 kabupaten/kota provinsi ini tercatat hanya 651.339 orang dan data BPS per Agustus 2010 menyebutkan pengangguran terbuka sebanyak 64.909 orang atau hampir 10 persen. Menurut Ketua Dewan Riset Daerah Maluku, Augy Syahailatua, bila berpegang pada urutan ke-3 termiskin, pemerintah provinsi sudah seharusnya melakukan riset atau kajian mendalam tentang penyebab kemiskinan itu sendiri. Menanggapi pernyataan itu, Wakil Gubernur Said Assagaff menyatakan pemerintah provinsi ini pada 2011 akan lebih fokus pada kegiatan pemberdayaan masyarakat "kelas bawah" dengan mendorong terciptanya lapangan kerja baru sebanyak mungkin di berbagai sektor. Dari sudut pandang kekayaan alam dan budaya, Maluku disebut-sebut sebagai daerah potensial pengembangan pariwisata pantai, sejarah dan seni di samping biota lautnya. Selain Kepulauan Banda yang kaya akan situs wisata sejarah dan dunia bawah laut, juga rempah-rempahnya yang terkenal di mata pedagang mancanegara, beberapa dari 1.342 pulau di provinsi ini memiliki kandungan alam cukup besar untuk dikembangkan, di antaranya tambang emas blok Masella dan tembaga di Wetar. Semua itu ingin digarap demi terciptanya kesejahteraan masyarakat. Namun, kerja besar ini butuh kehadiran penanam modal baik lokal, nasional maupun internasional karena tidak ada dana memadai dari daerah ini. "Stabilitas keamanan" Semua pihak rasanya sependapat bahwa investasi sangat butuh atau tergantung sekali pada stabilitas keamanan, dan pemerintah provinsi Maluku sadar betul akan hal itu. Pascakonflik horisontal 1999-2003 yang meluluhlantakkan segala sendi kehidupan di Maluku, Pemerintah provinsi di bawah komando Gubernur Karel Albert Ralahalu pun sibuk meyakinkan masyarakat nasional dan internasional tentang telah pulihnya kehidupan aman dan damai di daerah berjuluk seribu pulau ini. "Saya sejak 2003 tidak pernah lelah menggunakan segala kesempatan untuk memberitahukan kepada masyarakat nasional maupun internasional bahwa Maluku sudah aman. Siapapun boleh dan tidak perlu takut datang ke Maluku," kata Karel Albert Ralahalu, dalam satu percakapan di kantor pusat Perum LKBN ANTARA di Jakarta, menjelang penyelenggaraan Sail Indonesia atau yang lebih dikenal dengan sebutan Sail Banda 2010, Juli - Agustus lalu. Bagi Ralahalu, kegiatan bahari bertaraf internasional tersebut merupakan peluang maha besar untuk memperkenalkan kekayaan alam dan budaya daerahnya. Di mata sang gubernur, Sail Banda 2010 akan membuka mata dunia tentang Maluku dengan segala kekayaannya yang "masih terlelap dan belum ada yang membangunkan." Tidak heran, berbagai kegiatan termasuk seminar bersifat internasional pun disertakan, bukan sekadar memeriahkan tetapi juga dijadikan media publikasi Maluku secara besar-besaran. Salah satu di antaranya diberi tajuk "Maluku Lumbung Ikan Nasional", sebuah kerja sama antara Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Pemprov Maluku, serta ditetapkannya Kota Ambon dan Tual sebagai kawasan pengembangan minapolitan perikanan oleh KKP. Selain itu, upaya promosi juga dilakukan Direktur Jenderal ASEAN Kementerian Luar Negeri RI dengan menggelar seminar ASEAN Baru di Ambon, pertengahan Oktober 2010 yang dilanjutkan dengan pergelaran Ambon Jazz Plus Festival. Dirjen ASEAN Jauhari Oratmangun menyatakan, kekuatan kerjasama negara-negara di Asia Tenggara dapat dimanfaatkan untuk promosi potensi sumberdaya kelautan dan lainnya di Maluku. Kehadiran Duta Besar Jepang, Selandia Baru dan Korea Selatan dalam seminar itu menunjukkan sikap serius Kementerian Luar Negeri mendukung pembangunan Maluku, meskipun sejauh ini belum ada kerja sama yang tercipta dari pertemuan tersebut. "Didukung SBY" “Dari Sabang sampai Merauke dan dari Mianggas sampai pulau Rote tersimpan kekayaan ikan yang sangat luar biasa. Provinsi Maluku sendiri memiliki luas perairan laut lebih dari 600 ribu Km2. Luasnya perairan laut itu memiliki potensi perikanan yang besar serta ditunjang dengan kekayaan mineral dan tambang.” Untaian kata itu merupakan cuplikan rekaman pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) saat memberikan sambutan pada acara puncak Sail Banda 2010 yang dipusatkan di Pelabuhan Yos Sudarso, Ambon, tanggal 3 Agustus, pukul 10.00 WIT. Dalam pidatonya, SBY menyatakan Indonesia memiliki 17.000 pulau yang harus dimanfaatkan secara optimal bagi kesejahteraan