Jakarta (ANTARA) - Pada 31 Juli 2022, komunitas yang tergabung dalam wadah Lapor COVID-19 memublikasikan total 2.087 jiwa tenaga kesehatan (nakes) di Indonesia gugur saat melawan COVID-19.
Jumlah tersebut belum termasuk 386 jiwa nakes lainnya yang belum diketahui tanggal wafatnya.
Profesi dokter menempati grafik tertinggi berjumlah 751 jiwa, berdasarkan Laman Pusara Digital Tenaga Kesehatan. Kemudian disusul perawat 670 jiwa, bidan 398 jiwa, lain-lain 80 jiwa, sedangkan sisanya adalah ahli teknologi laboratorium medik, apoteker, dokter gigi, rekam radiologi, terapis gigi, sanitarian, tenaga farmasi, petugas ambulan, elektromedik, epidemiologi, entomolog hingga fisikawan medik.
Tren peningkatan jumlah nakes yang gugur dimulai pada kurun Maret-Mei 2020 mencapai 36 kasus, lalu meningkat ke angka 165 kasus pada Januari 2021 dan memuncak ke angka 502 kasus pada kurun Juli 2022 atau bertepatan dengan wabah SARS-CoV-2 jenis mutasi Delta.
Jumlah nakes yang gugur didominasi wilayah kerja Jawa Timur mencapai 646 jiwa, Jawa Barat 225 jiwa, DKI Jakarta 194 kasus, dan Jawa Tengah 193 kasus. Sisanya tersebar di Sumatera Utara, Banten, Sulawesi Selatan, Kalimantan Timur, Riau, Kalimantan Selatan, Lampung, Aceh, dan Yogyakarta berkisar puluhan kasus.
Situasi itu mempengaruhi psikologi nakes, tak hanya kesehatan fisik, mental tenaga kesehatan pun terganggu karena jam kerja yang meningkat, juga tekanan serta kecemasan tertular virus Corona dari pasien yang dirawat.
Data dari cross-sectional survey menunjukkan separuh dari 1.257 tenaga kesehatan di China yang merawat pasien COVID-19 menderita depresi dan gangguan kecemasan atau yang dikenal dengan istilah burnout syndrome.
Tim peneliti dari Program Studi Magister Kedokteran Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (MKK FKUI) menunjukkan fakta 83 persen nakes di Indonesia telah mengalami hal serupa dengan derajat sedang hingga berat yang berujung pada terganggunya stabilitas pelayanan publik di rumah sakit.
Pada akhir Juli 2022, situasi pandemi COVID-19 di Indonesia kembali memperlihatkan tren peningkatan berdasarkan indikator laju kasus konfirmasi, kasus aktif, angka kematian hingga keterisian tempat tidur di rumah sakit.
Dilansir dari laporan harian Kementerian Kesehatan RI per Ahad (31/7), kasus terkonfirmasi meningkat tiga kali lipat sejak awal Juli 2022 berkisar 2.000 menjadi lebih dari 6.000 kasus.
Pada angka kematian harian meningkat rata-rata sepuluh jiwa dalam beberapa hari terakhir. Pun dengan kasus aktif berkisar 46.000 kasus per hari dengan rata-rata kasus positif mingguan nasional berkisar 6,07 persen atau di atas ambang batas Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 5 persen, dalam tiga pekan berturut.
Jumlah nakes yang gugur pun kembali bermunculan, dengan rata-rata berkisar satu hingga tiga jiwa pada kurun Maret dan Juli 2022, sehingga penting menjadi alarm bagi otoritas terkait untuk segera mengaktifkan sistem perlindungan yang efektif di fasilitas layanan kesehatan.
Baca juga: Gelombang lanjutan mengintai di tengah fluktuasi kasus COVID-19
Perlindungan vaksin
Semua pihak tidak ingin peristiwa kelam pada Juli 2021 kembali terulang. Belajar dari pengalaman itu, berbagai organisasi profesi kesehatan memberikan dorongan kepada Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI agar membangun sistem proteksi terhadap nakes melalui rekomendasi pemberian vaksin dosis penguat atau booster kedua.
Rekomendasi itu datang dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Indonesia (PPNI), hingga Komite Penasehat Ahli Imunisasi Nasional atau Indonesian Technical Advisory Group on Immunization (ITAGI).
Pada 28 Juli 2022, Kemenkes RI melalui Direktorat Jenderal (Ditjen) Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) menerbitkan Surat Edaran Nomor HK.02.02/C/ 3615 /2022 yang ditujukan kepada seluruh kepala daerah di Indonesia untuk menyelenggarakan vaksinasi booster kedua yang menyasar total 1,9 juta orang nakes mulai 29 Juli 2022.
Pemberian vaksinasi COVID-19 dosis booster kedua tersebut diberikan dengan interval enam bulan sejak vaksinasi dosis booster pertama yang dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan dan atau di pos pelayanan vaksinasi COVID-19.
Regimen dosis penguat kedua bagi SDM kesehatan yang dapat digunakan berupa platform homolog atau heterolog, meliputi dosis booster pertama Sinovac menggunakan separuh dosis atau 0,25 ml AstraZeneca, separuh dosis atau 0,15 ml Pfizer, dosis penuh atau 0,5 ml Moderna, dosis penuh atau 0,5 ml Sinopharm, dosis penuh atau 0,5 ml Sinovac.
Bagi penerima dosis booster pertama Astra Zeneca, maka dosis booster kedua yang direkomendasikan separuh dosis atau 0,25 ml Moderna, separuh dosis atau 0,15 ml Pfizer, dosis penuh atau 0,5 ml AstraZeneca.
