Pandemi COVID-19 telah memaksa hampir semua orang bersentuhan dan beradaptasi dengan teknologi digital. Segala aktivitas yang selama ini dilakukan secara manual, bertemu, bertatap muka dan bertransaksi tunai, kini dilaksanakan secara dalam jaringan atau daring.
Penggunaan teknologi digital pun meningkat selama pandemi karena mengharuskan orang perlu menjaga jarak dan melakukan komunikasi secara daring, baik untuk kebutuhan belanja dan pembayaran secara daring dalam kadar yang sederhana hingga menjadi mahir memanfaatkan teknologi demi menunjang kelancaran aktivitas sehari-hari tersebut.
Data yang dihimpun menyebutkan penggunaan jual beli daring selama pandemi berlangsung meningkat 73 persen, sedangkan pembayaran daring meningkat 65 persen. Demikian juga pengguna layanan daring untuk aplikasi konsultasi kesehatan meningkat hingga 600 persen selama masa pandemi, berdasarkan riset Katadata pada 2020.
Namun demikian, keterampilan digital masih menjadi kendala bagi banyak orang dan kemudian menjadi satu masalah baru yang timbul dalam kehidupan sehari-hari karena minimnya pengetahuan dalam memanfaatkan perangkat teknologi sekaligus untuk mengakses internet.
Dalam suatu kesempatan, Presiden Joko Widodo mengatakan pandemi COVID-19 harus menjadi momentum untuk mendorong transformasi digital di Indonesia. Pada kenyataannya, pandemi telah mengubah pola hidup normal dan mendorong kehadiran tatanan baru. "Pandemi membuat adanya penggunaan daring untuk seluruh tatanan hidup, mulai belajar, bekerja, hingga pola konsumsi masyarakat," ujar kepala negara.
Baca juga: Tuntaskan pandemi secara permanen, jangan sampai tambal sulam
Pesan yang ingin disampaikan Presiden Joko Widodo itu dapat dimaknai bahwa transformasi digital tidak boleh dilewatkan dan justru harus dimanfaatkan agar seluruh lapisan masyarakat mendapatkan literasi digital sekalipun dalam tingkat dasar.
Hasil survei IMD World Digital Competition pada 2020 menyebutkan Indonesia saat ini menduduki peringkat paling rendah di seluruh dunia mengenai dua hal terpenting dalam ekonomi digital, yakni pengetahuan dan keahlian menggunakan teknologi karena masing-masing negara memiliki tingkat adaptasi yang berbeda.
Pandemi COVID-19, di sisi lain juga memberikan pembelajaran yang positif dari sisi teknologi bahwa "keterpaksaan" dalam pemanfaatan teknologi oleh masyarakat dari segala usia memberi efek begitu luar biasa dalam proses pembelajaran pengetahuan dan penyerapan tentang teknologi digital.
Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika Mira Tayyiba dalam sebuah diskusi internasional menyatakan Indonesia akan terus berupaya untuk mencapai level inklusif, di mana semua orang dari latar belakang sosial, usia dan tingkat pendapatan yang berbeda mendapatkan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi secara penuh sebagai anggota masyarakat melalui digitalisasi.
Baca juga: Skenario kedua menuju kekebalan kelompok guna akhiri pandemi
Perubahan akibat pandemi COVID-19 terkait penggunaan teknologi begitu cepat karena dalam waktu singkat para peserta didik, guru, tenaga pendidikan hingga masyarakat awam yang termasuk kelompok gagap teknologi, kini mampu beradaptasi.
Indonesia diyakini memiliki pondasi digital yang kuat karena populasi golongan muda atau milenial paham teknologi terhitung dominan, apalagi ditambah kondisi pandemi, maka jumlah pengguna internet semakin meningkat.