rakyat. Pembangunan bangsa ini pun harus dilakukan dengan pengolahan yang seimbang antara sumber daya darat dan sumber daya kelautan, salah satunya potensi perikanan. Dikatakannya, kepulauan Maluku berada di wilayah Golden Fishing Ground yang meliputi perairan Arafura, Seram dan Banda. Potensi ikan di wilayah ini mencapai 1,6 juta ton per tahun yang bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan data yang ada, nilai hasil perikanan Maluku mencapai 1,7 triliyun rupiah. "Karena itu saya mendukung gerakan pemerintah dan masyarakat Maluku untuk menjadikan daerah ini sebagai lumbung ikan nasional. Saya akan instruksikan semua kementerian dan instansi yang terkait untuk membantu sepenuhnya,” demikian janji SBY. Pemerintah, kata SBY, saat ini tengah menggenjot potensi di bidang kelautan dan perikanan dengan membangun dermaga perikanan dan tempat pengolahan ikan serta meningkatkan keamanan laut untuk menghindari praktek pencurian ikan di tanah air. “Di Provinsi Maluku masih tersimpan cadangan minyak yang belum tergali. Ke depan, segenap potensi ini dapat dimanfaatkan secara optimal dengan tetap memperhatikan aspek lingkungan bagi kehidupan anak cucu kita,” katanya. Untuk mewujudkan Maluku sebagai lumbung ikan nasional, perlu ditingkatkan pendidikan dan pelatihan yang berkaitan dengan dunia maritim dan bahari. “Anak-anak Maluku adalah anak-anak bahari, karena itu saya meminta, saudara menteri Kelautan dan Perikanan serta menteri pendidikan nasional untuk menyediakan lembaga pendidikan bahari yang lengkap, dan jadikan anak-anak Maluku ini sebagai intelektual, fungsional, dan teknisi kelautan yang andal di masa depan. Selain itu pengembangan daerah pesisir, serta pulau kecil juga harus diperhatikan” demikian SBY. "Mulai bergerak" Upaya menjadikan Maluku yang maju dan sejahtera saat ini mulai bergerak. Paling tidak, perusahaan Maluku Timur Jaya saat ini sedang membangun bisnis perikanan di Tual, Maluku Tenggara. Perusahaan ini telah menanamkan investasi sebesar 60 juta dolar AS sejak pertama kali masuk tahun 1995 lalu. Perusahaan ini pun saat ini menggandeng empat investor asal Cina untuk mengembangkan investasi perikanan skala besar dengan tambahan investasi 15 juta dolar AS. Berdasarkan catatan ANTARA, pemerintah kabupaten Kepulauan Aru pun sudah membuat profil potensi ekonomi daerahnya, sementara Pemerintah Kota Tual siap mengaktifkan kembali dermaganya sebagai pelabuhan ekspor hasil perikanan. Di bidang pariwisata, selain Aston Natsepa yang berbintang empat, saat ini pun sudah ada penginapan berbintang lima Swiss Belhotel di jantung Kota Ambon, Ibu Kota Provinsi Maluku. Sementara grup perusahaan Space Concorsium (Spacecon) pun sedang melakukan riset kelaikan pembangunan condotel (hotel dan kondominium) Victoria Park di pesisir pantai kawasan Mardika. Pengusaha properti kondang James T. Riady pun sudah menjejakkan kaki di Kota Ambon. Ia ingin mempelajari peluang untuk membangun hotel, pusat perbelanjaan dan bidang usaha lain berskala internasional. Pemerintah provinsi Maluku sendiri sudah membuat nota kesepahaman dengan pemerintah provinsi Guang Zhou, China untuk kerja sama bidang ekonomi. Sementara itu, pemerintah kota Ambon dan kembarannya dari Belanda, Viissingen, saat ini sedang mengevaluasi kerja sama di bidang penanganan masalah sampah demi keinginan menciptakan Kota Ambon yang indah dan nyaman. Satu hal yang pasti, data Dinas Kebudayaan dan Pariwasata Maluku menunjukkan angka kunjungan wisatawan di daerah mencapai 8.000 orang atau melampaui target yang ditetapkan dalam tahun anggaran sebanyak 5.000 - 6.000 orang. Berbanding lurus dengan itu, PAD dinas tersebut yang ditargetkan sebanyak Rp183 juta pun telah terlampau dimana posisi pendapatan pada awal Desember 2010 tercatat Rp190 jutaan. Catatan lain, pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap di Desa Waai, Maluku Tengah pun sudah berjalan, ditandai peletakan batu pertamanya pada 19 Agustus. Mega proyek bernilai Rp485 miliar ini merupakan jawaban dari keterbatasan daya listrik yang dihadapi mesin-mesin diesel yang dioperasikan PLN Maluku selama ini, dan sekaligus membangun kesiapan Maluku sebagai tuan rumah yang baik para investor. Masih dari kawasan Maluku Tengah, kegiatan eksplorasi panas bumi di desa Tulehu dan desa Suli pun sedang dikerjakan oleh PT PLN Geothermal untuk