Bagi penerima dosis booster pertama Pfizer maka yang direkomendasikan untuk booster kedua adalah dosis penuh atau 0,3 ml Pfizer, separuh dosis atau 0,25 ml Moderna, dosis penuh atau 0,5 ml AstraZeneca.
Baca juga: Mengenal istilah COVID-somnia, tidak perlu takut selama jaga prokes
Sedangkan penerima booster dosis satu Moderna direkomendasikan menerima separuh dosis atau 0,25 ml Moderna dan dosis pertama Sinopharm menerima dosis penuh atau 0,5 ml Sinopharm.
Ketua ITAGI Prof Sri Rezeki mengungkap hasil penelitian yang menunjukkan pemanfaatan dosis penguat berplatform heterolog memiliki tingkat kemanjuran yang lebih tinggi dari homolog melalui perbandingan dosis yang setara.
Kebijakan pemerintah menerapkan plaform heterolog pada vaksinasi booster diawali kemampuan logistik vaksin yang belum mencukupi untuk kebutuhan dalam negeri jika mempertimbangkan merek vaksin yang tersedia.
Setelah itu ITAGI mencoba melakukan penelitian antibodi dan ternyata mendapat plaform heterolog mempunyai antibodi yang lebih tinggi.
Penelitian itu memperhatikan pembentukan sel memori di tubuh penerima manfaat dengan melihat kemampuan melumpuhkan mahkota atau protein spike (S) virus Corona menggunakan booster heterolog Pfizer, Moderna, dan Astrazeneca.
Penelitian ITAGI juga mengungkap kemampuan plaform vaksin dalam membentuk sel memori memiliki rentang perlindungan yang berbeda. Pada tubuh penerima manfaat, rata-rata sel memori terbentuk optimal selama enam bulan.
Namun pada kondisi tubuh yang bugar, sel memori sanggup bertahan dan mengenali SARS-CoV-2 penyebab COVID-19 hingga satu tahun sejak penyuntikan terakhir.
ITAGI hingga kini terus meneliti efikasi vaksin dalam membentuk antibodi masyarakat Indonesia mengingat masa penelitian vaksin berplatform inactivated virus, mRNA, viral-vector, maupun sub-unit protein masih bersifat darurat (Emergency Use Authorization/EUA).
Contohnya vaksin berbasis mRNA yang baru berumur dua tahun kajian dari idealnya selama sepuluh tahun.
Baca juga: Bagaimana melindungi kesehatan anak lewat vaksinasi COVID-19
Antusiasme nakes
Seorang vaksinator dari Puskesmas Medansatria, Kota Bekasi, Jawa Barat, Ita Maharani antusias dengan vaksinasi booster kedua, meski baru dimulai pada pekan depan di wilayah setempat.
Ita yang dijumpai saat memberikan layanan vaksinasi dosis lengkap hingga booster pertama kepada masyarakat umum di agenda Hari Bebas Kendaraan kawasan Summarecon Bekasi merasakan adanya penurunan efikasi dari booster yang terakhir kali diterima pada September 2021.
Sang anak yang kini duduk di bangku pendidikan sekolah dasar kelas tiga sudah dua kali menderita gejala influenza berupa demam, batuk, hingga hidung tersumbat karena adanya interaksi rutin di di rumah setiap kali Ita pulang bekerja.
Biasanya ibu dua anak itu melayani suntikan vaksin COVID-19 menggunakan mobil operasional keliling kepada sepuluh peserta di berbagai ruang publik. "Saya sadar kalau pekerjaan ini sangat berisiko kepada saya dan keluarga, tapi ini sudah tugas yang harus saya jalani," katanya.
Dengan kebijakan booster kedua, Ita bersama tiga rekan sejawatnya merasa lebih tenang dan berharap seluruh persiapan Dinas Kesehatan Kota Bekasi dalam memenuhi stok vaksin dari pemerintah pusat segera rampung.
Ia berharap pada awal Agustus 2022 sudah keluar jadwal (vaksinasi booster kedua) sehingga ia bisa divaksin di Puskesmas tempatnya bertugas.
Menurut data pemantauan internal PPNI, saat ini ada 1.736 perawat di Indonesia terpapar Subvarian Omicron BA.4 dan BA.5 bergejala ringan. Adapun sasaran booster kedua bagi perawat berjumlah separuh dari total 1,9 juta nakes.
Ketua Umum PB IDI Adib Khumaidi dan Ketua Umum PPNI Harif Fadillah menyerukan seluruh anggota untuk menyegerakan diri mengakses layanan booster kedua sebab vaksinasi terbukti telah menyelamatkan banyak nyawa, mengurangi tekanan pada fasilitas kesehatan dan memungkinkan masyarakat belajar hidup dengan virus.
IDI juga meminta pemerintah tetap mendorong vaksinasi booster atau dosis ketiga bagi masyarakat agar kekebalan komunitas tercapai.
Namun meski telah divaksinasi baik booster ataupun bukan, seluruh tenaga kesehatan harus tetap melaksanakan protokol ketat dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) saat pelayanan Kesehatan, dan juga protokol kesehatan umum saat sedang tidak melakukan pelayanan.
Baca juga: Perlunya "upscaling" SDM terampil, solusi isu produktivitas rendah
Booster kedua misi nasional untuk melindungi tenaga kesehatan
Oleh Andi Firdaus Minggu, 31 Juli 2022 17:05 WIB