Pengguna internet di Indonesia pada awal 2021 ini mencapai 202,6 juta jiwa. Jumlah ini meningkat 15,5 persen atau 27 juta jiwa jika dibandingkan pada Januari 2020. Total jumlah penduduk Indonesia sendiri saat ini adalah 274,9 juta jiwa. Artinya, penetrasi internet di Indonesia pada awal 2021 mencapai 73,7 persen.
Literasi dasar
Director of Unesco Regional Science Bureau for Asia and The Pacific, Shahbaz Khan, yang dikutip dalam sambutan saat memperingati Hari Aksara Internasional (HAI) 2020 mengatakan pemerintah dalam masa pandemi banyak membuat kebijakan pembelajaran jarak jauh yang bertumpu pada pemanfaatan internet dengan fokus hanya untuk siswa belajar dari rumah.
Pemerintah, di masa pandemi telah menyediakan berbagai platform pembelajaran disiapkan pemerintah bekerja sama dengan penyedia pembelajaran jarak jauh dapat diakses secara cuma-cuma oleh guru dan siswa melalui televisi, internet dan lainnya.
Baca juga: Belajar budaya gotong-royong saat pandemi COVID-19 dari Kota Kupang
Sekalipun fakta di lapangan pembelajaran daring tidak semulus dan semudah bila dibandingkan pembelajaran tatap muka, tetapi setidaknya guru dan siswa tidak tertinggal. Namun di sisi lain, Shahbaz Khan melihat pandemi pada kenyataannya telah membuat kesenjangan karena ketika kelompok usia sekolah mendapat akses pembelajaran daring, secara bersamaan orang dewasa yang kemampuan literasinya minim otomatis semakin terpinggirkan.
"Program literasi orang dewasa tidak banyak mendapat perhatian. Padahal, masyarakat yang tidak memiliki kemampuan literasi dasar ini paling berdampak pada masa pandemi COVID-19. Mereka tidak hanya kehilangan mata pencaharian, tetapi juga kehilangan pemahaman dasar mereka dikarenakan kondisi krisis dan hidup pada masa pandemi COVID-19,” kata Shahbaz.
Karena itu, ia mendorong semua pihak memberi perhatian dengan saksama kepada masyarakat yang kurang atau tidak memiliki kemampuan literasi dasar. Pasalnya, terdapat jarak yang cukup besar yang dirasakan oleh masyarakat yang tidak memiliki kemampuan literasi ini, bahkan jauh sebelum pandemi melanda.
Pemerintah menetapkan enam literasi dasar yang harus diketahui, yaitu literasi baca dan tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial serta literasi budaya dan kewargaan. Mengacu pada perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang pesat di tengah pandemi COVID-19, gerakan literasi digital sangat dibutuhkan bagi semua jenjang.
Unesco mencatat Indonesia menjadi salah satu negara yang memberikan perhatian pada perkembangan literasi. Namun secara global masih ada tantangan besar dalam literasi secara global, karena masih terdapat 773 juta penduduk usia remaja dan dewasa yang tidak memiliki kemampuan literasi dasar.
Baca juga: Kisah sukarelawan isoman dan solidaritas saat pandemi
Adaptasi digital
Proses adaptasi terhadap digitalisasi menjadi penting agar kegiatan ekonomi tidak tertahan dalam situasi pandemi COVID-19 yang diperkirakan masih akan berlangsung hingga beberapa waktu ke depan.
Aktivitas tidak bisa kembali normal seperti dahulu, memaksa setiap orang mengubah kebiasaan. Banyak yang berpendapat pandemi membawa hikmah berupa pembaruan dan perbaikan diri ke arah lebih baik. Satu yang pasti individu dalam lingkup keluarga dipaksa lebih dekat dengan dunia teknologi, baik melalui televisi, ponsel pintar, tablet, laptop, bahkan hingga peralatan elektronik kebutuhan rumah tangga yang berbasis internet.