meningkatkan kapasitas layanan listrik bagi masyarakat di Maluku. Tiga hari sebelum catatan akhir tahun ini dibuat, telah pula diresmikan Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla) di Lantamal IX Ambon untuk menjawab keinginan Presiden bagi perlindungan kekayaan laut Maluku. "Des Alwi wafat" Di tengah berkobarnya semangat membangun dan kebanggan dianugerahkannya gelar pahlawan nasional kepada Johannes Leimena, Maluku harus rela ditinggalkan salah seorang sejarawan dan tokoh pariwisatanya, ketika Des "raja banda" Alwi menghembuskan nafas terakhir pada 12 November lalu. Bagi bangsa Indonesia, wafatnya Des Alwi adalah sebuah kehilangan besar karena dia adalah tokoh nasional yang berjasa bagi negara, mulai era konfrontasi RI-Malaysia hingga semasa menjadi wakil Indonesia di beberapa negara. Dari kaca mata orang Maluku, wafatnya pria yang akrab disapa Om Des ini merupakan sebuah kehilangan besar tokoh pariwisata. Pasalnya, di tangan dingin Om Des lah Banda tetap terkenal sebagai penghasil rempah-rempah dan daerah kunjungan wisata, khususnya penyelam mancanegara. Dari kampanye Om Des,  Banda pun terkenal dengan lautnya yang disebut-sebut sebagai surga bawah air dan penyumbang terbesar angka kunjungan wisatawan di Maluku. Memang, hingga kepergian tokoh Banda ini untuk selamanya masih menyisakan mimpi terwujudnya Banda daerah otonomi budaya. Tetapi popularitas Banda yang berhasil dipertahankan dan dikembangkan Om Des tak pelak membuat panitia penyelenggara Sail Indonesia memutuskan kegiatan bahari internasional ke-10 itu disebut Sail Banda 2010 berikut penetapan Maluku sebagai tuan rumah penyelenggaraannya. Dari fakta peningkatan angka kunjungan wisatawan dan PAD bidang pariwasata, pemerintah provinsi pun merancang penyelenggaraan kegiatan bahari tahunan dengan nama Sail Maluku. "Kita ingin menjadikannya event tahunan. Dalam benak saya ada Sail Tanimbar, Sail Aru dan Sail Tual dan lainnya," kata Wakil Gubernur Said Assagaff, yang juga ketua panitia lokal Sail Banda 2010. Menurut dia, sukses penyelenggaraan Sail Banda tidak boleh membuat upaya promosi dan publikasi Maluku kepada masyarakat dunia terhenti, tetapi sebaliknya harus diupayakan berkesinambungan. "Saya lihat dampak kegiatan ini sangat besar," katanya optimistis. Secara matematis, terciptanya Maluku yang aman dan damai serta sejahtera adalah sebuah keniscayaan. Dari segi keamanan, warga Maluku satu bulan terakhir ini telah membuktikan soliditas mereka dalam menangkal isu perpecahan yang disebarkan pihak-pihak tidak bertanggung jawab melalui pesan singkat. Kesigapan pemerintah daerah, dewan perwakilan rakyat, tokoh agama dan unsur-unsur lain dalam menghentikan langkah oknum penebar teror itu terbukti ampuh. Kehidupan masyarakat kota Ambon dan daerah lain di Maluku berjalan normal, tidak ada keributan berarti apalagi yang mengarah ke perpecahan kelompok. Dari segi ekonomi, pertumbuhan cukup terlihat dari munculnya sejumlah hotel termasuk yang berbintang dan kehadiran pengusaha-pengusaha kelas kakap di Kota Ambon. Di segi kenyamanan transportasi, jalan utama Bandara Internasional-Kota Ambon sudah diperlebar menjadi tiga kali lipat dari semula. Jumlah pesawat yang singgah di Ambon pun bertambah dengan masuknya maskapai Garuda Indonesia setelah Sriwijaya, Batavia dan Lion Air, di samping meningkatnya jumlah pesawat Trigana, Nusa Buana Airlines (NBA) dan Merpati yang melayani rute dalam provinsi. Kehadiran aparat kepolisian di tiap persimpangan jalan pun telah menjadi fenomena baru di Kota Ambon, khususnya pada jam kerja (pagi dan sore). Di luar itu semua, hal yang bisa dikatakan tidak menyenangkan adalah terjadinya kasus kekerasan terhadap pers di Maluku. Setelah kontributor Sun Tv Ridwan Salamun tewas saat meliput bentrokan di Tual, Agustus lalu, belum lama ini atau tepatnya pada 17 Desember 2010 Pimred Tabloid Mingguan Pelangi Maluku, Alfrets Mirulewan, pun ditemukan tewas di Kisar, Maluku Baru Daya. Ridwan diduga tewas akibat dianiaya salah satu kelompok warga yang terlibat bentrokan, sementara Alfrets diduga tewas dibunuh saat melakukan tugas reportase investigasi pembongkaran BBM secara ilegal di pelabuhan Pantai Nama. Kedua kasus tersebut saat ini menjadi PR (pekerjaan rumah) bagi Kepolisian Daerah Maluku.

Pewarta:

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2010