Apalagi, bagi masyarakat di kota dalam kondisi sebelum dan sesudah pandemi sangat terikat dengan jaringan internet, maka kondisi pandemi justru semakin mengasah kemampuan teknologinya. Pandemi virus corona jenis baru penyebab COVID-19 melahirkan generasi yang mahir teknologi, sebut saja Generasi Y atau Milenial (1981-1994), Generasi Z (1995-2010), dan Generasi Alpha (di atas 2010).
Ayah, ibu, bahkan kakek nenek yang awalnya gagap teknologi, secara perlahan mulai paham, bahkan menjadi mahir teknologi. Kondisi mahir teknologi dimungkinkan terjadi bila didukung anggota keluarga yang masuk dalam kategori Generasi Y, Generasi Z, dan Generasi Alpha tersebut.
Menurut Head of Applications Oracle Indonesia Iman Muhammad, Baby Boomer, X dan Y atau biasa disebut milenial, adalah kelompok generasi berdasarkan umur. Namun situasi pandemi memungkinkan lahirnya generasi baru yang merupakan gabungan dari berbagai generasi tersebut.
Generasi yang lahir karena "dipaksa" untuk memanfaatkan perangkat teknologi berbasis internet untuk menunjang aktivitas sehari-hari, baik berselancar di media sosial, belajar, bekerja, mendaftar secara daring, transaksi perbankan, memesan barang hingga membeli makanan. Situasi pandemi mendorong banyak orang untuk menjalankan aktivitas dan pekerjaan mereka menggunakan teknologi digital dengan lebih masif lagi.
Baca juga: Mengungkap kebijakan pemerintah menekan angka positif COVID-19
Poin utama dalam menghadapi situasi pandemi menguasai teknologi yang selanjutnya akan melahirkan berbagai solusi inovatif, pelaku usaha baru, hingga memunculkan berbagai macam aktivitas di lingkup daring.
Indonesia saat ini telah memiliki fondasi digital yang mapan. Ditambah populasi golongan muda atau milenial paham teknologi yang terhitung dominan, maka menjadi peluang digitalisasi yang sangat kuat.
Baca juga: Mengembangkan destinasi wisata lewat pembiayaan digital di saat pandemi
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021
Penggunaan teknologi digital pun meningkat selama pandemi karena mengharuskan orang perlu menjaga jarak dan melakukan komunikasi secara daring, baik untuk kebutuhan belanja dan pembayaran secara daring dalam kadar yang sederhana hingga menjadi mahir memanfaatkan teknologi demi menunjang kelancaran aktivitas sehari-hari tersebut.
Data yang dihimpun menyebutkan penggunaan jual beli daring selama pandemi berlangsung meningkat 73 persen, sedangkan pembayaran daring meningkat 65 persen. Demikian juga pengguna layanan daring untuk aplikasi konsultasi kesehatan meningkat hingga 600 persen selama masa pandemi, berdasarkan riset Katadata pada 2020.
Namun demikian, keterampilan digital masih menjadi kendala bagi banyak orang dan kemudian menjadi satu masalah baru yang timbul dalam kehidupan sehari-hari karena minimnya pengetahuan dalam memanfaatkan perangkat teknologi sekaligus untuk mengakses internet.
Dalam suatu kesempatan, Presiden Joko Widodo mengatakan pandemi COVID-19 harus menjadi momentum untuk mendorong transformasi digital di Indonesia. Pada kenyataannya, pandemi telah mengubah pola hidup normal dan mendorong kehadiran tatanan baru. "Pandemi membuat adanya penggunaan daring untuk seluruh tatanan hidup, mulai belajar, bekerja, hingga pola konsumsi masyarakat," ujar kepala negara.
Baca juga: Tuntaskan pandemi secara permanen, jangan sampai tambal sulam
Pesan yang ingin disampaikan Presiden Joko Widodo itu dapat dimaknai bahwa transformasi digital tidak boleh dilewatkan dan justru harus dimanfaatkan agar seluruh lapisan masyarakat mendapatkan literasi digital sekalipun dalam tingkat dasar.
Hasil survei IMD World Digital Competition pada 2020 menyebutkan Indonesia saat ini menduduki peringkat paling rendah di seluruh dunia mengenai dua hal terpenting dalam ekonomi digital, yakni pengetahuan dan keahlian menggunakan teknologi karena masing-masing negara memiliki tingkat adaptasi yang berbeda.
Pandemi COVID-19, di sisi lain juga memberikan pembelajaran yang positif dari sisi teknologi bahwa "keterpaksaan" dalam pemanfaatan teknologi oleh masyarakat dari segala usia memberi efek begitu luar biasa dalam proses pembelajaran pengetahuan dan penyerapan tentang teknologi digital.
Sekretaris Jenderal Kementerian Komunikasi dan Informatika Mira Tayyiba dalam sebuah diskusi internasional menyatakan Indonesia akan terus berupaya untuk mencapai level inklusif, di mana semua orang dari latar belakang sosial, usia dan tingkat pendapatan yang berbeda mendapatkan kesempatan yang sama untuk berpartisipasi secara penuh sebagai anggota masyarakat melalui digitalisasi.
Baca juga: Skenario kedua menuju kekebalan kelompok guna akhiri pandemi
Perubahan akibat pandemi COVID-19 terkait penggunaan teknologi begitu cepat karena dalam waktu singkat para peserta didik, guru, tenaga pendidikan hingga masyarakat awam yang termasuk kelompok gagap teknologi, kini mampu beradaptasi.
Indonesia diyakini memiliki pondasi digital yang kuat karena populasi golongan muda atau milenial paham teknologi terhitung dominan, apalagi ditambah kondisi pandemi, maka jumlah pengguna internet semakin meningkat.
Pengguna internet di Indonesia pada awal 2021 ini mencapai 202,6 juta jiwa. Jumlah ini meningkat 15,5 persen atau 27 juta jiwa jika dibandingkan pada Januari 2020. Total jumlah penduduk Indonesia sendiri saat ini adalah 274,9 juta jiwa. Artinya, penetrasi internet di Indonesia pada awal 2021 mencapai 73,7 persen.
Literasi dasar
Director of Unesco Regional Science Bureau for Asia and The Pacific, Shahbaz Khan, yang dikutip dalam sambutan saat memperingati Hari Aksara Internasional (HAI) 2020 mengatakan pemerintah dalam masa pandemi banyak membuat kebijakan pembelajaran jarak jauh yang bertumpu pada pemanfaatan internet dengan fokus hanya untuk siswa belajar dari rumah.
Pemerintah, di masa pandemi telah menyediakan berbagai platform pembelajaran disiapkan pemerintah bekerja sama dengan penyedia pembelajaran jarak jauh dapat diakses secara cuma-cuma oleh guru dan siswa melalui televisi, internet dan lainnya.
Baca juga: Belajar budaya gotong-royong saat pandemi COVID-19 dari Kota Kupang
Sekalipun fakta di lapangan pembelajaran daring tidak semulus dan semudah bila dibandingkan pembelajaran tatap muka, tetapi setidaknya guru dan siswa tidak tertinggal. Namun di sisi lain, Shahbaz Khan melihat pandemi pada kenyataannya telah membuat kesenjangan karena ketika kelompok usia sekolah mendapat akses pembelajaran daring, secara bersamaan orang dewasa yang kemampuan literasinya minim otomatis semakin terpinggirkan.
"Program literasi orang dewasa tidak banyak mendapat perhatian. Padahal, masyarakat yang tidak memiliki kemampuan literasi dasar ini paling berdampak pada masa pandemi COVID-19. Mereka tidak hanya kehilangan mata pencaharian, tetapi juga kehilangan pemahaman dasar mereka dikarenakan kondisi krisis dan hidup pada masa pandemi COVID-19,” kata Shahbaz.
Karena itu, ia mendorong semua pihak memberi perhatian dengan saksama kepada masyarakat yang kurang atau tidak memiliki kemampuan literasi dasar. Pasalnya, terdapat jarak yang cukup besar yang dirasakan oleh masyarakat yang tidak memiliki kemampuan literasi ini, bahkan jauh sebelum pandemi melanda.
Pemerintah menetapkan enam literasi dasar yang harus diketahui, yaitu literasi baca dan tulis, literasi numerasi, literasi sains, literasi digital, literasi finansial serta literasi budaya dan kewargaan. Mengacu pada perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang pesat di tengah pandemi COVID-19, gerakan literasi digital sangat dibutuhkan bagi semua jenjang.
Unesco mencatat Indonesia menjadi salah satu negara yang memberikan perhatian pada perkembangan literasi. Namun secara global masih ada tantangan besar dalam literasi secara global, karena masih terdapat 773 juta penduduk usia remaja dan dewasa yang tidak memiliki kemampuan literasi dasar.
Baca juga: Kisah sukarelawan isoman dan solidaritas saat pandemi
Adaptasi digital
Proses adaptasi terhadap digitalisasi menjadi penting agar kegiatan ekonomi tidak tertahan dalam situasi pandemi COVID-19 yang diperkirakan masih akan berlangsung hingga beberapa waktu ke depan.
Aktivitas tidak bisa kembali normal seperti dahulu, memaksa setiap orang mengubah kebiasaan. Banyak yang berpendapat pandemi membawa hikmah berupa pembaruan dan perbaikan diri ke arah lebih baik. Satu yang pasti individu dalam lingkup keluarga dipaksa lebih dekat dengan dunia teknologi, baik melalui televisi, ponsel pintar, tablet, laptop, bahkan hingga peralatan elektronik kebutuhan rumah tangga yang berbasis internet.
Apalagi, bagi masyarakat di kota dalam kondisi sebelum dan sesudah pandemi sangat terikat dengan jaringan internet, maka kondisi pandemi justru semakin mengasah kemampuan teknologinya. Pandemi virus corona jenis baru penyebab COVID-19 melahirkan generasi yang mahir teknologi, sebut saja Generasi Y atau Milenial (1981-1994), Generasi Z (1995-2010), dan Generasi Alpha (di atas 2010).
Ayah, ibu, bahkan kakek nenek yang awalnya gagap teknologi, secara perlahan mulai paham, bahkan menjadi mahir teknologi. Kondisi mahir teknologi dimungkinkan terjadi bila didukung anggota keluarga yang masuk dalam kategori Generasi Y, Generasi Z, dan Generasi Alpha tersebut.
Menurut Head of Applications Oracle Indonesia Iman Muhammad, Baby Boomer, X dan Y atau biasa disebut milenial, adalah kelompok generasi berdasarkan umur. Namun situasi pandemi memungkinkan lahirnya generasi baru yang merupakan gabungan dari berbagai generasi tersebut.
Generasi yang lahir karena "dipaksa" untuk memanfaatkan perangkat teknologi berbasis internet untuk menunjang aktivitas sehari-hari, baik berselancar di media sosial, belajar, bekerja, mendaftar secara daring, transaksi perbankan, memesan barang hingga membeli makanan. Situasi pandemi mendorong banyak orang untuk menjalankan aktivitas dan pekerjaan mereka menggunakan teknologi digital dengan lebih masif lagi.
Baca juga: Mengungkap kebijakan pemerintah menekan angka positif COVID-19
Poin utama dalam menghadapi situasi pandemi menguasai teknologi yang selanjutnya akan melahirkan berbagai solusi inovatif, pelaku usaha baru, hingga memunculkan berbagai macam aktivitas di lingkup daring.
Indonesia saat ini telah memiliki fondasi digital yang mapan. Ditambah populasi golongan muda atau milenial paham teknologi yang terhitung dominan, maka menjadi peluang digitalisasi yang sangat kuat.
Baca juga: Mengembangkan destinasi wisata lewat pembiayaan digital di saat pandemi
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021